Jakarta, Ditjen Aptika – Isu mengenai pinjaman online (pinjol) ilegal ramai diberitakan media selama akhir pekan. Media mengangkat pernyataan Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L Tobing bahwa 3.631 perusahaan pinjol ilegal telah diblokir sejak 2018 sampai hari Jumat (12/11). Jumlah itu terus bertambah dari waktu ke waktu sesuai dengan pertambahan aduan dari masyarakat.
“Jumlah pinjol ilegal saat ini ada 3.631 yang sudah kita blokir situs dan aplikasinya,” ujarnya yang dikutip CNNIndonesia.com, Jumat (12/11/2021).
Sementara itu jumlah aduan yang masuk ke SWI mencapai 8.000 aduan. Pengaduan berasal dari korban langsung maupun masyarakat umum. Kendati begitu, SWI tidak mengetahui berapa jumlah pengguna pinjol ilegal karena tidak dapat dipantau langsung oleh lembaga. Begitu juga dengan perputaran dana di pinjol ilegal.
Subkoordinator Layanan Aduan Masyarakat dan Institusi Kemkominfo, Taruli mencatat jumlah pengaduan pinjol ilegal yang masuk ke Kominfo mencapai 21 ribu aduan. Menurutnya, jumlah aduan yang masuk sangat banyak karena pelaporannya berdasarkan konten, sehingga satu pinjol ilegal bisa diadukan masyarakat atas beberapa konten.
Pengawas Pelindungan Data Pribadi Disarankan di Bawah Pemerintah agar RUU PDP Segera Disahkan
Isu mengenai RUU PDP juga ramai diberitakan media selama akhir pekan. Pengajar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Sinta Dewi Rosadi berpendapat tidak masalah jika RUU PDP menempatkan otoritas lembaga pengawas data pribadi di bawah pemerintah untuk sementara.
Menurutnya yang terpenting adalah RUU PDP segera disahkan karena RUU itu dinilai telah mandek terlalu lama akibat perbedaan pandangan mengenai kedudukan otoritas lembaga pengawas tersebut.
“Kalau memang ini tidak berhasil dicapai kesepakatan, mungkin secara bertahap. Artinya sekarang yang terbaik adalah mungkin ada di pemerintah sendiri,” kata Sinta dikutip dari Kompas.com, Jumat (12/11/2021)
Sinta mengakui, idealnya otoritas pengawas itu merupakan lembaga baru yang independen, selanjutnya bergabung dengan otoritas yang sudah ada, namun pada akhirnya tidak masalah jika lembaga itu berada di bawah eksekutif daripada menunggu pengasahan RUU PDP lebih lama. (pag)