Tanggapi Polemik Pasal Karet, Kominfo Ajukan Revisi UU ITE

Diskusi Publik UU ITE bertajuk 'Memperkuat Parameter Pelindungan HAM dalam Penerapan Pengaturan Konten Ilegal di UU ITE', di Bukittinggi, Sumatera Barat, Kamis (02/03/2023)

Bukittinggi, Ditjen Aptika – Kementerian Kominfo (Kemkominfo) mengusulkan perubahan beberapa pasal yang terkandung dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Revisi ini sebagai tindak lanjut polemik di masyarakat tentang adanya pasal yang dinilai karet.

“Per 13 Februari 2023, Menteri Kominfo mengusulkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai perubahan beberapa pasal UU ITE. Tujuannya agar ruang digital tetap dapat terkendali,” ujar Ketua Tim Hukum dan Kerja Sama Sekretariat Direktorat Jenderal Aptika, Josua Sitompul saat Diskusi Publik UU ITE bertema “Memperkuat Parameter Perlindungan HAM dalam Penerapan Pengaturan Konten Ilegal di UU ITE” di Bukittinggi, Kamis (02/03/2023).

Ia menambahkan, revisi kedua tersebut sedang tahap pengajuan ke Komisi I DPR. Perubahan ini diperlukan agar polemik terkait pasal dan jerat pidana UU ITE tidak merugikan masyarakat dalam mengekspresikan pendapat di media sosial.

“Harapan kedepannya pembaruan ini bisa merekonstruksi aturan yang belakangan ini merugikan masyarakat,” tambahnya.

Adapun beberapa pasal yang menjadi fokus utama dan perlu ada dalam revisi kedua UU ITE sebagai berikut:

  1. Pasal 27 mengenai kesusilaan, penghinaan, pencemaran nama baik, pemerasan, dan pengancaman dengan merujuk pada ketentuan KUHP.
  2. Pasal 28 hanya mengatur ketentuan berita bohong atau informasi menyesatkan yang menyebabkan kerugian materiil konsumen.
  3. Penambahan Pasal 28A mengenai konten SARA dan pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat.
  4. Perubahan pada penjelasan Pasal 29 mengenai perundungan (cyber bullying).
  5. Perubahan pada Pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain.
  6. Perubahan pada Pasal 45 terkait ancaman pidana penjara dan denda serta penambahan pengaturan mengenai pengecualian pengenaan ketentuan pidana atas pelanggaran kesusilaan dalam Pasal 27 ayat (1).
  7. Perubahan pada Pasal 45A terkait pidana atas pemberitahuan bohong dan informasi menyesatkan yang menimbulkan keonaran di masyarakat.

Lihat juga: Kominfo Ajak ASN Bengkulu Tingkatkan Literasi Digital Masyarakat Desa

Penyebaran Konten Ilegal

Di tengah diskusi, Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Wendra Yunaldi menyampaikan konten provokatif menempati peringkat pertama dalam penyebaran konten ilegal.

“Hingga tahun 2020, terdapat 2.584 pelaporan konten yang bersifat provokatif. Rata-rata konten tersebut dimanfaatkan untuk infiltrasi politik pembentukan ideologi, aktivisme politik, hoaks, agregasi dan internet troll,” jelasnya.

Wendra juga menambahkan, konten-konten tersebut sebagian besar disebarluaskan melalui platform Facebook. “Di tahun 2022 sendiri Facebook menempati urutan teratas dalam penyebaran konten hoaks di Indonesia,” sebutnya.

 

Sesi Paparan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga Henry Subiakto saat Diskusi Publik UU ITE di Bukittinggi, Kamis (02/03/2023)

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga Henry Subiakto mengatakan masyarakat memiliki kebebasan berekspresi dan negara bertanggungjawab untuk membuat aturan agar kebebasan tersebut tidak merugikan.

“Setiap orang punya hak berbicara dan mendapat informasi. tapi negara tetap bertanggungjawab mengatur agar hak ini tidak merugikan orang lain, termasuk anak-anak yang perlu dilindungi dari informasi berbahaya,” ujarnya.

Henry menekankan bahwa dalam bermedia sosial tentu mengedepankan demokrasi. Namun UU ITE hadir untuk mengatur pelanggaran terhadap hak yang merugikan pihak mana pun.

Diskusi publik ini turut dihadiri oleh Jaksa dari Kejaksaan Agung, Ibnu Fajar Rahim serta sejumlah praktisi hukum, akademisi, dan mahasiswa di wilayah Sumatera Barat. Diskusi ini diselenggarakan sebagai wujud responsif pemerintah dalam menerima tanggapan masyarakat terkait pengaturan beberapa pasal yang dinilai multitafsir  yang bisa dijerat ke UU ITE. (rar)

Print Friendly, PDF & Email