Metaverse Belum Digunakan dalam Grand Design Kebijakan Pendidikan Nasional

Pengajar dari Universitas Negeri Malang, Henry Praherdhiono, memaparkan materi di kegiatan Obral-obrol Literasi Digital bertema "Peluang dan Tantangan Metaverse di Indonesia" yang dilaksanakan daring (17/11/2022).

Jakarta, Ditjen AptikaMetaverse sebagai sebuah inovasi di ruang digital banyak mengundang perhatian masyarakat di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Perkembangan digital tersebut menawarkan realitas virtual yang dinilai mirip dengan dunia nyata, sehingga memungkinkan seseorang untuk beraktivitas sebagaimana di dunia sesungguhnya baik dalam hal sosial, ekonomi, dan pendidikan.

Topik tersebut menjadi sebuah pembahasan dalam kegiatan “Obral-obrol Literasi Digital” (OOTD) yang didukung penuh oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan mengusung tema “Peluang dan Tantangan Metaverse di Indonesia” yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom dan siaran langsung di YouTube, Kamis (17/11/2022).

Pengajar dari Universitas Negeri Malang, Henry Praherdhiono, mengungkapkan saat ini konsep metaverse baru digunakan dalam lingkup pendidikan secara mikro. Menurutnya, metaverse belum secara utuh dapat diimplementasikan dalam kebijakan pendidikan nasional secara makro.

Hal itu karena masih diperlukan edukasi mengenai metaverse dan kecakapan digital secara umum yang merata pada seluruh generasi. Khususnya pembelajar dan mahasiswa yang akan banyak beririsan dengan teknologi tersebut.

Walaupun demikian, Henry menuturkan bahwa konsep metaverse ini sudah dimanfaatkan dalam lingkup mikro, seperti perlombaan, kampanye pendidikan, termasuk gamifikasi kegiatan pembelajaran yang menggunakan smartphone sebagai alat utama. Penerapan tersebut mengandalkan guru-guru sebagai penggerak utama dalam pembelajaran.

“Pada prinsipnya, metaverse tidak ditempatkan di sisi makro (birokrasi), melainkan akan ditempatkan pada sisi mikro yaitu pembelajaran,” terangnya.

Henry kemudian menjelaskan dua platform pendidikan yang berpotensi menggunakan metaverse, yaitu Small Private Online Course (SPOC) yang biasa dijalankan oleh satuan-satuan pendidikan seperti kampus, serta Massive Open Online Course (MOOC) yang biasa dijalankan oleh sistem pendidikan daring seperti Coursera dan Ruangguru. Kedua platform tersebut merupakan metode pembelajaran yang menjadi sasaran untuk implementasi metaverse di Indonesia.

Lihat juga: Kominfo dan Kemendagri Luncurkan MOOC Literasi Digital Sektor Pemerintahan

Mendukung pernyataan Henry, Edho Zell sebagai konten kreator dan Kepala Divisi Konten Siberkreasi yang juga menjadi salah satu narasumber menyampaikan di Indonesia saat ini belum memiliki sistem pendukung yang mampu mengoperasikan metaverse. Akan tetapi, Edho sangat optimis bahwa metaverse dapat memberikan manfaat yang besar sebagai inovasi di ruang digital.

“Metaverse ini ibarat sebuah pisau, jika digunakan dengan baik pisau bisa untuk memasak, tapi jika digunakan dengan buruk bisa untuk menusuk orang. Kuncinya ada pada kemampuan penggunanya,” ungkap Edho.

Acara tersebut juga dihadiri oleh Budi Santosa yang merupakan founder dari Indonesian NFT Community (IDNFT) yang turut menjelaskan peluang dan tantangan utilisasi metaverse dalam rangka mencapai masyarakat Indonesia yang #MakinCakapDigital. (mf)

Print Friendly, PDF & Email