Dirjen Aptika: Tiga Regulasi Ini Atur Platform Online di Indonesia

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, saat acara Webinar Persaingan Usaha di Platform Online, Selasa (16/02/2021).

Jakarta, Ditjen Aptika – Pesatnya pertumbuhan platform daring di ruang digital perlu didukung oleh seperangkat aturan. Tercatat ada tiga regulasi yang mengatur platform online beroperasi di Indonesia.

“Pemerintah sebagai regulator setidaknya menyediakan tiga aturan, yakni UU 19/2016 tentang ITE, PP 71/2019 tentang PSTE, dan yang terbaru PM Kominfo 5/2020 tentang PSE lingkup privat,” jelas Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, saat acara Webinar Persaingan Usaha di Platform Online, Selasa (16/02/2021).

UU ITE mengatur mengenai pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik agar dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi. Hal tersebut tercermin dalam pasal 40 ayat (1) dan ayat (2).

“Terkait dengan penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik, dibuat peraturan pelaksana UU ITE yakni PP 71/2019 tentang PSTE,” terangnya.

Dalam PP PSTE dibuat pembagian enam klaster layanan penyelenggara sistem elektronik (PSE) privat, yaitu:

  1. Menyediakan, mengelola, mengoperasikan perdagangan barang atau jasa, contohnya toko online;
  2. Menyediakan, mengelola, mengoperasikan layanan transaksi keuangan, contohnya fintech;
  3. Pengiriman materi atau muatan digital berbayar melalui jaringan data, pengiriman lewat surat elektronik atau melalui aplikasi lain ke perangkat pengguna, contohnya layanan on-demand berbayar;
  4. Menyediakan, mengelola, mengoperasikan layanan komunikasi meliputi pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan dalam jaringan dalam bentuk platform digital, contohnya media sosial;
  5. Layanan penyediaan informasi elektronik yang berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film, dan permainan, contohnya mesin pencari; dan
  6. Layanan yang tidak termasuk lima kategori sebelumnya tetapi melakukan pemrosesan data pribadi untuk kegiatan operasional melayani masyarakat yang terkait dengan aktivitas transaksi elektronik.

“Kita membagi dalam beberapa kategori untuk memetakan pelaku ekosistem platform online, sehingga kita bisa mengatur persaingannya. Aturan yang dibuat ini berlaku baik dia berdomisili di Indonesia ataupun tidak,” tutur Semuel.

Gambaran umum platform digital di Indonesia (16/2).

Lebih jelas lagi dalam mengatur PSE lingkup privat, terdapat dua mekanisme yang diatur dalam PM Kominfo 5/2020, yakni pendaftaran dan pengendalian.

Mekanisme pendaftaran oleh PSE lingkup privat diperlukan agar pemerintah mengetahui semua jenis layanan sistem elektronik yang ada dalam wilayah Indonesia. Serta memastikan bahwa PSE lingkup privat dapat beroperasi sesuai dengan segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku di wilayah Indonesia.

“Mekanisme pendaftaran juga diperlukan untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik yang andal, aman, terpercaya, dan bertanggung jawab,” terang Dirjen Aptika itu.

Sedangkan mekanisme pengendalian oleh Kemenkominfo terhadap PSE lingkup privat diperlukan agar pemerintah mampu meminimalisir resiko kejahatan siber, penyalahgunaan data, dan pelanggaran konten yang mungkin terjadi akibat derasnya arus informasi dan cepatnya perkembangan teknologi.

“Mekanisme pengendalian juga diperlukan untuk memastikan PSE lingkup privat dapat tunduk terhadap segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku di wilayah Indonesia,” tandasnya.

Semuel juga menjelaskan dalam PM Kominfo 5/2020 disebutkan mengenai penjatuhan sanksi adminstratif. Ia mencontohkan bagi PSE yang tidak melakukan pendaftaran akan dilakukan pemutusan akses terhadap sistem elektronik (access blocking).

Sedangkan bagi PSE yang telah mempunyai tanda daftar tetapi tidak melaporkan perubahan terhadap informasi pendaftaran atau tidak memberikan informasi pendaftaran dengan benar akan dilakukan penghentian sementara, pemutusan akses terhadap sistem elektronik, teguran tertulis, hingga pencabutan tanda daftar.

Dirjen Aptika yang juga pernah menjadi Ketua APJII tersebut menerangkan bahwa regulasi diperlukan untuk memberikan pedoman dan norma bagi penyelenggara layanan dalam menemukan titik keseimbangan pada beberapa aspek, seperti:

  1. Pelindungan terhadap kebebasan berekspresi di ruang digital dengan tetap mengendalikan konten yang beredar di ruang digital;
  2. Pelindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang tetap menjamin distribusi penggunaan materi secara adil di ruang digital;
  3. Meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu PSE; dan
  4. Mendorong masyarakat menjadi lebih cerdas dan hati-hati untuk melakukan transaksi melalui informasi tanda daftar PSE.

“Kita harus menciptakan dan menjaga equal playing fields, dimana semua harus patuh terhadap peraturan yang sama. Jika harus mendaftar ya semua mendaftar, jika harus membayar pajak ya semua membayar,” pungkasnya.

Para pembicara dalam webinar Persaingan Usaha di Platform Online (16/2).

Selain Dirjen Aptika, webinar Persaingan Usaha di Platform Online yang diselenggarakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga dihadiri oleh Ketua KPPU Kodrat Wibowo, Dosan FEB UI Ana Amalyah, dan Head of Public Policy and Government Relations Bukalapak Even Alex Chandra. (lry)

Print Friendly, PDF & Email