Kominfo Turunkan 2.819 Konten Hoaks Seputar Vaksin Covid-19 di Media Sosial

Jakarta, Ditjen Aptika – Isu mengenai hoaks Covid-19 mendominasi pemberitaan dalam 24 jam terakhir. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus melaporkan temuan hoaks seputar vaksin Covid-19 . Hingga Selasa (26/4/2022), terdapat 494 temuan hoaks yang tersebar di berbagai media sosial dan sebarannya mencapai 2.819 konten.

Berdasarkan data yang dikutip dari situs Liputan6.com, Selasa (26/04/2022), Sebaran hoaks paling banyak ditemukan di Facebook. Di sana terdapat 2.617 konten hoaks seputar vaksin Covid-19,  Twitter sebanyak 112 unggahan, YouTube mencapai 43 unggahan, Instagram dengan 21 unggahan, dan TikTok dengan 26 unggahan.

Pihak Kementerian Kominfo sudah melakukan takedown kepada semua informasi hoaks tersebut. Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan.

Menunggu RUU PDP, ICT Institute: Perkuat Keamanan Digital

Pelindungan Data Pribadi.

Isu bidang aptika berikutnya yang mewarnai pemberitaan dalam 24 jam terakhir yaitu mengenai RUU Perlindungan Data Pribadi. Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai pengamanan digital tetap harus dilakukan sembari menunggu Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) selesai dibahas dan disahkan di Tanah Air.

“Saat ini keamanan data digital seperti wilayah hutan belantara tanpa ada pengaturan dan pengawasan. Padahal, bila pengamanan digital terus ditingkatkan, nantinya setelah RUU PDP rampung dan disahkan, pengawasan bisa makin kuat.” ujar Heru, dikutip dari bisnis.com Senin (25/04/2022).

Pembahasan RUU PDP telah mengalami kemajuan positif. Pemerintah dan Komisi I DPR RI sudah mendapatkan titik temu terkait pembahasan kebijakan tersebut, dikatakan bahwa Komisi I ingin segera mengesahkan RUU PDP pada masa sidang berikutnya yakni dalam pembahasan rapat secara internal atau minimal selesai dan disahkan pada Masa Sidang V Tahun 2021-2022.

Sementara itu, baru-baru ini Kemenkominfo tengah melakukan proses investigasi terkait 11 aplikasi smartphone yang diduga mencuri data pribadi pengguna sejak pekan lalu, termasuk aplikasi azan dan penunjuk kiblat.

Perusahaan terancam dikenakan denda hingga 6 persen dari total penjualan tahunan global setelah UU ini berlaku paling cepat pada 2024, dan larangan menggunakan data sensitif seperti ras atau agama untuk menarget iklan, larangan menarget iklan kepada anak-anak, dan larangan menggunakan pola gelap yang secara spesifik menjadi taktik untuk menjaring orang untuk dilacak secara online. Aturan ini akan berlaku untuk semua platform, Perusahaan juga harus membuat laporan tahunan tentang konten ilegal dan berbahaya di situs mereka. (hth)

Print Friendly, PDF & Email