Jakarta, Ditjen Aptika – Dalam melakukan pengembangan aplikasi dan infrastruktur TIK, IPPD wajib merujuk kepada arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sebagai dasar penyusunan kerangka dasar.
“Tujuannya untuk memberikan panduan dalam pelaksanaan integrasi proses bisnis, data dan informasi, infrastruktur SPBE, aplikasi SPBE, dan keamanan SPBE untuk menghasilkan layanan SPBE yang terpadu secara nasional,” kata Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Penerapan SPBE Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birkorasi Cahyono Tri wibowo dalam webinar bertajuk Tantangan Transformasi Digital Pemerintah: Nasib Aplikasi Sejenis Setelah Aplikasi Umum Ditetapkan di Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/11/2021).
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) perlu mengubah pola pikir dan sistem kerja yang agile dan kolaboratif. Itu diperlukan untuk menciptakan pelayanan yang prima dan birokrasi kelas dunia. Pola kerja yang agile perlu didukung teknologi digital melalui SPBE dan proses bisnis yang terintegrasi. Untuk itu, perlu kerangka dasar yang mendeskripsikan integrasi bisnis, data dan informasi, aplikasi, infrastruktur, dan keamanan untuk menghasilkan layanan pemerintah yang terintegrasi.
“Arsitektur SPBE menjadi referensi bagi seluruh instansi pusat dan pemerintah daerah dalam menyusun arsitektur SPBE. Arsitektur ini juga akan menjadi dasar dari seluruh instansi pusat dan pemerintahan daerah dalam menyusun rencana dan anggaran SPBE,” ujar Cahyono.
Arsitektur SPBE telah dirancang sedemikian rupa agar membantu pula dalam membuat rancangan kegiatan. Diharapkan, kata Cahyono, pemerintah dapat fokus dalam pembangunan nasional melalui arsitektur SPBE.
Ia yakin adanya arsitektur SPBE akan menghilangkan duplikasi. “Banyak sekali infrastuktur dan aplikasi yang dibangun dengan mengeluarkan biaya belanja teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Jangan lagi menjadi mainan proyek-proyek IT di masing-masing instansi, tetapi sudah harus membangun di tingkat nasional,” pinta Cahyono.
Ada sejumlah manfaat yang bisa didapatkan dari adanya arsitektur SPBE. Selain membantu mencegah tumpang tindih bisnis pemerintah, juga akan menghilangkan duplikasi aplikasi dan infrastruktur, memudahkan integrasi layanan pemerintahan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas SPBE, dan mampu mengembangakan inovasi-inovasi proses bisnis.
Komitmen PAN RB dan Kemdagri dalam Implementasi Aplikasi Umum
Kementerian PAN RB dan Kemendagri berkomitmen dalam melakukan implementasi aplikasi umum. Diperlukan simplifikasi atau penyederhanaan, yakni simplikasi pada aplikasi-aplikasi yang sejenis menjadi aplikasi umum.
“Seluruh kementerian/lembaga dan stakeholders terkait harus bekerja sama dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap aplikasi umum. Harapannya juga akan saling mendukung pengembangan SPBE, dalam hal ini aplikasi umum,” kata Kepala Bidang Fasilitasi Pengaduan dan Pengelolaan Informasi, Kementerian Dalam Negeri, Rega Tadeak Hakim, dalam webinar bertema “Tantangan Transformasi Digital Pemerintah: Nasib Aplikasi Sejenis Setelah Aplikasi Umum Ditetapkan” di Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/11).
Sejak ada Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE, kata Rega, Kemendagri telah mengganti aplikasi sarana aspirasi dan pengaduan, SaPa Kemendagri, dan mengintegrasikannya kepada aplikasi umum SP4N-LAPOR sebagai aplikasi utama pelaporan/pengaduan.
Selain itu, Kemendagri juga mengeluarkan Surat Edaran Mendagri Nomor 490 Tahun 2019 tentang Sistem Pengelolaan Pengaduan Layanan Nasional Melalui Aplikasi SP4N-LAPOR. Surat ini dibagikan ke seluruh pemerintah daerah agar mencegah atau menghentikan pembangunan aplikasi sejenis.
Dari pemda yang yang sudah mengintegrasikan layanan ke aplikasi SP4N-LAPOR, kata Rega, ternyata masih banyak pelaporan dan pengaduan yang belum dituntaskan. Data per 18 Januari 2021, baru 69,78% penyelesaian pelaporan oleh pemda. Rega juga menyebutkan, masih ada beberapa pemda yang belum menggunakan dan berkomitmen memanfaatkan aplikasi SP4N-LAPOR.
“Masih banyak pemda yang menggunakan aplikasi sejenis atau memang banyak pemda yang belum berkomitmen terkait pemanfaatan aplikasi SP4N-LAPOR. Makanya, banyak laporan pengaduan yang masuk belum terverifikasi, bahkan sampai belum ditindaklanjuti,” kata Rega.
Untuk memperbaiki penyelesaian aduan, Kemendagri mengeluarkan Surat Edaran Mendagri Nomor 490 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelesaian Pengaduan Pelayanan Publik. Dengan surat ini, diharapkan agar pemda aktif dan dapat segera menindak secara cepat, tepat, dan tuntas.
SP4N-LAPOR merupakan aplikasi yang dikelola secara bersama-sama oleh lima Instansi, yaitu Kemendagri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi, Ombudsman RI, dan Kantor Staf Presiden dengan peran masing-masing. Juga ada aplikasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SRIKANDI). Keduanya telah ditetapkan sebagai aplikasi umum tahun lalu.
Menurut Asisten Deputi Sistem Informasi Pelayanan Publik Kementerian PAN-RB, Yanuar Ahmad, ada beberapa tujuan pembentukan aplikasi umum SP4N-LAPOR. Antara lain penyelenggara dapat melakukan proses pengaduan dengan cepat, tepat, tuntas, dan terkoordinasi, memberikan akses bagi masyarakat untuk berpartisipasi, serta meningkatkan kualitas publik.
“Sebenarnya SP4N-LAPOR ini tidak hanya mengumpulkan pengaduan, tetapi kita berharap data yang ada di dalam SP4N-LAPOR ini dapat digunakan untuk penyempurnaan kebijakan, khususnya pelayanan publik,” kata dia.
Yanuar berharap, lewat aplikasi ini seluruh instansi dan pemda dapat bekerja sama. Guna menjamin akuntabilitas pengelolaan, perlu ada evaluasi kinerja, baik dari admin maupun secara berkala dengan melakukan verifikasi dan tindak lanjut atas laporan, menyusun SOP pengelolaan pengaduan, menyusun rencana aksi, memanfaatkan data pengaduan sebagai dasar perbaikan, dan melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat. (Dit. LAIP)