PP 71/2019 (PSTE) Berlaku, Platform Akan Didenda Jika Membiarkan Konten Negatif

Dirjen Aptika, Semuel A. Pangerapan saat acara FMB 9 dengan tema Ada Apa dengan PP 71 Tahun 2019 (PP PSTE), di Gedung Kominfo, Senin (04/11/2019).

Jakarta, Ditjen Aptika – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) telah resmi diundangkan. PP tersebut memungkinkan platform didenda jika memuat konten-konten negatif.

“Jika terjadi pelanggaran oleh PSE, selain kami lakukan pemutusan akses juga akan dikenakan denda. Besarannya 100 – 500 juta rupiah per-kontennya. Hal tersebut akan menimbulkan efek jera, karena dalam industri bisnis hal yang paling ditakuti ialah denda tersebut,” tegas Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, saat acara Forum Merdeka Barat 9 dengan tema Ada Apa dengan PP 71 Tahun 2019 di Gedung Kominfo, Senin (04/11/2019).

Semuel berharap dengan diberlakukannya sanksi denda tersebut, maka tanggung jawab untuk menghilangkan konten-konten negatif tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tapi juga pihak platform.

Semuel pun meminta publik memahami amanat dari UU ITE, karena PP PSTE ini merupakan turunan dari regulasi tersebut. “Saat merumuskan PP ini kami sangat mengacu pada amanat UU ITE. Konstruksi PP 71/2019 mirip seperti struktur UU agar lebih mudah dibaca dan dipahami. Untuk itu kami tidak merevisi namun mengganti PP 82/2012,” ujar Semuel.

Jenis dan Kriteria PSE.

Dirjen Semuel pun menjelaskan kewajiban mendaftar bagi PSE lingkup publik dan privat. “PSE lingkup publik maupun privat wajib melakukan pendaftaran melalui pelayanan perizinan terintegrasi secara elektronik, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya.

Mengenai penempatan data, PSE lingkup publik wajib menempatkan datanya di Indonesia, sedangkan lingkup privat boleh menempatkan data di luar wilayah Indonesia. “Dengan catatan, PSE privat wajib menyediakan akses untuk kebutuhan pengawasan dan penegakan hukum. Jika tidak patuh, maka akan kita putus dan tidak boleh beroperasi di indonesia lagi,” tegas Semuel.

Sedangkan dalam hal klasifikasi data, PSE Lingkup Publik wajib melakukan klasifikasi data sesuai risiko yang ditimbulkan. “Data Elektronik Strategis (DES) harus ditaruh di Indonesia, Data Elektronik Tinggi (DET) harus di enkripsi, sedangkan Data Elektronik Rendah (DER) harus dijamin ke otentifikasiannya. Ketentuan klasifikasi data ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri,” jelas Semuel.

Semuel juga mengatakan bahwa PP 71/2019 justru menjamin kedaulatan data. “Pemerintah melalui PP 71/2019 mengatur secara komprehensif, jadi tidak ada yang namanya kehilangan kedaulatan data. Kita sangat terbuka, namun pada saat yang bersamaan kita tentu memiliki aturan. Ketika aturan tersebut diakui dan dipatuhi, itulah yang namanya kedaulatan,” tegas Semuel.

Sebelum mengakhiri sesi, Semuel mengingatkan, “Masa peralihan yang diberikan ialah untuk pendaftaran 1 tahun, sedangkan untuk penempatan data PSE lingkup publik 2 tahun. Jadi pada akhir tahun 2021 aturan ini akan benar-benar diterapkan,” pungkasnya.

Sementara ini Senior Associate, Eka Wahyuning S. Eka berpendapat, “Bagi pelaku usaha, PP 71/2019 ini lebih memberikan kejelasan dan memiliki pengembangan di beberapa bidang, termasuk memberikan kepastian hukum.” (lry)

Galeri Foto FMB 9 dengan tema Ada Apa dengan PP 71 Tahun 2019 (PP PSTE) 

Diskusi yang terjadi di acara FMB 9 dengan tema Ada Apa dengan PP 71 Tahun 2019 (PP PSTE)
Diskusi yang terjadi di acara FMB 9 dengan tema Ada Apa dengan PP 71 Tahun 2019 (PP PSTE)
« of 8 »
Print Friendly, PDF & Email