Kominfo Libatkan Berbagai Lembaga Tangani Hoaks Vaksin dan Sepuatar Revisi UU ITE

Koordinator Pengendalian Internet Ditjen Aptika Kemkominfo, Anthonius Malau (kanan) saat Diskusi Teknis Penanganan dan Penegakan Hukum Disinformasi Hoaks Covid-19 (23/02/2021).

Jakarta, Ditjen Aptika – Isu mengenai Kementerian Kominfo menggandeng kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah untuk menangani misinformasi (hoaks) tentang vaksin Covid-19 mendominasi pemberitaan dalam 24 jam terakhir. Media menangkap ucapan Koordinator Pengendalian Internet Ditjen Aptika Kemkominfo, Anthonius Malau, yang mengatakan bahwa Kemkominfo tidak bisa sendirian dalam menanggulangi hoaks atau disinformasi mengenai vaksinasi pada Selasa, 23 Februari 2021.

“Vaksin COVID-19 jadi program pemerintah yang tidak boleh gagal. Program ini harus berhasil seperti yang dikatakan para ahli untuk mencapai target herd immunity masyarakat supaya Covid-19 bisa dikendalikan,” katanya.

Ia juga telah mengindentifikasi 111 isu hoax yang tersebar di media sosial. Dari 111 isu hoax tersebut tersebar di Facebook 471 sebaran, Instagram (9), Twitter (45), YouTube (38), dan TikTok (15). “Semuanya sudah diturunkan oleh Tim AIS Kominfo,” jelasnya.

Dirinya melihat kecenderungan hoaks soal vaksin Covid-19 meningkat, akan berdampak serius jika tidak ditangani. Untuk menangani konten hoaks vaksin Covid-19 di media sosial, Kemkominfo menggandeng berbagai lembaga antara lain Polri dan Kementerian Kesehatan.

Ia menilai pandangan dari lembaga lain penting untuk mengatasi hoaks soal vaksin Covid-19. “Dari Polri tadi jelas mengatakan bahwa mereka akan menangani kasus ini sesegera dan secepat mungkin, tapi syaratnya adalah kalau laporan masyarakat harus lengkap supaya cepat dapat ditindaklanjuti,” ucapnya.

Dalam diskusi tersebut, Antonius mendapatkan masukan untuk menyebarkan klarifikasi hoax dalam bentuk poster dan ditempel di Puskesmas, agar masyarakat bisa membaca langsung. “Ketika informasi yang valid menjadi konsumsi masyarakat, kami berharap masyarakat bisa menyebarkan lebih luas lagi informasi tersebut sehingga tidak ada lagi orang yang menolak vaksin COVID-19,” ungkapnya.

Seputar Revisi UU ITE

Isu seputar UU ITE hingga hari ini terpantau masih mendominasi pemberitaan, sejak munculnya pernyataan Presiden Jokowi terkait wacana Revisi UU ITE pekan lalu yang menarik tanggapan berbagai pihak. Pemberitaan hingga pagi ini menyorot beberapa fokus utama, seperti pembentukan Tim Revisi UU ITE dan tim penyusunan interpretasi, terbitnya Surat Edaran Kapolri terkait proses mediasi, serta tanggapan berbagai pihak terkait rencana revisi tersebut.

Media memuat penjelasan bahwa penunjukan tim kajian UU ITE diterbitkan lewat Surat Keputusan Menkopolhukam per tanggal 22 Februari 2021 yang menunjuk Pengarah dan Tim Pelaksana. Dalam Diktum Keempat Keputusan Menkopolhukam, disebutkan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, Tim Pelaksana dapat dibantu oleh akademisi, praktisi, tenaga ahli, korban atau pelaku tindak pidana UU ITE, aktivis, dan kelompok media sebagai narasumber untuk mendapatkan berbagai masukan.

Media turut memuat penjelasan terkait penerbitan Surat Edaran Kapolri tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif tertanggal 19 Februari 2021. Surat tersebut memuat sejumlah pedoman penanganan kasus terkait UU ITE agar menerapkan penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, demi dilaksanakannya restorative justice.

Surat turut memuat langkah-langkah terkait penyidik agar dapat mengedepankan edukasi dan langkah persuasif, sehingga dapat menghindari dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan. Langkah tersebut di antaranya agar kepolisian terus memantau perkembangan pemanfaatan ruang digital dan dinamikanya, memahami budaya beretika di ruang digital, menginventarisasi masalah dan dampak akibat UU ITE, mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert. (lry)

Print Friendly, PDF & Email