Penyebaran Hoax di Tengah Bencana Alam Indonesia

Jakarta – Mulai Oktober 2018 Kementerian Kominfo meluncurkan program yang mengumumkan berita hoax setiap hari melalui Press Release. Tim melakukan analisa manual untuk memonitor berita hoax setiap harinya. Analisa dilakukan manual karena ada unsur kehati-hatian terhadap kredibilitas seseorang. Namun profiling pelaku penyebar hoax menjadi ranahnya Cybercrime Polri. Demikian disampaikan Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Hukum, Prof. Dr. Henri Subiakto dalam wawancara di acara Breaking News, stasiun televisi Berita Satu (7/10).

Masyarakat perlu tahu bahwa Indonesia memiliki aturan-aturan yang dapat menjerat seseorang yang senang bermain-main dengan hoax. Diantaranya memanipulasi informasi elektronik, misal foto dan video dengan tujuan membuat orang panik atau membuat negara menjadi tidak aman adalah perbuatan yang melanggar Pasal 35 UU ITE. Sedangkan berita bohong tidak pasti yang disebarkan dengan tujuan menakut-nakuti akan dikenakan UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.

Jika kita terus terkontaminasi hoax maka otak kita bisa menjadi sakit, cara berpikir terhadap negara menjadi keliru. Motif penyebaran hoax di tengah bencana yang melanda Indonesia antara lain karena motif politik, faktor ekonomi dan sejumlah imbalan yang akan didapat buzzer jika menyebarkan berita hoax. Bahkan hoax yang beredar sudah menjurus kepada tindakan mendiskreditkan pemerintah.

Menurut Henri, masyarakat sedang terbelah di tengah suasana politik menjelang pemilu. Penyebaran hoax ini bisa dicegah dengan memberi rasa takut terhadap sanksi hukum. Selain itu juga dilakukan literasi digital bahwa tindakan mereka di dunia maya bisa terlacak (jejak digital). Dari jejak digital itu profil dan karakteristik mereka bisa diketahui.

Sebagai upaya untuk menanggulangi penyebaran hoax ini, Kementerian Kominfo sedang menyiapkan regulasi yang mengatur tentang hukuman bagi menyebar hoax. Bukan hanya netizen, namun platform dimana hoax tersebut tersebar, misal Facebook juga harus bertanggungjawab. Jika platform tersebut membiarkan, tanpa ada upaya untuk mencegah atau men-take down maka akan dikenakan denda. Artinya penanggulangan penyebaran hoax bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan penegak hukum, namun juga masyarakat dalam hal ini platform digital. Baik Kementerian Kominfo dan penegak hukum dapat mencari siapa penyebar hoax, namun begitu pembuktian hukumnya tidak mudah.

Selain itu Kementerian Kominfo juga bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri dalam melakukan pemblokiran NIK dan KK penyebar hoax. Blokir tersebut tidak akan dicabut sebelum pelaku melakukan klarifikasi atas tindakannya. Semua pihak diharapkan dapat saling bekerjasama untuk memberikan manfaat bagi daerah dan korban bencana. Wawancara selengkapnya dapat dilihat di link 1 dan link 2. (cdp)

Print Friendly, PDF & Email