Jakarta, Ditjen Aptika – Nasionalisme merupakan sebuah sikap yang harus dikembangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di era digital saat ini. Literasi digital diperlukan untuk dapat memupuk sikap tersebut.
“Fenomena maraknya penyebaran paham radikal di ruang digital terjadi karena masyarakat merasa kehadiran ruang digital bukan merupakan bagian dari realitas. Di sini peran penting literasi digital, kita harus memberikan pemahaman apa yang kita lakukan secara fisik seharusnya terefleksikan juga saat beraktivitas di ruang digital,” jelas Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, saat acara Webinar Digital Culture Membangun Karakter Bangsa di era digital, Selasa (23/02/2021).
Berdasarkan hasil studi RAND Europe tentang radikalisme di ruang digital, terdapat beberapa wawasan menarik yang menunjukan sisi negatif ruang digital yang dapat mengancam pertumbuhan nasionalisme. Pertama, ruang digital beserta karakteristiknya dapat digunakan untuk memfasilitasi penyebaran konten-konten yang menghambat pertumbuhan nasionalisme.
“Kedua, ruang digital bertindak sebagai echo chambers sehingga memudahkan konten radikalisme untuk menemukan target yang sesuai. Ketiga, ruang digital memungkinkan terjadinya percepatan radikalisasi,” tandasnya.
Lihat juga: Henri: Dulu Segregasi Sosial, Sekarang Segregasi Digital
Menurutnya pada era digital tentunya nilai-nilai nasionalisme harus ditanamkan melalui literasi digital, agar masyarakat bisa menjadikan pancasila sebagai pembatas dari pemahaman yang menggerus kedaulatan negara. Kemkominfo memiliki empat kerangka literasi digital, salah satunya digital culture, yang mengajarkan mengenai wawasan kebangsaan di ruang digital.
“Kami ada empat kerangka literasi digital, yakni digital skill, digital ethics, digital safety, dan yang baru saja saya jelaskan digital culture. Dalam digital culture kami tingkatkan kemampuan individu masyarakat dalam membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila, serta Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari,” papar Semuel.
Dirinya menjelaskan bahwa ada empat dasar yang akan ditanamkan dalam digital culture, yakni:
- Pengetahuan dasar akan Pancasila serta Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan kehidupan berbudaya, berbangsa, dan berbahasa Indonesia;
- Pengetahuan dasar membedakan informasi mana saja yang tidak sejalan dengan nilai pancasila pada mesin telusur;
- Pengetahuan dasar mengetahui pentingnya multikulturalisme dan kebhinekaan, serta memahami cara melestarikan bahasa daerah, seni, dan budaya dalam ruang digital;
- Pengetahuan dasar yang mendorong perilaku mencintai produk dalam negeri, serta memahami hak atas akses kebebasan berekspresi dan hak atas kekayaan intelektual di dunia digital.
“Terkait dengan pengembangan literasi digital berbasis nasionalisme ini, kami kerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Karena kita perlu konten-konten terkait dan BPIP merupakan lembaga yang paling tepat,” tuturnya.
Hal tersebut menurutnya merupakan bentuk nyata kolaborasi antar lembaga pemerintahan untuk membangun Indonesia yang cerdas dan bermartabat. Transformasi digital sendiri baginya ibarat berpindah kapal, dimana pemerintah bersama-sama dengan stakeholder terkait harus bisa memindahkan seluruh masyarakat Indonesia dengan beragam cara berbeda.
“Prinsipnya nobody left behind, oleh karena itu literasi digital tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja,” tegasnya.
Pada kesempatan tersebut dirinya juga mengajak masyarakat memberikan apresiasi terhadap orang-orang yang menyebarkan konten-konten positif di ruang digital. “Contohnya kita bisa memberikan like atau memberikan dukungan melalui kolom komentar pada postingannya,” ajaknya.
Lihat juga: Literasi Digital Jadi Kunci Keberhasilan Transformasi Digital
Sementara itu Wakil Kepala BPIP, Hariono, mengatakan era digital menghadirkan peluang dan tantangan bagi masyarakat Indonesia terkhusus generasi muda. Oleh karenanya penting untuk melakukan filtering sehingga masyarakat tidak menjadi korban banjir informasi di era digital.
Menurutnya nilai Pancasila diharapkan bukan hanya sebagai penyaring, tetapi juga menjadi penggerak kemajuan bangsa. “Melalui ruang digital masyarakat Indonesia harus menunjukan bahwa kualitas anak-anak muda kita tidak kalah dibanding dengan negara lain,” tandasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Pancasila telah menjadi tatanan hidup bangsa dan negara. Sehingga setiap masyarakat Indonesia punya tanggung jawab moral bagaimana Pancasila bisa di aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di ruang digital.
“Pancasila tidak berhenti sebagai alat pemersatu bangsa, mari kita gunakan kesempatan adanya ruang digital ini untuk menjadikan Pancasila sebagai kekuatan kemajuan bangsa Indonesia,” pungkasnya. (lry)