Jakarta, Ditjen Aptika – Isu terkait Vaksinasi Covid-19 masih mendominasi pemberitaan 24 jam terakhir. Topik yang diangkat seputar pelaksanaan vaksinasi untuk wartawan dan imbauan Menkominfo untuk tidak mengunggah sertifikat vaksin di media sosial.
Media menyorot pelaksanaan vaksinasi yang dilakukan tanggal 16-17 Maret 2021 merupakan vaksinasi tahap dua yang memiliki target menjangkau 5.512 awak media. Vaksinasi kedua dilakukan di Hall A Basket GBK, program vaksinasi ini merupakan bentuk kerja sama Kominfo dengan Kemenkes RI serta Dinkes Jakarta.
Media mengutip pernyataan dari Menkominfo Johnny G Plate bahwa vaksinasi untuk wartawan merupakan suatu prioritas. Hal ini dikarenakan wartawan merupakan garis terdepan dalam dunia jurnalistik, sehingga vaksinasi harus dilakukan agar wartawan dapat memperoleh herd immunity.
Media juga memberitakan terkait larangan untuk mengunggah sertifikat vaksin di media sosial. Hal ini dikarenakan sertifikat vaksin yang tersedia memuat QR code yang merisi data pribadi, sehingga bila sertifikat tersebut diunggah ke media sosial maka akan mudah disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Menkominfo mengimbau jurnalis yang melakukan vaksinasi di GBK untuk tidak mengunggah sertifikat vaksin di media sosial. Ia juga menjelaskan sertifikat vaksin dapat diperoleh melalui aplikasi PeduliLindungi.
Senada dengan Menkominfo, Dirjen Aptika, Semuel Abrijani Pangerapan juga mengatakan bahwa awak media tergolong rentan dan berisiko tinggi terpapar Covid-19.
“Awak media merupakan garda terdepan dalam mempublikasikan pemberitaan mengenai perkembangan Covid-19 untuk masyarakat Indonesia, jadi mereka harus mendapatkan proteksi,” jelasnya.
Pelindungan Data Pribadi di Masa Pandemi
Isu seputar Pelindungan Data Pribadi di masa pandemi juga mendominasi pemberitaan 24 jam terakhir. Media menyorot pernyataan Dirjen Aptika, Semuel Abrijani Pangerapan yang menilai bahwa kegiatan literasi digital yang dilakukan pemerintah harus dibarengi dengan harmonisasi pengguna dan produk digital dalam melindungi data.
“Kondisi yang harus dibenahi dalam meningkatkan literasi digital ialah pemerataan Pelindungan Data Pribadi (PDP) di seluruh Indonesia. Hal itu direncanakan dengan road map dan mengembangkan standar kompetensi pada lembaga online,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (16/03/2021).
“Harus kita bagi target-targetnya pada setiap tahun. Tahun berikutnya akan terbit jumlah lembaga yang tersertifikasi untuk menjangkau kebutuhan data first officer yang dibutuhkan daerah-daerah,” lanjutnya.
Menurutnya, tidak hanya menggaungkan literasi digital pada penggunanya saja, produk digital juga perlu memberikan edukasi kepada penggunanya. Pengguna dan produk digital harus berharmonisasi dalam melindungi data.
Sementara itu peneliti ELSAM Lintang Setainti juga menyatakan bahwa perlindungan data pribadi bukan hanya menjadi kewajiban individu tetapi hal ini merupakan Hak Asasi Manusia dimana pemerintah harus aktif dalam menciptakan ekosistem perlindungan data pribadi yang lebih masif di Indonesia, sehingga RUU PDP harus segera disahkan.
“Jadi kami menilai bahwa sosialisasi dalam peningkatan kapasitas perlu ditingkatkan. Bagaimana data pribadi bukan kepemilikan tapi juga Hak Asasi Manusia bahwa subjek data memiliki kendali penuh atas datanya. Sehingga dapat menciptakan ekosistem perlindungan data pribadi yang lebih masif di Indonesia,” kata peneliti ELSAM Lintang Setainti.
Hal senada juga dikatakan oleh Panja RUU PDP Komisi 1 DPR RI Christina Aryani yang mengatakan, perlindungan data pribadi sudah mendapat dukungan dari pemerintah untuk segera diimplementasikan. Namun memang perlu waktu untuk mendapatkan keputusan yang satu persepsi antara regulasi pemerintah dan masyarakat.
“DPR dan Pemerintah sama-sama sepakat urgensi RUU ini dan kita sangat membuthkannya saat ini. Intinya soal hak dan kewajiban kami sudah sepakat. Dari masing-masing Fraksi di Komisi 1 tentunya masing-masing punya masukan dan maka itu memerlukan waktu,” ucapnya. (lry)