Hadiri Pertemuan UNCTAD, Menteri Johnny Tekankan Pentingnya Aspek Kedaulatan Data untuk Indonesia

Menkominfo Johnny G. Plate saat memberikan pernyataan dalam Peluncuran Digital Economy Report 2021 oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), dari Jakarta, Rabu (29/09/2021).

Jakarta, Ditjen Aptika – Pembahasan mengenai isu tata kelola transfer data menjadi topik utama yang disampaikan Pemerintah Indonesia dalam pertemuan UNCTAD High-Level Launch of Digital Economy Report 2021 “Cross-border Data Flows and Development: For whom the data flow”, yang berlangsung virtual dari Jakarta, Rabu (29/09/2021) malam.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate menekankan pentingnya aspek keamanan dan kedaulatan data, tata kelola data (data governance), serta kerja sama dan diskusi terkait pertukaran data lintas batas negara (cross border data flow) yang memenuhi prinsip reciprocity, lawfulness, fairness, dan  transparency.

“Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan di berbagai forum internasional agar isu tata kelola transfer data menjadi perhatian di seluruh negara, salah satunya melalui forum G20. Dalam Kelompok Kerja Ekonomi Digital di forum tersebut Indonesia mengusulkan tiga prioritas utama, yaitu konektivitas dan pasca pemulihan Covid-19; keterampilan digital dan literasi digital; serta aliran data lintas batas dan aliran data bebas dengan kepercayaan,” papar dia.

Pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk terus berperan aktif dan berdiskusi lebih lanjut menggaungkan isu tata kelola data dengan berbagai pemangku kepentingan.

“Dalam intervensi Indonesia tadi, saya menyampaikan kepada negara-negara yang hadir dalam pertemuan tersebut, Pemerintah Indonesia mendorong diskusi tentang tata kelola data bersama dengan Negara Anggota ASEAN yang menghasilkan Deklarasi Putrajaya- ASEAN: A Digitally Connected Community in 2021,” tutur Johnny.

Ia menjelaskan, Deklarasi Putrajaya merupakan referensi umum bagi Negara Anggota ASEAN untuk mewujudkan prinsip transparan, terpercaya, dan membentuk ekosistem digital yang akuntabel.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga menyampaikan isu-isu prioritas yang akan dibahas pada kesiapan penyelenggaraan G20 tahun depan.

Lihat juga: Mastel: Waspadai Perang Data antara Korporasi versus Negara

“Bagaimana presidency dan digital economy working group untuk pertama kalinya akan dilakukan di dalam G20 Summit dan Indonesia sebagai chairmancy pertama dengan tiga isu prioritas. Post Covid-19 recovery dan connectivity sebagai isu pertama. Kemudian, digital skills dan digital literasi. Ketiga, cross-border data flow dan data-flow with trust,” papar Johnny.

Ketiga isu prioritas yang diusulkan Pemerintah Indonesia menunjukkan Indonesia akan dapat mendukung pemulihan global pasca pandemi Covid-19, untuk pulih bersama dan bahkan lebih kuat. Oleh karena itu, pemanfaatan data untuk berbagai kebutuhan sangat tergantung kepada penggelaran infrastruktur TIK.

“Secara khusus, pada pertemuan UNCTAD hari ini, yang dibicarakan fokusnya berkaitan dengan data flow untuk siapa, maka penting untuk kita bangun konektivitas yang menjangkau seluruh masyarakat. Indonesia sendiri melalui arahan Presiden Joko Widodo, menempatkan pembangunan infrastruktur menjadi prioritas pertama dalam akselerasi transformasi digital untuk menjangkau seluruh wilayah nasional dan to bridge the digital divide, meningkatkan internet rasio, dan memperkecil disparitas internet antar wilayah nasional,” ujar Menkominfo.

Perlu Diskusi

Menkominfo mengungkapkan, hingga saat ini belum ada satu kerangka yang bisa menjadi acuan terkait tata kelola data. Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri ingin mengambil peran multilateralnya.

“Bagaimana melakukan tata kelola, nah ini yang perlu kita diskusikan agar data tidak saja nanti dibicarakan secara bilateral antar negara, tetapi ada mekanisme multilateral yang mengatur juga hak dan kewajiban serta tanggung jawab,” ungkapnya.

Johnny menyontohkan, saat ini terdapat beragam benchmark tata kelola data. Di Amerika Serikat misalnya, tata kelola data diserahkan kepada perusahaan (private sector), sedangkan tata kelola data di Eropa itu dikelola oleh individual. Sementara itu, tata kelola data di Tiongkok, China, dikelola oleh negara.

“Sehingga, tata kelola data di Indonesia harus kita atur untuk mengutamakan kepentingan nasional, kepentingan masyarakat Indonesia, bagaimana pola aturannya saya kira legislasi primernya sedang kita bicarakan di DPR dalam Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi. Mudah-mudahan dapat segera kita selesaikan,” imbuhnya.

RUU PDP sendiri, lanjut Johnny, mengambil benchmark dari EU GDPR atau perlindungan data pribadi Uni Eropa, tetapi tentu dengan penyesuaian-penyesuaian kekhasan dan kepentingan Indonesia di wilayah regional Asia Tenggara.

Lihat juga: Panja Pemerintah Bahas Penyempurnaan Pasal RUU PDP Bersama DPR

Pertemuan yang berlangsung secara hibrid dari Jenewa itu membahas secara mendalam perkembangan dan implikasi kebijakan dari aliran data digital lintas batas. Tema itu menjadi pokok bahasan dalam UNCTAD 15 dengan target laporan tentang jenis aliran ekonomi internasional khusus ini. Laporan ini mengkaji tren terkini dan perkembangan global dalam ekonomi digital berbasis data, dan meninjau pendekatan tata kelola data yang ada di tingkat nasional, regional, dan multilateral.

Selain Menkominfo, ikut memberikan masukan dalam pertemuan antara lain Menteri Telekomunikasi dan Masyarakat Informasi Ekuador, Vianna Maino; Komisaris Infrastruktur dan Energi, Komisi Uni Afrika, Amani Abou-Zeid; Direktur Eksekutif Internet & Jurisdiction Policy Network, Bertrand de La Chapelle; dan Komisaris Eropa untuk Keadilan, Didier Reynders. (hm.ys)

Print Friendly, PDF & Email