Jakarta, Ditjen Aptika – Menurut survei Hootsuite, Indonesia memiliki 160 juta pengguna sosial media. Namun, belum semua pengguna paham mengenai jejak digital yang selalu terekam dan tak bisa dihapus secara permanen.
“Memang ada jejak digital yang diperlukan, tapi kita juga harus mengetahui jejak digital yang harus dilindungi,” ujar Government Affairs and Public Policy Manager Google Indonesia, Danny Ardianto dalam webinar Siberkreasi Jejak Digital dalam Dunia Maya, Senin (10/08/20).
Danny mengatakan bahwa setiap pengguna internet harus memikirkan dengan baik apa yang hendak disebar di internet untuk mencegah penyalahgunaan jejak digital di kemudian hari. “Harus memiliki pemikiran untuk membagikan sesuatu yang baik tanpa menyebarkan informasi pribadi,” katanya.
Danny memberikan beberapa cara yang bisa dilakukan pengguna untuk menjadi warga digital yang positif dan aman, yaitu:
- Smart, pilah informasi yang akan disebar apakah berdampak baik atau tidak. Tidak menyebarkan informasi sensitif seperti nomor telepon, passport/KTP, password, dan alamat rumah;
- Alert, jangan mudah percaya berita yang tidak masuk akal. Jauhi phising dengan tidak meng-klik link sembarangan;
- Strong, gunakan password yang sulit agar tidak mudah diretas baik untuk akun maupun gawai. Biasakan menggunakan two step authentication;
- Kind, tinggalkan jejak digital yang poitif. Jangan mudah terpancing dengan berita negatif dan ikut menyebarkannya; dan
- Talk, jangan tergesa-gesa dan konsultasikan apabila menerima informasi yang menyebabkan tidak nyaman atau tidak aman.
Lihat Juga: Masuki Era Digital, Indonesia Butuh UU Pelindungan Data Pribadi
Selain itu influencer Fathia Izzati mengungkapkan, awal membuat konten ia belum paham mengenai jejak digital. “Apabila sudah paham, pastinya saya tidak akan membuat konten secara asal,” ungkapnya.
Influencer yang terkenal karena video berbahasa inggris dengan 21 aksen ini mengatakan dirinya kini lebih bijak sebelum membagikan kontennya. “Kita tidak bisa mengetahui apakah yang kita posting akan viral atau tidak. Kita harus punya check and balance yang harus dilakukan sebelum posting,” ujar Fathia.
Perempuan yang biasa dipanggil Chia ini membagikan beberapa tips agar pengguna internet khususnya usia muda lebih berhati-hati dan bijak dalam berinternet, yaitu:
- Berhenti dan tanya kembali sebelum meneruskan sebuah pesan;
- Pikirkan bagaimana respon orang terdekat apabila melihat postingan pribadi pengguna;
- Perlakukan pengguna lain sebagaimana pribadi ingin diperlakukan;
- Selalu perhatikan geotagging dan location, lebih baik tidak aktifkan fitur tersebut; dan
- Cek konten hasil tagging pengguna lain terhadap akun pribadi, laporkan apabila konten bermuatan negatif.
Fathia memberikan pesan untuk selalu menjaga keamanan, menghargai aktivitas pengguna lain, dan bertanggungjawab di internet. “Jangan lakukan hal-hal buruk terhadap pengguna lain apabila hal tersebut tidak ingin terjadi pada diri kita,” pesan Fathia.
Lihat Juga: Peran Kominfo dalam Pelindungan Data Pribadi di Indonesia
Sementara itu Direktur Tata Kelola Ditjen Aptika, Mariam F. Barata menerangkan peran pemerintah untuk terus memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya perlindungan data pribadi dan jejak digital.
“Sejak awal kami menyusun RUU PDP ini, kami sudah melakukan sosialisasi dan menerima masukan dari masyarakat, pengusaha, hingga akademisi,” terang Mariam.
Mariam juga menambahkan bahwa kesadaran terhadap data pribadi juga harus dimulai dari pribadi masing-masing. “Kita harus pahami jenis data pribadi dan relevansinya sesuai tujuan kita, sehingga kita mampu melindungi data pribadi sendiri,” kata Mariam.
Mariam mengatakan aktivitas masyarakat Indonesia di internet saat ini melandasi pembahasan RUU PDP. “Dari banyak regulasi yang menyinggung data pribadi, kita perlu regulasi yang lebih tinggi untuk memayungi semuanya, yaitu RUU PDP,” ucapnya.
“Maka dari itu, kami telah meminta DPR untuk menyegerakan pembahasan RUU PDP ini,” tutup Mariam. (pag)