Jakarta, Ditjen Aptika – Pemerintah tidak boleh gagap menghadapi era ekonomi digital. Perlindungan terhadap konsumen bertransaksi online ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Bila transaksi (digital) meningkat, didukung perlindungan konsumen yang baik, maka ekonomi juga ikut meningkat. Sebaliknya bila perlindungan konsumen buruk maka pertumbuhan ekonomi juga ikut terganggu,” kata Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman saat acara Voluntary Peer Review di Kementerian Perdagangan Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Menurut Ardiansyah, di era perdagangan barang dan jasa secara daring tidak bisa lagi pendekatan secara sektoral. Hal ini akibat keterlibatan banyak sektor atau multi sektor di suatu layanan atau aplikasi.
“Misalnya di aplikasi transportasi online, dimana menyediakan begitu banyak layanan, akan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Perhubungan, Bank Indonesia dan berbagai instansi terkait lainnya,” katanya.
Sementara perwakilan Ditjen Aplikasi Informatika, Maykada Harjono, menjelaskan langkah-langkah yang telah dilakukan Kominfo terkait perlidungan konsumen. Yaitu Surat Edaran Menkominfo No 5/2016 yang mengatur tanggungjawab penyedia platform dan pedagang melalui sistem elektronik.
“Kami juga tengah intensif membahas RUU Perlindungan Data Pribadi, meskipun golnya ada di DPR. Selain itu ada layanan pengaduan masyarakat melalui aduankonten.id dan monitoring konten-konten negatif melalui Cyber Drone 9,” ujar Maykada.
Pembahasan Voluntary Peer Review telah menghasilkan sembilan rekomendasi sebagai bahan sidang United Nations on Trade And Development (UNTAD) di Jenewa Swiss 9 Juli 2019. Selain itu, hasil laporan juga menjadi masukan revisi UU Perlindungan Konsumen yang sedang berjalan dan disusun oleh pemerintah. (mhk)