Jakarta, Ditjen Aptika – Hingga saat ini Tim AIS Ditjen Aptika, Kementerian Kominfo, telah memblokir 1.900 sebaran berita hoaks terkait pandemi Covid-19. Terbaru banyak ditemukan hoaks mengenai vaksinasi Covid-19.
“Sejak pandemi Covid-19 masuk Indonesia telah ditemukenali total 1.387 isu hoaks dengan sebaran sebanyak 2.154 konten yang tersebar di berbagai media. Kami melalui Tim AIS Ditjen Aptika telah memblokir sebanyak 1.900 sebaran yang ada,” jelas Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, saat acara Forum Merdeka Barat 9 dengan tema Tolak dan Waspada Hoaks, Selasa (26/01/2021).
Dalam menindak sebaran hoaks, jika hoaks dikategorikan bersifat missinformasi bukan berniat meresahkan atau mengganggu ketertiban umum, Kemkominfo akan memberikan stempel dan akan dilakukan edukasi.
“Namun jika hoaks yang meresahkan dan mengganggu ketertiban umum akan kami tindak tegas. Saat ini sudah ada 104 kasus yang ditangani kepolisian khusus terkait hoaks Covid-19. Artinya masyarakat harus hati-hati, jika ada keraguan terhadap suatu informasi dilakukan pengecekan jangan langsung sebar,” saran Dirjen Semuel.
Selain penindakan kepolisian, Kemkominfo juga membekali masyarakat dengan pengetahuan agar mereka lebih gampang mengenali hoaks atau mencari sumber yang bisa dipercaya. Kemkominfo memiliki program Siberkreasi, suatu gerakan yang saat ini telah melibatkan 108 organisasi untuk melakukan literasi digital pada masyarakat.
“Konsep literasi digital kami menyentuh semua usia, mulai dari anak sekolah, remaja, orang tua, bahkan usia lanjut. Cara kami meliterasi juga disesuaikan dengan audiensnya, dan media yang digunakan juga beragam agar semua tersentuh,” imbuhnya.
Dalam transformasi digital sendiri ada prinsip yang harus dipegang yaitu nobody left behind. Termasuk bagaimana meliterasi masyarakat agar bisa memanfaatkan kemajuan teknologi.
Lihat juga: Informasi FUD Picu Meningkatnya Hoaks Vaksinasi Covid-19
Dirjen Aptika juga berpesan untuk senantiasa menyebarkan berita atau informasi yang positif untuk melawan hoaks, sehingga masyarakat akan lebih dahulu mendapat berita yang benar.
“Saya punya dua pesan, pertama untuk masyarakat Indonesia untuk senantiasa mencari sumber yang kredibel, seperti pemerintah, organisasi terkait, serta media mainstream dalam mencari suatu informasi. Bagi pembuat hoaks saya himbau segera hentikan karena sangat meresahkan, dan kami bisa mencari kalian serta tidak akan segan bekerjasama dengan polisi untuk memberantas,” pungkas Dirjen Semuel.
Ragam Hoaks terkait Vaksinasi Covid-19
Sementara itu Ketua Organisasi Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, menjelaskan mengenai ragam tema hoaks terkait vaksinasi Covid-19. Ada enam tema besar, seperti keamanan dan kemanjuran, kehalalan, xenofobia, politik, kebijakan, dan pelaksanaan vaksinasi.
“Pertama tema hoaks mengenai keamanan dan kemanjuran. Akhir-akhir ini tema ini mendominasi karena dari 83 hoaks terkait vaksinasi, 42% terkait dengan isu tersebut. Ada yang menyebutkan vaksin membuat mandul, ada yang menyebutkan vaksin menyebabkan orang meninggal, dan sebagainya,” papar Septiaji.
Isu politik dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 menempati posisi kedua dan ketiga, seperti Presiden Joko Widodo diisukan menggunakan vaksin yang berbeda/vitamin C, hingga Ketua BPOM diancam untuk keluarkan vaksin Sinovac.
“Selain itu ada isu mengenai xenofobia (ketidaksukaan terhadap negara lain atau yang dianggap asing), ini ada cukup banyak. Contohnya seperti China menargetkan 100 juta penduduk Indonesia mati melalui vaksin dan penanaman microchip oleh China dalam vaksin Sinovac,” jelasnya.
Isu lain yang disasar penyebar hoaks yakni mengenai kehalalan dan kebijakan. Ada yang menyebutkan vaksin Sinovac mengandung sel kera hijau hingga harga vaksin di Indonesia 1000% lebih mahal daripada di Brazil.
“Hoaks terkait Covid-19 ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lain, bahkan negara maju seperti Inggris. Namun sayangnya, berdasarkan American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, Indonesia menempati ranking 5 dunia penyebaran rumor, stigma, dan teori konspirasi terkait Covid-19,” tutur Septiaji lebih lanjut.
Ia memberi saran bagaimana agar masyarakat tidak termakan hoaks Covid-19. Pertama, agar mengikuti pendapat dokter dan pakar. “Ketika mendapat suatu informasi kita harus mengenali siapa pakar yang bisa dipercaya,” katanya.
Namun Ketua Mafindo itu juga menyarankan untuk berhati-hati dengan oknum yang mengaku sebagai dokter.
Terakhir, ia menyarankan agar masyarakat dapat berpikir dengan kritis dan jangan cepat mengambil kesimpulan akan suatu informasi yang diterima. “Kita harus jadi hoaxbuster, karena dalam masa seperti ini kita butuh memastikan setiap keputusan yang kita ambil berdasar dari informasi terbaik yang bisa kita cari,” tutupnya. (lry)