Jakarta, Ditjen Aptika – Pemerintah dan DPR telah sepakat akan melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Rencananya pembahasan akan dilakukan pada masa persidangan ke-5.
Menindaklanjuti hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, menyatakan pemerintah siap untuk menindaklanjuti sampai dengan selesainya pembahasan penetapan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU ITE.
“Melalui Keputusan Menteri Kominfo Nomor 120/2023, pemerintah telah membentuk panitia kerja (panja) pemerintah dalam pembahasan tentang RUU Perubahan Kedua UU ITE dimaksud,” jelas Menteri Johnny pada Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/04/2023).
Panja tersebut, lanjut Menteri Johnny, dipimpin oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, sebagai ketua dan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Asep Nana Mulyana, selaku wakil ketua.
Kemkominfo, menurut Menteri Johnny, juga telah mengadakan beberapa diskusi publik RUU ITE di bulan September dan Desember tahun 2022. Hasil dari diskusi tersebut, terdapat masukan bahwa RUU ITE perlu menyertakan norma restorative justice.
“Usulan revisi ini direncanakan dimuat dalam dua bagian RUU, yakni keadilan restorative berupa upaya penyelesaian tindak pidana yang merupakan delik aduan pada pasal 25 ayat 5 RUU ITE. Selanjutnya pada bagian penjelasan dimana bentuk aplikasi restorative justice yang dimaksud adalah penyelesaian di luar pengadilan,” jelasnya.
Ia menambahkan, secara umum UU ITE memuat dua materi pokok pengaturan yakni penyelenggaraan sistem transaksi elektronik dan pengaturan tentang cybercrime. Menurutnya, UU ITE dibentuk untuk menciptakan ketertiban diruang siber dengan memberikan pelindungan masyarakat dari penyalahgunaan tekonologi informasi.
Pada rapat kerja tersebut, Menkominfo juga menyoroti sesuai pasal 622 ayat 1 huruf r, UU Nomor 1/2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat ketentuan dalam UU ITE yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
“Mengingat usulan rancangan perubahan kedua UU ITE disampaikan sebelum UU KUHP disahkan, maka perlu dilakukan harmonisasi,” tandasnya.
Pada akhir sambutannya Menteri Johnny berharap RUU tersebut dapat dibahas sebagaimana dijadwalkan pada masa persidangan ke-5 sehingga dapat diselesaikan dengan cepat.
Lihat juga: Tanggapi Polemik Pasal Karet, Kominfo Ajukan Revisi UU ITE
Sementara itu Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan sebelumnya bahwa kesepakatan berlangsung setelah pandangan berbagai fraksi. Selanjutnya pembahasan materi yang lebih komprehensif dan kontekstual akan dilanjutkan dalam masa persidangan ke-5.
“Fraksi-fraksi di Komisi 1 DPR RI menyetujui untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),” terang Kharis.
Hal tersebut ditetapkan, lanjut Kharis, mengingat masa sidang ke-4 akan segera berakhir pada tanggal 13 april 2023. Untuk jadwal masa persidangan ke-5 sendiri akan dimulai sejak tanggal 16 mei 2023 sampai dengan 13 juli 2023.
Ia menyatakan sudah ada sejumlah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang akan dibahas mendatang.
“Kami sampaikan bahwa jumlah DIM RUU sebanyak 38 DIM yang terdiri dari atas usulan yang bersifat tetap 7 DIM, usulan perubahan redaksional 7 DIM, dan usulan perubahan substansi 24 DIM. Selain itu, terdapat 16 DIM RUU usulan baru dari fraksi serta DIM Penjelasan sebanyak 26 DIM,” tutupnya. (lry)