Jakarta, Ditjen Aptika – Isu terkait pemblokiran aplikasi Snack Video turut mewarnai pemberitaan dalam 24 jam terakhir. Isu berkembang usai pihak pengembang Snack Video diklaim tak terima dan bakal mengajukan sanggahan atas pemblokiran yang telah dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Media mengutip pernyataan Juru Bicara Kemkominfo Dedy Permadi prihal pemblokiran tersebut, Dedy menyebutkan pihak Snack Video tidak tinggal diam dan tengah mengajukan sanggahan ke OJK mengenai legalitas usaha. “Dengan kondisi ini, maka posisi Kemkominfo selanjutnya juga akan ditentukan oleh hasil sanggahan tersebut,” kata Dedy, Kamis (04/03/2021).
Ia menjelaskan saat ini aplikasi tersebut telah diblokir. Adapun, pemblokiran situs tersebut merupakan permintaan dari OJK. Namun, aplikasi tersebut masih dapat diunduh di Playstore. Pasalnya, pengajuan pemblokiran memang membutuhkan waktu untuk berkoordinasi dengan Google di Amerika Serikat.
Berdasarkan pernyataan dari OJK, lanjutnya, Snack Video termasuk ilegal karena tidak memiliki izin sebagai penyelenggara sistem informasi di Kemenkominfo. Selain itu, aplikasi itu juga belum mengantongi izin kegiatan usahanya di Indonesia.
Sekadar catatan, kejadian Snack Video dapat dikatakan serupa dengan aplikasi TikTok Cash dan VTube, yang telah resmi diblokir oleh pemerintah karena dianggap ilegal dengan berbasis money game. Money game merupakan skema yang menawarkan pendapatan untuk penggunanya dengan hanya menonton video dari unggahan pengguna aplikasi dan menggunakan sistem mengajak teman.
Seputar Revisi UU ITE
Isu mengenai revisi UU ITE juga masih berkembang, Tim kajian Undang-undang Infomasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah mengumpulkan sejumlah masukan dari narasumber pelapor dan terlapor beleid tersebut. Beragam masukan dan pandangan narasumber yang pernah bersinggungan dengan UU ITE diterima.
Seluruh narasumber berkorespondensi dengan tim secara virtual. Kalangan terlapor yang hadir antara lain Muhammad Arsyad, Ravio Patra, Prita Mulyasari, Yahdi Basma, dan Teddy Sukardi. Sementara dari kalangan pelapor, Alvin Lie, Nikita Mirzani, Dewi Tanjung, dan Muannas Al Aidid bertukar informasi dengan tim.
Dalam kesempatan yang sama, Prita Mulyasari, ibu rumah tangga yang juga pernah bersinggungan dengan UU ITE menekankan pentingnya edukasi di media sosial. Ini harus dilakukan agar masyarakat tidak terjebak dalam kasus hukum.
“Edukasi kepada generasi muda bagaimana tata krama dari media sosial karena saya lihat banyak anak muda tanpa berpikir dua kali langsung mem-posting di media sosial dan tidak banyak berpikir bahwa akan ada akibatnya, “ujar Prita.
Ketua Tim Revisi UU ITE Sugeng Purnomo berharap masukan narasumber dapat menjadi bahan diskusi tim dalam pembahasan selanjutnya. Diskusi akan diperdalam dengan melibatkan subtim I dan subtim II. Usai menghimpun masukan dan saran dari pihak pelapor dan terlapor, berikutnya tim akan menghimpun saran dan masukan dari kelompok aktivis, masyarakat, sipil, praktisi dan asosiasi pers.
Vaksinasi Covid-19
Program vaksinasi COVID-19 untuk masyarakat sudah dimulai sejak bulan lalu, ada hal lain yang perlu diperhatikan yaitu tidak perlu mengunggah sertifikat vaksin ke media sosial atau membagikannya secara sembarangan.
“Terkait privasi data, masyarakat agar tidak sembarangan membagikan sertifikat vaksin COVID-19 atau tiket vaksinasi yang mengandung kode QR ke media sosial,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate.
Setiap orang yang sudah divaksin Covid-19 akan mendapatkan sertifikat, tanda bahwa dia sudah disuntikkan vaksin pada tanggal tertentu. Sertifikat diberikan dua kali, ketika vaksinasi pertama dan kedua. Sertifikat ini akan diberikan dalam bentuk fisik, di tempat vaksinasi, maupun digital melalui aplikasi PeduliLindungi.
Warga yang sudah divaksin juga akan mendapat SMS dari 119 berisi tautan untuk sertifikat vaksin Covid-19 versi digital. Dalam sertifikat vaksinasi Covid-19, tertera nama lengkap, tanggal lahir dan nomor induk kependudukan.
Sekilas terlihat data-data tersebut berdiri sendiri, namun, sebenarnya ketika dirangkai, data tersebut bisa digunakan untuk mengidentifikasi individu. Misalnya dengan menggabungkan nama lengkap, NIK dan tanggal lahir, seseorang yang memiliki keahlian dalam melacak data bisa mendapatkan nomor ponsel orang yang dimaksud.
Selain berkaitan dengan data pribadi, informasi yang berkaitan dengan kesehatan juga berkaitan dengan privasi atau kerahasiaan. “Pada prinsipnya, informasi terkait kesehatan seperti informasi penyakit yang diderita, riwayat kesehatan, adalah informasi pribadi. Maka, informasi ini selayaknya tidak dipublikasikan secara tidak perlu,” kata Johnny. (lry)