Jakarta, Ditjen Aptika – Tanda Tangan Elektronik (TTE) dapat menjadi solusi pemenuhan legalitas dokumen di era digital. TTE memiliki kekuatan dan akibat hukum seperti halnya tanda tangan manual, selama memenuhi persyaratan.
“Benar, di era digital apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini TTE akan menjadi solusi. Namun TTE harus memenuhi persyaratan seperti diatur dalam pasal 11 UU ITE, seperti saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan,” kata Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Mariam Fatimah Barata saat acara Webinar Transformasi Digital Sektor Kesehatan dengan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi, Kamis (17/06/2021).
Selain itu, lanjut Mariam, harus ada cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangan dan mengindentifikasi bahwa penanda tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait.
Menurut Mariam, tanda tangan manual memiliki jaminan identitas penanda tangan, keutuhan konten dokumen, dan nirsangkal/persetujuan penanda tangan. Sama halnya dengan tanda tangan manual, ia meyakinkan bahwa TTE juga memiliki jaminan yang sama.
“Lalu pertanyaanya, bagaimana cara agar seseorang bisa mendapatkan TTE? Siapa saja yang bisa mendapatkan TTE? Jawabannya setiap orang bisa,” katanya.
Namun untuk mendapatkannya tidak bisa sembarangan, ada yang namanya Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) yang berfungsi sebagai autentifikasi dan verifikasi atas TTE. Berdasarkan Pasal 60 UU ITE, jenis TTE terbagi atas dua, yakni TTE tersertifikasi dan tidak tersertifikasi.
TTE Tersertifikasi:
- Dibuat menggunakan Sertifikat Elektronik (SrE);
- SrE dibuat oleh PSrE Indonesia yang mendapat pengakuan pemerintah (Kemkominfo);
- Memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.
TTE Tidak Tersertifikasi:
- Menggunakan metode, teknik, atau proses apapun;
- Dibuat bukan oleh PSrE Indonesia;
- Tidak diperiksa pemenuhan standarnya.
“TTE yang tidak tersertifikasi juga memiliki keabsahan hukum dan harus patuh terhadap UU ITE. Bedanya yang tidak tersertifikasi dibuat tanpa menggunakan PSrE Indonesia dan tidak ada pemeriksaan oleh pemerintah,” jelas Mariam.
Lihat juga: Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) Induk
Namun ia tetap menyarankan untuk menggunakan TTE tersertifikasi karena memiliki kekuatan pembuktian paling tinggi karena sudah dijamin oleh pemerintah. Pemerintah pun telah menyediakan aplikasi pemeriksa dokumen elektronik. “Jika terjadi sesuatu bisa diverifikasi,” terangnya.
Dalam ekosistem TTE, Kemkominfo bertindak sebagai Root CA, yang cuma ada satu di Indonesia. Kemkominfo yang memberikan sertifikat TTE kepada PSrE dan juga melakukan pengawasan.
PSrE terdiri dari dua jenis, yaitu pemeritnah dan non pemerintah. PSrE pemerintah ada di BSSN dan BPPT, sedangkan non pemerintah ada Privy ID, Vida, PERURI, Solusi Net, dan DTB. “Nanti mereka yang akan memberikan sertifikasi elektronik kepada pengguna, lalu pengguna yang menggunakan TTE,” terang Direktur Mariam.
Direktur Tata Kelola Aptika juga menginfokan bahwa PSrE juga memiliki layanan selain TTE, yakni segel elektronik (e-Seal), preservasi, penanda waktu (time stamp), pengiriman elektonik tercatat, dan otentikasi website (registered electronic delivery services), (web authentication). Semua layanan tersebut disediakan untuk menjamin transaksi elektronik yang aman, andal dan bertanggung jawab.
Dalam hal terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, jika menggunakan TTE tersertifikasi maka sesuai Pasal 58 PP 71/2019 PSrE Indonesia wajib menanggung kerugian yang diakibatkan oleh kesengajaan atau kelalaian mereka.
Oleh karenanya, TTE tersertifikasi mampu menjaga keutuhan, keaslian, dan nirsangkal dokumen elektronik sehingga dimungkinkan membuat dokumen legal/terpercaya.
Dirinya juga menuturkan bahwa Kemkominfo telah melakukan sosialisasi mengenai TTE ini sejak tahun 2018. Untuk verifikasi apakah TTE asli atau tidak, masyarakat bisa mengunjungi website tte.kominfo.go.id. Salah satu fitur yaitu pengecekan keaslian dan identitas tanda tangan di file PDF.
Lihat juga: TTE Dukung Kebijakan WFH Kominfo saat Pandemi Covid-19
“TTE pada dokumen elektronik memiliki kekuatan hukum yang setara dengan tanda tangan basah pada dokumen kertas. Sekarang saatnya semua berpindah ke layanan daring terpercaya dengan menggunakan Tanda Tangan Digital,” pungkas Mariam.
Turut hadir di acara itu Kepala PSDI Kemenkes (Anas Maruf), Sesditjen Pelayanan Kemenkes (Saraswati), Plt. Dir Pengawasan Alat Kesehatan (Lupi Triaksono), Perhimpunan RS Indonesia (Toni Seno Hartono), dan CEO Privy ID (Marsho Pribadi). (lry)