Gerakan Nasional Literasi Digital, Bahas Solusi UMKM Hadapi Pandemi

Dirjen Aptika, Semuel A. Pangerapan dalam Talkshow Peluncuran Program Literasi Digital Nasional: Indonesia Makin Cakap Digital, Kamis (20/05/2021).

Jakarta, Ditjen Aptika – Isu mengenai literasi digital ramai diberitakan media setelah adanya Indonesia Makin Cakap Digital dengan tema Pemanfaatkan Market Place Untuk Usaha Online Bagi UMKM yang dihelat secara daring.

Dalam kegiatan tersebut, Founder & CEO Ekuatir Media dan Ex VP Bukalapak, saat ini marketplace sangat penting dalam membantu UMKM memasarkan produk sehingga mereka bisa bertahan dan berjualan di masa pandemi.

“Marketplace juga memiliki banyak program promo seperti gratis ongkir, cashback dan diskon sehingga mampu menjadi daya tarik bagi konsumen untuk berbelanja di toko online milik UMKM (72 persen),” ucap Budi Putra selaku F dikutip dari Tribunnews.com, Senin (07/06/2021).

Seperti yang diketahui, bahwa pandemi Covid-19 telah mempercepat adopsi digital pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), khususnya dalam mengalihkan bisnis dari offline ke online, seperti marketplace.

Kegiatan Gerakan Nasional Literasi 2021 ini diadakan di 77 kota dan kabupaten area Sumatera II, mulai dari Aceh sampai Lampung dengan jumlah peserta sebanyak 600 orang yang ditujukan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (Polri), Orang Tua, Pelajar, Penggiat Usaha, Pendakwah dan sebagainya.

Ramai- Ramai Mengatur Sosial Media

Isu mengenai Peraturan Menteri Kominfo tentang PSE Lingkup Privat juga ramai diberitakan media setelah diresmikan pada 24 Mei lalu. Media membahas kritikan yang didapatkan Kemkominfo.

Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar memiliki kekhawatiran terhadap mekanisme regulasi tersebut. “Ini yang kemudian (berpotensi) terjadi overblocking,” katanya dikutip dari Tempo.co, Senin (07/06/2021).

Menurut dia, data pribadi dan pembatasan hak, seperti take down, hanya bisa dilakukan lewat regulasi setingkat Undang-Undang atau putusan pengadilan. Wahyudi menambahkan aturan itu menimbulkan kondisi state-centered, karena menempatkan pemerintah sebagai regulator, pengawas, sekaligus pemberi sanksi. Hal ini jauh dari nilai demokrasi. (pag)

 

Print Friendly, PDF & Email