Tumpas Hoaks, Menkominfo: Demokrasi Ruang Digital Perlu Dijaga

Menkominfo Johnny G. Plate, dalam Rapat Kerja Nasional X Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia secara virtual di Jakarta, Senin (21/11/2020).

Jakarta, Ditjen Aptika – Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate mengatakan ruang digital bisa menimbulkan bahaya sehingga hal-hal kotor yang berada di dalamnya perlu dibersihkan. Oleh karena itu, ia menyebut pihaknya tengah gencar memberantas hoaks di berbagai platform digital.

Dijelaskan Menteri Johnny, pembersihan ruang digital dilakukan agar tidak berpotensi menimbulkan kegaduhan di era post-truth seperti saat ini. Apalagi, informasi hoaks yang berseliweran, kerap mengandung ujaran kebencian, misinformasi, maupun malinformasi. Hal tersebut perlu ditindak secara tegas agar tak menimbulkan permusuhan.

“Kementerian Kominfo ditugaskan oleh Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk memastikan ruang digital bersih. Namun, jangan dihadapkan dengan demokrasi, seolah-olah Kominfo antidemokrasi,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Nasional X Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang dihelat secara daring, dari Jakarta, Senin (23/11/2020).

Lebih lanjut, Johnny menyatakan demokrasi tidak dapat bertumbuh bila ruang digital beroperasi secara tidak sehat. Sesuai amanat UU ITE, Kominfo memiliki tugas untuk memastikan ruang digital menjadi bersih.

“Sehingga kalau ditanya apa tugas Kominfo? Membersihkan ruang digital, memberikan label hoaks dan bukan hoaks, memberikan label disinformasi dan malinformasi, memberikan label ujaran kebencian atau bukan, dan semua ruang-ruang yang negatif diberi label,” jelasnya.

Selain itu, Johnny juga menegaskan ruang digital harus dijaga dari hal-hal negatif lainnya, seperti pornografi, perdagangan seks, dan perdagangan narkotika.

Jaga Kualitas Demokrasi

Demokrasi yang sehat hanya tumbuh berkembang di ruang digital yang terang benderang dan sehat. Namun post truth, disinformasi, hoaks, hate speech, apabila dibiarkan maka itu hanya mendorong demokrasi dalam kegelapan.

“Indonesia membutuhkan demokrasi yang cemerlang dan terang-benderang, karenanya Indonesia secara kolaboratif ekosistemnya untuk menjaga agar ruang digital kita senantiasa bersih,” tuturnya.

Dalam diskusi tersebut, Menteri Johnny menegaskan posisi Indonesia saat ini berada di point of no return dalam hal ekspresi pendapat, kebebasan pers, dan demokrasi. Sehingga sudah tidak bisa kembali lagi ke era otoritarian karena pemerintah sudah berada pada titik yang hanya dapat melihat ke depan.

“Kita melihat ke depan bagaimana meningkatkan kualitas demokrasi kita, meningkatkan ekspresi demokrasi yang bertanggung jawab, meningkatkan kebebasan persnya bermanfaat dan semua ini tata kelolanya berada di luar pemerintah. Namun, tugas yang diberikan kepada pemerintah adalah memastikan demokrasi berjalan dengan baik,” paparnya.

Lihat juga: Sepanjang Oktober, Tim AIS Aptika Temukan 100 Konten Negatif Pilkada

Saat ini pemerintah terus berupaya meningkatkan kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat agar lebih bertanggung jawab. Pemerintah juga berupaya meningkatkan kualitas kebebasan pers agar lebih bermanfaat.

Selain itu, Menteri Johnny mengatakan ada banyak lembaga quasi (the quasi government) yang dibentuk di era reformasi, untuk memastikan agar demokrasi tidak berjalan mundur sehingga menjadi otoritarian lagi.

“Bila dulu kebebasan pers ada di bawah Departemen Penerangan, saat ini sudah ada Dewan Pers. Penyiaran sudah ada Komisi Penyiaran, dan seterusnya, yang sudah dikelola tidak lagi langsung oleh lembaga atau kementerian,” urai Johnny.

Sikap Kritis Harus Dilandasi Argumen Kuat

Kepada peserta rakernas PMKRI, Menteri Johnny meminta untuk tampil contribute dan harus relevan seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan negara.

“Jangan sampai hanya sekedar ikut-ikutan. PMKRI betul-betul dituntut untuk memberikan pikirannya yang selalu harus relevan  dengan zamannya,” jelasnya.

Bahkan di saat-saat tertentu, lanjutnya, sikap kritis dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dalam bernegara, menjadi tempat mekanisme check and balance dalam demokrasi. Namun, demokrasi atau sikap kritis bukan sekedar asal kritis. Menurutnya, sikap kritis yang dimiliki anggota PMKRI, harus bertanggung jawab dan dilandasi dengan dasar-dasar dan landasan, serta argumentasi yang kuat.

“Kita tentu berharap, sikap kritis PMKRI adalah sikap kritis yang dihasilkan melalui pendalaman materi yang komprehensif, sikap kritis yang bukan asal-asalan. Sikap kritis PMKRI harus berada di etalase politik yang berkualitas, bukan dalam etalase yang ikut-ikutan,” tandasnya.

Mengakhiri sambutannya, Menteri Johnny menegaskan, setiap langkah yang akan diambil oleh PMKRI agar didukung dengan data empiris yang memadai. Apabila ada keraguan, apabila informasi yang belum jelas, bukalah ruang komunikasi. Bertanyalah sehingga setiap analisa dan sikap yang diambil sebagai manivestasi dari independensi PMKRI.

Lihat juga: Pembahasan GDPR Penting untuk Jaga Keamanan Data Negara

Dalam rakernas kesepuluh PMKRI itu, Menteri Johnny juga berharap agar para anggota PMKRI dapat mengisi ruang demokrasi, ruang digital Indonesia secara cerdas dan bermanfaat. Meletakkan pokok-pokok pikiran dan pendapatnya di etalase politik dengan penuh tanggung jawab.

“Saat ini kita menjadi bagian yang aktif di lingkungan kerja sama ASEAN, di mana wilayah-wilayah kebijakan menjadi terbuka. Tentu saya berharap PMKRI juga mengambil bagian tidak saja melihat Indonesia sebagai focus point, tapi melihat ASEAN sebagai wilayah kerja bersama. Sebagai senior, harapan saya agar PMKRI semakin relevan di masa yang akan datang. Semoga rakernasnya berjalan lancar,” tutupnya. (hm.ys)

Print Friendly, PDF & Email