Sejak Januari Hingga Juni 2021 Kominfo Tangani 447 Fintech Ilegal

Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemkominfo, Teguh Arifyadi saat Webinar Memerangi Pinjol Ilegal dan Memperkuat Reputasi Fintech Lending, Jumat (30/07/2021).

Jakarta, Ditjen Aptika – Kementerian Kominfo terhitung sejak Januari hingga 18 Juni 2021 telah menangani atau memblokir 447 fintech (financial technology) ilegal. Laporan pengaduan rekening juga meningkat drastis.

“Hanya dalam rentang waktu kurang dari enam bulan kami telah menangani sebanyak 447 kasus fintech ilegal, ini menandakan betapa banyaknya oknum-oknum tersebut. Tercatat penanganan terhadap file sharing ada 191, disusul aplikasi 105, media sosial 76, dan website sebanyak 75,” papar Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemkominfo, Teguh Arifyadi saat Webinar Memerangi Pinjol Ilegal dan Memperkuat Reputasi Fintech Lending, Jumat (30/07/2021).

Hal tersebut sejalan dengan laporan dari situs pengaduan rekening yang dimiliki Kemkominfo yakni cekrekening.id. Dalam statistik cekrekening.id tertera bahwa pada Juni 2020 jumlah laporan pengaduan rekening hanya berjumlah 194 rekening, tetapi pada Mei 2021 meningkat drastis menjadi 2.403 rekening.

“Hal tersebut menunjukan setelah setahun berlangsungnya pandemi masyarakat semakin membutuhkan pinjaman dana, dan pinjaman online menjadi pilihan yang menarik bagi masyarakat,” ungkap Teguh.

Statistik Penanganan Fintech Ilegal (30/7).

Ia tidak memungkiri hadirnya pinjaman daring sangat membantu masyarakat dalam mengatasi masalah keuangan, tapi dengan catatan pinjaman yang legal. Namun hadirnya oknum-oknum pinjaman ilegal itu justru sangat menambah beban masyarakat.

Kemkominfo sendiri memiliki dua tugas dalam menangani fintech yang ada di Indonesia, yakni pendaftaran dan pengendalian. “Seperti diketahui bersama, sesuai amanat PP 71/2019 tentang PSTE, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) baik lingkup publik maupun privat harus terdaftar,” tegasnya.

Lihat juga: PM Kominfo tentang PSE Lingkup Privat akan Minimalisir Fintech Ilegal

Hal tersebut agar pemerintah mengetahui semua jenis layanan sistem elektronik yang ada di Indonesia dan memastikan PSE beroperasi sesuai dengan aturan. Selain itu, pendaftaran juga diperlukan guna mewujudkan penyelenggaraan sistem dan transaksi elekronik yang andal, aman, terpercaya, dan bertanggung jawab.

“Namun perlu diperhatikan, pendaftaran PSE di Kemkominfo konteksnya adminstratif bukan perizinan. Misalkan untuk fintech dapat menjalankan bisnisnya harus mendapat perizinan dari sektor terkait, dalam hal ini OJK,” jelas Teguh.

Mengenai pengendalian, ia menjelaskan Kemkominfo memiliki kanal aduan konten yang menerima lebih dari 100.000 laporan setiap tahun. Jika pada masa Pilpres atau politik aduan didominasi oleh hoaks politik, pada masa pandemi ini banyak mengenai kesehatan dan layanan fintech.

“Selanjutnya kami juga melakukan patroli siber yang dilakukan 24 jam setiap harinya. Hasil dari patroli siber kami rekap dan sampaikan ke masing-masing instansi sektoral, untuk fintech kami serahkan ke OJK,” terangnya.

Lanjut Teguh, hasil tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh OJK berupa surat rekomendasi pemblokiran fintech yang dinyatakan ilegal atau tidak memenuhi persyaratan. Pemblokiran itu memang bukan solusi jangka panjang, tetapi dapat menekan beredarnya fintech ilegal.

Ia juga mengungkapkan, meskipun sudah dilakukan pemblokiran tapi masyarakat tetap mencari melalui berbagai cara. Seperti meng-install aplikasi di luar Playstore atau Apple Store hingga memakai VPN.

“Oleh karenanya Kemkominfo bersama berbagai mitra termasuk OJK juga terus melakukan upaya edukasi dan literasi kepada masyarakat agar tidak terjerat fintech ilegal,” pungkas Teguh.

Lihat juga: Literasi Jadi Solusi Utama Berantas Fintech Ilegal

Para pembicara (30/7).

Senada dengan Plt. Direktur Pengendalian Aptika, Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam L Tobing mengatakan bahwa perlu peran bersama antara masyarakat juga pemerintah dalam memberantas fintech ilegal.

“Harus diakui penyebab maraknya oknum-oknum fintech ilegal juga dikarenakan adanya pasar yang diakibatkan rendahnya tingkat literasi,” tuturnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Tongam mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya baik preventif maupun represif. Upaya preventif dengan memberikan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai kanal yang dimiliki.

“Sedangkan upaya represif tentunya menindak tegas dengan memberikan rekomendasi kepada Kemkominfo untuk melakukan pemblokiran. Selain itu juga berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk penegakan hukum,” tegas Tongam.

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) itu juga memberikan beberapa tips kepada masyarakat, baik yang belum maupun telanjur meminjam uang kepada fintech ilegal. Bagi masyarakat yang baru akan melakukan pinjaman, Tongam meminta masyarakat agar memperhatikan hal berikut:

  1. Hanya pinjam ke fintech peer to peer lending yang terdaftar di OJK;
  2. Pinjam sesuai kebutuhan dan kemampuan;
  3. Pinjam untuk kepentingan yang produktif; dan
  4. Pahami manfaat, biaya, bunga, dan risikonya.

Sementara itu tips bagi masyarakat yang sudah terlanjur meminjam pada pinjaman ilegal, Tongam meminta masyarakat melakukan hal berikut:

  1. Segera lunasi;
  2. Laporkan ke SWI melalui email waspadainvestasi@ojk.go.id untuk dilakukan pemblokiran, pengumuman, dan laporan ke kepolisian;
  3. Apabila memiliki keterbatasan kemampuan untuk membayar, ajukan restrukturisasi berupa pengurangan bunga, perpanjangan jangka waktu, maupun penghapusan denda;
  4. Apabila sudah jatuh tempo dan tidak mampu membayar, maka hentikan upaya pencarian pinjaman baru untuk membayar hutang lama.

“Terakhir apabila masyarakat sudah mendapatkan penagihan tidak beretika seperti teror dan intimidasi, maka masyarakat harus memblokir semua nomor-nomor itu. Beritahu kepada kontak-kontak yang lain untuk mengabaikan dan segera melaporkan kepada pihak berwajib,” tutup Tongam. (lry)

Print Friendly, PDF & Email