Jakarta, Ditjen Aptika – Pemerintah membentuk Tim Kajian UU ITE untuk menindaklanjuti wacana revisi terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tim terdiri dari tiga kementerian, yaitu Kemenko Polhukam, Kementerian Kominfo, dan Kemenkumham.
“Menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan kajian terhadap kriteria implementatif dan rumusan substansi UU ITE, maka Kemenko Polhukam bersama Kementerian Kominfo dan Kemenkumham membentuk Tim Kajian UU ITE yang terbagi dalam dua sub tim,” ujar Menteri Kominfo, Johnny G. Plate saat konferensi pers di Jakarta, Senin (22/02/2021).
Sub tim pertama (Tim Perumus Kriteria Penerapan UU ITE) bertugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE yang sering dianggap multitafsir. Sedangkan sub tim kedua (Tim Telaah Subtansi UU ITE) melakukan telaahan atas sejumlah pasal UU ITE untuk menentukan perlu atau tidaknya revisi.
Mengenai pembentukan tim tersebut, Menkominfo mengatakan Indonesia telah memilih mengedepankan prinsip demokrasi Indonesia melalui kebebasan pers, kebebasan berserikat/berkumpul, dan kebebasan menyatakan pendapat.
“Meskipun pasal-pasal UU ITE (27, 28, dan 29) yang dianggap multitafsir telah 10 kali diajukan ke MK dalam rangka judicial review dan hasilnya ditolak. Selalu terbuka kemungkinan dalam rangka menambah, mengurangi, mengubah untuk penyempurnaan UU itu sendiri,” jelas Menteri Johnny.
Menkominfo juga menekankan Kemkominfo akan fokus menangani kajian dan pedoman pelaksanaan Undang-Undang ITE. “Pedoman pelaksanaan UU ITE ini bukan norma hukum baru, jangan sampai keliru ditafsirkan seolah-olah membuat satu tafsiran terhadap undang-undang,” tegasnya.
Lihat juga: UU ITE Menjerat Ujaran Kebencian Berdasarkan SARA
Menurutnya, pedoman pelaksanaan UU ITE menjadi acuan bagi aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti UU ITE apabila terjadi sengketa. Baik itu oleh Kepolisian RI, Kejaksaan RI atau lembaga-lembaga lainnya di ruang fisik dan tentunya oleh Kemkominfo dalam menjaga ruang digital.
Dalam kesempatan tersebut ia juga mengingatkan bahwa saat ini suatu keniscayaan bagi Indonesia bertransformasi ke ruang digital. Sehingga dibutuhkan payung hukum yang memadai guna menjaga dan mengawal ruang digital agar aman, bersih, kondusif, produktif dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Di sisi lain, payung hukum juga harus mampu menjamin pemenuhan rasa keadilan masyarakat. Untuk itu saya menggarisbawahi jangan sampai dalam pelaksanaan dua tim berdampak pada kekosongan payung hukum di dalam ruang digital,” tandas Johnny.
Hal itu penting karena ruang digital merupakan ruang masyarakat yang hampir semua aktivitasnya seperti di ruang fisik. Payung hukum tata kelola kehidupan kemasyarakatan tidak saja di ruang fisik tapi juga ruang digital.
Menkominfo juga menyinggung data sebagai komponen penting dalam ruang digital. Penting untuk memastikan tata kelola data berjalan baik, mengingat data bergerak ekstrateritorial melampaui batas yurisdiksi negara.
“Saat ini dalam forum internasional posisi Indonesia cukup kuat dan tegas dalam mengatur protokol yang memadai dalam tata kelola pergerakan data lintas batas negara. Selain UU ITE, UU terkait lainnya dibutuhkan untuk menjaga agar ruang digital kita bermanfaat bagi kepentingan masyarakat dan dapat menjamin keadilan bagi masyarakat,” ungkapnya.
Lihat juga: Mastel: Waspadai Perang Data antara Korporasi versus Negara
Menteri Johnny kembali menegaskan bahwa pemerintah akan kerja maraton dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat, para ahli akademisi, dan lingkungan kerja kementerian/lembaga terkait, termasuk menerima masukan dari media.
“Hal itu demi menghasilkan suatu pedoman pelaksanaan yang dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan dalam penegakan hukum di Indonesia,” pungkasnya. (lry)
Surat Keputusan Menko Polhukam Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian UU ITE