Jakarta, Ditjen Aptika – Selama pandemi Covid-19 transformasi digital berlangsung lebih cepat. Empat pilar literasi bantu tingkatkan pemahaman masyarakat di ruang digital untuk mendukung transformasi digital tersebut.
“Literasi digital mampu mengatasi masalah yang timbul karena tidak memahami apa itu ruang digital dan bagaimana beraktivitas di ruang ini, ” ujar Dirjen Aptika, Semuel A. Pangerapan dalam Siberkreasi Hangout Online “Dampak Teknologi terhadap Perkembangan Otak pada Anak” di kanal Youtube Siberkreasi, Sabtu (16/01/2021).
Ia menjelaskan bahwa ada empat pilar literasi yang penting untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman mengenai perangkat teknologi informasi dan komunikasi, yaitu digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety.
“Digital skill berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Selanjutnya ada digital culture merupakan bentuk aktivitas masyarakat di ruang digital dengan tetap memiliki wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila, dan kebhinekaan.
“Dasarnya adalah banyak masyarakat yang merasa ruang digital tidak ada aturannya, berbeda ketika di ruang fisik yang memiliki tata krama. Kita ingin tumbuhkan kembali bahwa ruang digital dan fisik tidak berbeda,” tambahnya.
Sementara itu, digital ethics adalah kemampuan menyadari mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
Mengenai digital safety, Semuel menyebutnya sebagai kemampuan masyarakat untuk mengenali, menerapkan, meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan digital.
“Empat hal ini tertuang dalam Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang sedang disusun oleh Kementerian Kominfo,” ungkap Semuel.
Saat ini, Kementerian Kominfo melalui Ditjen Aptika sedang melakukan kerjasama dengan 108 stakeholders untuk memberikan literasi digital di 514 Kabupaten/Kota.
Literasi digital memiliki beberapa program yang bisa diikuti seluruh masyarakat Indonesia, seperti Siberkreasi Cakap Digital dan Siberkreasi Berdaya Kelas Inklusif untuk masyarakat di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T), difabel, dan lansia. Kemudian, kegiatan literasi digital juga tetap mengadakan kelas-kelas yang bisa diikuti dan disaksikan secara daring di kanal Youtube dan sosial media Siberkerasi.
Lihat Juga: Melalui Siberkreasi, Kominfo Targetkan 50 Juta Masyarakat Terliterasi
“Literasi digital ini adalah suatu gerakan yang tidak bisa dikerjakan oleh satu institusi, semuanya harus terlibat. Karena dalam transformasi digital semua orang harus dibekali dan mampu bertransformasi sehingga tidak ada yang tertinggal” tutup Semuel.
Sementara itu, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud, Sri Wahyuningsih juga mengatakan literasi digital harus terus menerus digaungkan, termasuk kepada anak usia sekolah, guru, hingga orang tua.
Ia mengungkapkan, teknologi saat ini sangat membantu proses belajar di situasi pandemi. “Kami mengimbau kepada para orang tua agar dapat mendampingi pemilihan konten dan memberikan pemahaman etika yang baik dalam mengakses pembelajaran secara lebih intensif,” katanya.
Sri mengatakan anak-anak lebih adaptif dan dampak teknologi tidak sederhana, sehingga guru dan orang tua harus bisa menjelaskan cara mengakses ruang digital yang baik. “Hal ini dipersiapkan agar anak-anak kita bisa menjadi SDM yang unggul nantinya,” tutupnya. (pag)