Bali, Ditjen Aptika – Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kementerian Agama dan Kemendikbudristek mengembangkan penyediaan learning management system (LMS) yang ditujukan untuk menunjang proses pembelajaran madrasah dan non madrasah.
“Selain untuk madrasah, LMS juga banyak digunakan oleh sekolah non madrasah. Sistem pendidikan ini bisa digunakan secara gratis, baik sekolah negeri maupun swasta, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi,” kata Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (LAIP) Ditjen Aptika, Bambang Dwi Anggono di Kabupaten Tuban, Bali, Rabu (23/03/2022).
Saat ini, kata Direktur Bambang, sudah ada 1.000 madrasah yang menggunakan LMS untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB) di tahun ini. Dalam waktu dekat, lanjutnya, Direktorat LAIP tengah menyiapkan Penandatanganan Kerja Sama dengan dua sekolah seminari di NTT untuk penerapan aplikasi LMS di kawasan tersebut.
“Semuanya bisa pakai, kita menyusunnya secara bertahap. Nah, ini tantangan bagi kita untuk bisa mandiri menggunakan layanan cloud, sehingga sekolah-sekolah bisa memakai secara gratis. Mereka tidak perlu lagi direpotkan membuat aplikasi sendiri,” kata Bambang.
Dari sisi teknologi, di dalam LMS nantinya akan tersedia beragam fitur mulai dari sarana dan prasarana sekolah, sumber daya manusia (SDM) baik guru (staf sekolah) maupun siswa, hingga manajemen kurikulum pembelajarannya. Bahkan, ada pula manajemen untuk alumninya.
Di dalam LMS, juga telah menerapkan fitur kecerdasan buatan. Sebagai contoh, ketika layar videonya dinyalakan saat pelaksanaan ujian, sistem bisa mendeteksi siswa didampingi oleh siapa.
“Apakah siswa jujur mengerjakannya sendiri atau ada bantuan orang sekitar? Apakah mencari kunci jawaban menggunakan sistem pencari seperti Google misalnya? Sistem akan tahu,” ujar Direktur LAIP memberi contoh.
Sistem juga bisa digunakan untuk mengidentifikasikan potensi siswa. “Diantara banyak anak, siapa yang menonjol? Punya kemampuan apa? Sistem akan bisa merekomendasikan anak ini sebaiknya diarahkan untuk mengikuti pendidikan apa, itu sudah diterapkan dalam LMS ini,” ungkapnya.
Dengan adanya aplikasi LMS, kabupaten/kota yang menjadi penanggung jawab pendidikan juga tidak perlu membangun aplikasi sendiri.
“Sekolah-sekolah yang selama ini menggunakan dana BOS untuk membayar layanan asing, sekarang sudah tidak perlu mengeluarkan satu sen pun untuk digunakan membayar layanan pendidikan daring yang berkualitas tinggi. Jadi mereka bisa melakukan efisiensi juga,” terangnya.
Lihat juga: Pandu Digital Tawarkan Solusi Hemat Internet saat Pembelajaran Daring
Dengan proses seperti ini, biaya pendidikan akan menjadi lebih rendah. “Kalau kita bicara dampak lebih lanjut, maka sekolah bisa melakukan efisiensi sehingga biaya pendidikan menjadi lebih murah. Jadi memang dampaknya akan sangat panjang dan memberikan manfaat,” ujar Direktur LAIP.
Aplikasi Nasional dan Tiga Kedaulatan Data
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), Kementerian Kominfo ditugaskan untuk melakukan pengembangan dan harmonisasi sistem informasi yang ada di Indonesia.
Dalam konteks kerja sama PKS antara Kominfo, Kementerian Agama, dan Kemendikbud, sudah bersama-sama membangun sebuah layanan sistem pendidikan nasional terpadu. Hal itu sejalan dengan arahan Menkominfo bahwa Indonesia telah masuk pada era untuk menjaga kedaulatan data (digital sovereignty).
“Sebelumnya kita bicara masalah kedaulatan wilayah Indonesia, kemudian kita bicara di tahun 1945 kedaulatan negara Indonesia, lalu ada pula Deklarasi Djuanda yang membahas isu yang sama,” tandas Direktur LAIP.
Jika melihat ketiga hal yang disampaikan Menteri Johnny, maka Indonesia sudah harus mampu menyediakan suatu sistem milik Indonesia asli. Sistem yang mampu memberikan layanan pendidikan yang lengkap dan berkualitas.
“Tidak tergantung pada negara lain, tetapi Indonesia sudah harus bisa mandiri tidak lagi dijajah secara digital oleh pihak-pihak asing. Kita bisa menjaga kedaulatan data dan kedaulatan digital” tegas Bambang.
Dalam pandangan Direktur LAIP, selain ketiga kedaulatan itu masih ada lagi kedaulatan yang lain yakni kedaulatan intelektual. Bila menggunakan layanan pendidikan milik asing, menurut Bambang, ada potensi terjadi proses analitik terhadap setiap inovasi yang dibuat oleh para siswa.
“Padahal, ide-ide kreatif yang mereka buat itu adalah bagian dari kekayaan intelektual. Nah, kalau kita bisa menjadikan sistem pendidikan terpadu, maka intelektual anak-anak bangsa bisa ikut terjaga,” tegasnya.
Lihat juga: Hadiri Pertemuan UNCTAD, Menteri Johnny Tekankan Pentingnya Aspek Kedaulatan Data untuk Indonesia
Berikutnya, jika berbicara tentang bagaimana sebuah instansi pemerintah mendorong efektivitas dan efisiensi, apabila menggunakan layanan asing maka biayanya akan sangat tinggi.
“Kalau kita hitung per anak per bulan, kita harus membayar 3 dolar Amerika Serikat. Untuk menyediakan layanan bagi kurang lebih 65 juta anak, maka biayanya akan sangat tinggi,” tuturnya lagi.
Jika Indonesia bisa menyediakan layanan secara mandiri atau nasional, maka selain menghemat biaya, juga akan kaya dengan fitur. Setiap kebijakan yang muncul akan diterjemahkan dalam bentuk layanan LMS.
“Jadi dari segala aspek, pasti akan sangat menguntungkan. Sedangkan dari segi kekayaan intelektual, kedaulatan dan kemandirian bangsa juga akan menjadi lebih tinggi,” pungkas Direktur Bambang. (hm.ys)