Jakarta, Ditjen Aptika – Pemerintah hadir dalam pelindungan data pribadi (PDP) masyarakat lewat tiga pilar. Upaya tersebut dilakukan secara kolaboratif bersama para pemangku kepentingan.
“Pemerintah harus hadir dalam segala sendi-sendi kehidupan masyarakat, termasuk dalam upaya melindungi data pribadi. Pilar-pilar tersebut adalah regulasi, koordinasi, dan pembangunan infrastruktur,” jelas Sub Koordinator Bidang Regulasi PDP Direktorat Tata Kelola Aptika, Tuaman Manurung dalam Siberkreasi Hangout Online, Kamis (12/08/2021).
Ia menyampaikan tiga pilar tersebut membantu pemerintah untuk bersama-sama melindungi data pribadi. “Pilar pembangunan infrastruktur dilakukan oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam penyediaan perangkat untuk mengawasi dan melakukan tindakan terhadap kejahatan siber (cybercrime),” katanya.
Kemkominfo melalui Ditjen Aptika melakukan pilar regulasi dengan menyusun RUU PDP yang diharapkan dapat selesai dan diundangkan di tahun 2021.
“Pilar kolaborasi dilakukan bersama-sama dengan berbagai kementerian atau lembaga, asosiasi, akademisi, maupun praktisi melalui dialog hingga diskusi, yang bertujuan untuk memberikan literasi digital dalam membangun awareness terhadap pelindungan data pribadi,” kata Tuaman.
Baginya, kolaborasi memberikan literasi digital adalah salah satu cara meningkatkan social engineering masyarakat.
“Berbagai pihak tidak hanya dapat memberikan pengetahuan mengenai budaya hukum dan penegakan hukum yang massif, tapi juga dapat melakukan penguatan pondasi terhadap pemahaman hukum masyarakat, seperti aware terhadap data pribadi dan resiko kebocorannya,” tambahnya.
Ia berharap pilar-pilar ini terus dijalankan dalam melindungi data pribadi dan masyarakat Indonesia dapat bersama-sama menjaga data pribadi.
Lihat juga: Panja Pemerintah Bahas Penyempurnaan Pasal RUU PDP Bersama DPR
Persamaan RUU PDP dengan General Data Protection Regulation (GDPR)
Sementara itu Founder Tifa Foundation, Shita Laksmi memberikan penjelasan mengenai perbedaan RUU PDP dengan GDPR.
“Apabila dibandingkan, ada persamaan antara RUU PDP dengan GDPR, diantaranya prinsip proses data, berlaku ekstrateritorial, penggunaan istilah yang sama seperti penyebutan subjek data, dan ruang lingkup yang sama yaitu privat dan publik,” jelasnya.
Selain persamaan, ada juga beberapa perbedaan seperti pemisahaan data pribadi yang menjadi data publik. “Di dalam GDPR, penggunaan data pribadi menjadi data publik untuk konteks jurnalistik dibolehkan, namun dalam RUU PDP belum,” terang Shita.
GDPR menyebutkan istilah data sensitif seperti seksualitas, informasi keuangan, dan organisasi buruh, sedangkan dalam RUU PDP menggunakan istilah data spesifik.
Lihat juga: Menkominfo: Indonesia Terapkan PDP untuk Masuki Era Terbuka
Perbedaan tersebut disebabkan beberapa hal dalam GDPR yang tidak sesuai dengan kondisi Indonesia sehingga tidak dicantumkan dalam RUU PDP. Sedangkan RUU PDP disesuaikan dengan karakteristik Indonesia.
“Perumusan RUU PDP memang tidak sebentar, harapannya masyarakat dapat bersabar dan dapat bersama-sama jaga data,” pungkas Shita. (pag)