Waspada Rekam Jejak Digital Kita di Internet

Para pembicara dalam Webinar Digital Society dengan tema Waspada Rekam Jejak Digital Pendidik dan Peserta Didik di Internet, Kamis (12/08/2021).

Jakarta, Ditjen Aptika – Sebagai pengguna teknologi tidak dapat dipungkiri salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan ialah aspek keamanan. Ketika melakukan aktivitas di dunia digital baik secara sadar maupun tidak, warganet telah meninggalkan jejak digital (digital footprint) selama berselancar di internet.

Unggahan foto, aktivitas berbagi pesan, mengunjungi laman situs, unggahan konten atau meninggalkan komentar, mengisi data pribadi, internet banking dan masih banyak lainnya. Data-data tersebut merupakan jejak digital yang tanpa sadar akan tersimpan secara abadi di internet.

Dunia digital memiliki jangkauan yang luas, tidak terbatas ruang dan waktu, mudah diterima serta dibagikan. Jika dahulu kita mengenal jejak batu tulis dan hanya ada di satu tempat, tapi jejak digital bisa diakses banyak orang dalam waktu singkat.

“Banyak yang belum sadar akan hal tersebut, kita masih sering menemukan masih banyak orang meninggalkan komentar kasar dan informasi hoaks di dunia digital yang berujung pada masalah hukum. Masih banyak pula masyarakat yang belum memahami pentingnya kerahasiaan data seperti data KTP dan data keuangan, asal dimasukkan dalam aplikasi yang berujung pada kasus penipuan,” ucap Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri, dalam Webinar Digital Society dengan tema Waspada Rekam Jejak Digital Pendidik dan Peserta Didik di Internet, Kamis (12/08/2021).

Padahal menurut Dirjen Jumeri, jejak digital yang berisi informasi data pribadi sangat rawan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. “Data-data tersebut dapat berakibat pada berbagai aspek yang akhirnya berimplikasi pada hubungan personal hingga ke ranah hukum, jangan sampai kita mengalami hal tersebut,” harapnya.

Selain itu hal yang tidak disadari oleh banyak netizen ialah mereka tidak mengira kalau jejak digital pada media sosial bisa dijadikan identifikasi instansi bagi calon pelamar kerja, calon CPNS, calon pelamar beasiswa, bahkan promosi jabatan sebagai bahan pertimbangan.

“Kita tetap harus waspada serta berhati-hati terkait informasi apapun yang kita bagikan di internet. Setiap detik kita buka internet data kita sudah tertinggal. Ada rambu-rambu yang harus kita perhatikan, seperti UU ITE yang harus kita taati,” tandasnya.

Hal yang harus diperhatikan dalam meninggalkan Jejak Digital di internet (12/8).

Sementara itu, Pengurus Siberkreasi Komite Edukasi Mafindo, Heni Mulyati, mengatakan dilansir dari Dictionary.com bahwa rekam jejak digital adalah jejak data yang kita buat dan kita tinggalkan ketika menggunakan perangkat digital.

“Bentuk jejak digital sendiri bermacam-macam bentuknya, bisa berupa riwayat pencarian, biasanya pada history search browser. Bisa juga berasal dari pesan teks dari aplikasi, foto dan video (termasuk yang sudah dihapus), tagging foto dan video dari orang lain, lokasi yang kita kunjungi, hingga persetujuan akses cookies dalam perangkat,” papar Heni.

Pengurus Siberkreasi yang aktif di Mafindo itu juga menjelaskan bahwa ada jejak digital aktif dan ada jejak digital pasif. Menurutnya jejak digital aktif merupakan data yang sengaja netizen kirimkan di internet atau di platform digital, contohnya mengirim e-mail, publikasi di media sosial, atau mengisi formular daring.

“Sedangkan jejak digital pasif merupakan jejak digital yang kita tinggalkan secara daring dengan tidak sengaja dan tanpa sepengetahuan kita. Biasanya digunakan untuk mencari tahu profil pelanggan, target iklan, dan sebagainya,” tandasnya.

Heni juga kembali menekankan betapa pentingnya menjaga rekam jejak digital. Penting bagi warganet untuk memahami implikasi atau dampak, baik positif maupun negatif dari tindakan di dunia digital.

“Dalam dunia kerja, terdapat beberapa parameter yang bisa dipakai melihat calon karyawan melalui media sosialnya. Seperti kalimat yang sering diunggah, foto-foto, interaksi yang dilakukan, serta lingkaran pertemanan calon karyawan,” jelasnya

Selain itu ia juga menyebutkan berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh Netsafe bahwa hal negatif yang paling sering dilaporkan yaitu mempublikasikan informasi pibadi yang mengarah pada penindasan atau pelecehan daring, serta menerbitkan informasi pribadi yang digunakan untuk serangan manipulasi psikologis.

Lalu pertanyaannya, apa yang harus warganet lakukan untuk menghindari potensi-potensi negatif dari rekam jejak digital? Menjawab pertanyaan tersebut, Heni memberikan berbagai tips guna terhindar dari hal-hal negatif tersebut.

“Kita bisa merancang jejak digital yg baik, seperti meninggalkan catatan karya atau prestasi di berbagai platform digital. Harapannya ketika seseorang mengetikan nama kita di mesin pencari, maka seluruh karya berkualitas yang pernah kita buat bisa muncul dan menjadi catatan baik,” jawabnya.

Selain itu warganet menurutnya harus berhati-hati dalam melakukan aktivitas di internet, harus dipikirkan terlebih dahulu dampaknya akan merugikan pihak lain atau berakibat pelanggaran hukum.

Ia juga mengingatkan, ada empat motivasi utama pengguna media sosial yakni memperkuat jaringan sosial, mencari teman yang cocok, mengembangkan usaha, dan mencari koneksi bisnis.

Guna merawat jejak digital, pengurus Siberkreasi itu memberikan beberapa tips, seperti:

  1. Cari tahu terlebih dahulu jejak digital yang kita miliki;
  2. Atur privasi di perangkat kita (hal-hal yang tidak ingin dilihat orang silahkan dibuat privat);
  3. Periksa cookies pada perangkat kita, jika ada situs yang tidak dikenal mengirimkan cookies segera block;
  4. Gunakan kombinasi yang kuat dalam membuat kata sandi;
  5. Hapus aplikasi yang tidak dipakai;
  6. Posting hal-hal yang positif;
  7. Gunakan akun berbeda untuk berbagai keperluan, pekerjaan, pendidikan, dan berbelanja;
  8. Selalu update sistem operasi dan antivirus.

“Ingat apa yang sudah kita bagikan di internet akan tetap tinggal disana meskipun sudah kamu hapus, karena jejak digital tidak akan bisa benar-benar hilang meskipun sudah dihapus,” pungkasnya.

Pada akhir pemaparan Heni menampilkan contoh-contoh kasus terkait bahaya jejak digital. (12/8).

Strategi Pengajar agar Peserta Didik Aman di Dunia Digital

Pada kesempatan yang sama, Analis Pra Sarana Kemendikbud Ristek, Wahyu Hariadi, turut memberikan pemahaman mengenai strategi yang harus dilakukan para  pendidik agar peserta didik bisa aman melakukan aktivitas di dunia digital.

“Ini penting, pengajar harus membuat siswa mampu memahami pentingnya menjaga keamanan dan privasi ketika berada di dunia digital,” harapnya.

Hal yang sering terjadi menurutnya banyak peserta didik yang tidak sepenuhnya sadar mengenai konsekuensi mengumbar informasi-informasi pribadi. Ia juga mengingatkan bahwa selain tugas pengajar, juga ada peran penting orang tua dalam membimbing anaknya agar bijak dalam penggunaan internet.

Lihat juga: Sekolah Manfaatkan Media Digital untuk Tingkatkan Pelayanan

Sebagai upaya-upaya Kemendikbud Ristekdikti dalam menjaga agar tenaga pendidik dan peserta didik meninggalkan rekam jejak  yang baik di dunia digital, Wahyu mengenalkan konsep 4K dalam cerdas digital. “Kritis, Keamanan, Kreativitas, dan Kolaborasi,” ujar Wahyu.

Selanjutnya mengenai literasi digital, ia menekankan bahwa literasi digital tidak sebatas membicarakan teknologi itu sendiri, tetapi juga cara berliterasi secara benar. Untuk itu dirinya mencoba membagikan bagaimana strategi literasi digital yang baik, khususnya yang bisa dilakukan pengajar kepada peserta didik.

  1. Manajemen waktu
    Guna menghindari kecanduan siswa terhadap media digital, guru dapat mengedukasi tentang pengelolaan waktu ketika pembelajaran sedang berlangsung dan diintegrasikan dengan mata pelajaran. Hal tersebut bisa dilakukan secara tematik, maupun melalui olahraga dan seni budaya dan keterampilan.
  2. Perundungan dunia maya
    Kasus perundungan dunia maya marak terjadi, dalam mengatasi hal tersebut guru perlu mensosialisasikan kepada peserta didik untuk tidak merespon, tidak balas dendam, dan untuk menyimpan bukti perundungan tersebut kepada orang tua/guru/bahkan pihak berwajib. Guru juga bisa memberikan edukasi aturan terkait perundungan tersebut pada materi pembelajaran tematik.
  3. Pengelolaan keamanan siber
    Guru dapat memberikan edukasi beberapa tips keamanan siber kepada siswa, seperti selalu menggunakan nama asli dalam beraktifitas di ruang digital, membuat kata sandi yang kuat serta tidak memberitahukannya ke pihak lain, mengunci perangkat, melakukan filterisasi mesin pencarian, tidak membuka sembarang tautan, dan selalu melakukan logout akun.
  4. Pengelolaan privasi
    Guru juga bisa mengedukasi pentingnya menjaga keamanan data diri agar terhindar dari penipuan dan pemalsuan identitas. Hal yang bisa diedukasikan seperti tidak memberikan data diri pada jejaring sosial, tidak menerima pertemanan pada orang tidak dikenal, hingga tidak memberitahukan lokasi pada jejaring sosial.
  5. Berpikir kritis
    Guru harus mampu menanamkan pola pikir kritis pada siswa dalam memilih, memilah, dan menganalisa informasi. Guru bisa emnanamkan paradigma berpikir kritis dengan membangun pertanyaan 5W+1H. Siapa yang memberikan informasi, apa yang dikatakan, dimana hal itu terjadi, kapan hal itu dikatakan, mengapa dan bagaimana.
  6. Empati digital
    Guru juga bisa menumbuhkan rasa empati digital dengan memberikan pengertian kepada siswa untuk tidak pamer di media sosial, mwngajarkan siswa untuk minta maaf jika berbuat salah, hingga tidak meneruskan pesan atau video perundungan di media sosial.

Wahyu menambahkan, Kemendikbud Ristekdikti juga membuat lomba terkait konten digital antara siswa, guru, tenaga pendidik dan semua stakeholder sekolah sebagai bagian dari pendampingan Kemendikbud Ristekdikti.

“Hal demikian dilakukan untuk membuat jejak digital dan mengarahkan peserta didik dan tenaga pendidik untuk lebih optimal berkegiatan di dunia digital,” tutupnya.

Sementara dalam sambutannya Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel Pangerapan melalui tapping video menegaskan bahwa literasi digital merupakan kunci dan keniscayaan dalam menghadapi perkembangan serta disrupsi teknologi yang semakin masif.

“Kemkominfo dan Siberkreasi berkomitmen akan terus melakukan upaya peningkatan literasi digital masyarakat melalui berbagai macam inisiatif kegiatan, yang diharapkan dapat memfasilitasi dan semakin mendorong terwujudnya masyarakat digital Indonesia,” kata Semuel. (lry)

Print Friendly, PDF & Email