Sumba Timur, Ditjen Aptika – Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) mengajak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Sumba Timur untuk memanfaatkan Tanda Tangan Elektronik (TTE) dalam rangka pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
“TTE adalah sebuah mode tertentu untuk melakukan tanda tangan dan segel elektronik (tanda tangan yang dikeluarkan oleh badan usaha). TTE bisa digunakan untuk mengidentifikasi seseorang atau dokumen secara unik. Oleh karena itu, kami mengajak pemerintah daerah dan UMKM untuk dapat menggunakan tanda tangan digital dalam transaksi yang dikerjakan,” ujar Plt. Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Teguh Arifiyadi dalam kegiatan Sosialisasi Implementasi Tanda Tangan Elektronik dan Sertifikat Elektronik untuk Pemerintahan dan UMKM di Sumba Timur, Rabu (07/06/2023).
Teguh menjelaskan, sama seperti tanda tangan basah, TTE memiliki kegunaan sebagai salah satu penguat legalitas atau pembuktian transaksi. “Umumnya para pihak membubuhkan tanda tangan pada dokumen kertas untuk memastikan dua hal, yaitu memastikan penandatangan tidak dapat menyangkal di kemudian hari telah menandatangani dokumen tersebut dan memastikan bahwa segala perubahan pada isi dokumen setelah ditandatangani dapat diketahui,” terang Teguh.
Namun tidak seperti tanda tangan basah, penggunaan TTE mengurangi risiko adanya penyangkalan tanda tangan.
“Sedangkan, kalau kita menggunakan tanda tangan basah ada resiko penyangkalan atau tidak diakuinya tanda tangan,” ucapnya.
Lihat Juga: Tanda Tangan Elektronik Jadi Solusi Legalitas di Era Digital
Sementara, seperti yang telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Pasal 11 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, TTE memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan, yaitu identitas, integritas, dan nirsangkal.
Lebih lanjut, Teguh menjelaskan beberapa penyangkalan tanda tangan basah yang sering ditemui diantaranya, yaitu tanda tangan disebut tidak pernah ada atau tidak pernah dibuat, tanda tangan disebut tidak ditandatangani oleh pihak yang dimaksud, tanda tangan disebut memang dilakukan namun isi dokumen/persetujuannya berbeda pada saat ditandatangani dan tanda tangan disebut dilakukan karena paksaan atau tekanan.
Lihat Juga: Layanan Tanda Tangan Elektronik
TTE sendiri diterbitkan oleh penerbit tanda tangan elektronik yang disebut sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE). PSrE ada yang khusus melayani pemerintahan dan non pemerintahan.
“Di Indonesia ada dua badan yang melayani pembuatan tanda tangan elektronik untuk pemerintahan yaitu BSrE (BSSN) dan BRIN. Sedangkan untuk non pemerintahan ada Peruri, Privyid, Digisign, Vida.id, Djelas.id, Tilaka.id, dan Xignature.co.id,” terang Teguh.
Selain sebagai regulator, Kemkominfo berperan sebagai root dari PSrE tersebut. Root adalah teknologi yang menghubungkan setiap PSrE dari satu negara ke negara lain.
“Kalau PSrE tidak terhubung, tanda tangan yang diterbitkan hanya diakui dalam skala nasional saja. PSrE harus terhubung karena bertugas menghubungkan tanda tangan atau segel elektronik ketika ada transaksi yang bersifat internasional,” jelas teguh.
Maka dari itu, ia mengimbau pemerintah dan pelaku UMKM di Sumba Timur untuk menggunakan tanda tangan dan segel elektronik agar dapat memperoleh perlindungan hukum yang lebih aman dalam setiap kesepakatan atau transaksi yang dilakukan dan tidak dijamin ketika menggunakan tanda tangan basah.
Acara tersebut turut dihadiri oleh Ketua Tim Tata Kelola Sertifikasi Elektronik, perwakilan Peruri sebagai salah satu PSrE, OPD dan pelaku UMKM di Sumba Timur. (pag)