Jakarta, Ditjen Aptika – Banyak anak usia sekolah sebagai pengguna internet yang belum memahami cybercrime dan UU ITE. Literasi digital diperlukan tidak hanya untuk orang dewasa tapi juga anak-anak.
“Jangan sampai tidak mengetahui tentang hal ini dan terkena UU ITE, karena banyak juga yang tidak sadar telah melakukan cybercrime,” ujar Ketua Siberkreasi, Yossi Mokalu saat Workshop Siberkreasi: Cerdas Memilih dan Memahami Literasi Digital untuk SMA Santa Yosef Pangkal Pinang, Jum’at (16/10/2020).
Sebagai langkah awal memberikan literasi digital, Yossi meyebutkan beberapa jenis pelanggaran di media sosial yang perlu diketahui anak, yaitu:
- Menyebarkan berita hoaks,
- Pencemaran nama baik,
- Penipuan online,
- Cyberbullying,
- Menyebarkan kebencian, dan
- Privacy violation.
Yossi juga memberikan sejumlah tips ketika ingin mengunggah konten yang aman dan positif. “Unggah foto atau karya sendiri, bebaskan ekspresi, gunakan caption atau narasi yang jelas untuk menerangkan maksud konten tersebut, dan positif (berguna untuk orang lain),” tambahnya.
Selain tips-tips tersebut, orang tua dan guru memiliki peran yang sangat penting untuk memberikan pendampingan agar anak dapat membedakan hal positif dan negatif.
Proses pengenalan jati diri anak juga sangat penting, “Semakin cepat anak mengenal identitas diri, maka dapat mempengaruhi caranya menilai apa yang positif dan apa yang negatif,” kata Yossi.
Menurutnya, banyak remaja mencari jati diri di internet (sosial media) melalui komentar-komentar dari apa yang telah diunggahya, karena tidak memperoleh hal tersebut di rumah.
Lihat juga: Orangtua Berperan Penting Awasi Anak Berselancar di Internet
Pada kesempatan sebelumnya (06/09), Dirjen PPI Kominfo Ahmad M. Ramli menyampaikan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi anak ketika mengakses internet.
Ramli menyampaikan, menurut Titan Family Security ada 69 persen remaja berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak kenal dan 38 persen diantaranya rata-rata berusia di bawah 13 tahun. Padahal ada banyak konten-konten yang belum layak dilihat.
“Sebagai orang tua tentu perlu memonitor dan mengawasinya dengan baik,” jelasnya.
Ia menambahkan kasus cyber bullying, sexual image, dan sexual messages paling banyak terjadi pada anak-anak dibanding kasus lainnya di internet.
Misalnya, bila anak terkena bullying dapat memiliki kekhawatiran yang jauh lebih tinggi karena emosional anak kurang baik dan mentalnya belum matang.
“Oleh karena itu, orangtua perlu memberi pemahaman kepada anak untuk segera menyampaikan ke orang terdekat apabila mengalami hal tersebut. Jangan sampai anak menyelesaikan sendiri karena tidak akan sanggup,” jelasnya. (pag)