Jakarta, Ditjen Aptika – Literasi digital menjadi kunci bagi masyarakat dalam pemanfaatan teknologi. Masyarakat digital menjadi salah satu pilar dalam proses transformasi digital di tanah air.
“Literasi digital adalah kunci bagi setiap pengguna dalam memahami apa itu teknologi dan perkembangan, serta cara penggunaannya,” ujar Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel A. Pangerapan saat webinar bertajuk ‘Hidup Bahagia dan Bermakna’ yang diadakan oleh Dharma Wanita Persatuan Kementerian Kominfo, Kamis (08/10/2020).
Menurut Dirjen Semuel, aplikasi apapun pasti dibuat dengan tujuan spesifik dan diharapkan memberi manfaat bagi penggunanya. Sedangkan lanskap digital Indonesia saat ini masih didominasi oleh penggunaan aplikasi untuk berkomunikasi.
“Paling banyak WhatsApp sekitar 96 persen, dan Facebook sebanyak 92 persen,” ungkap Semuel berdasarkan data yang diperoleh dari Dinamika Data Aptika dan Womenwill.
Selama pandemi ini, kegiatan masyarakat pun banyak berubah dari aktivitas fisik ke ruang digital. “Ada banyak aplikasi yang bisa mendukung kegiatan kita saat pandemi, seperti belajar online, bekerja online, belanja online, hiburan, telemedisin, hingga layanan pemerintah,” katanya.
Semuel juga meminta semua pihak untuk menyiapkan diri menyambut masyarakat digital. “Bukan hanya pemerintah, kesadaran juga harus dimulai dari diri masing-masing. Pemerintah terbuka untuk membantu masyarakat produktif di ruang digital,” imbuhnya.
Lihat Juga: Siapkan Masyarakat Hadapi Era Digital melalui Literasi Digital
Selain masyarakat perlu mengetahui fungsi masing-masing aplikasi, juga tidak meninggalkan jejak digital yang negatif. “Lebih baik kita gunakan ruang digital untuk membagikan konten yang baik, inspiratif, dan menarik,” ajak Semuel.
Saat ini Kementerian Kominfo memiliki tiga program besar yang bisa diikuti masyarakat. Yaitu Literasi Digital bersama Siberkreasi, Digital Talent Scholarship, dan Digital Leadership Academy. Masing-masing program terbagi menjadi tiga level, mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga mahir.
Sehat Jiwa Raga di Masa Pandemi
Selain meningkatkan literasi digital, masyarakat juga perlu menyiapkan kesehatan mental menghadapi perubahan kebiasaan di masa pandemi. Saat ini sebagian besar kegiatan beralih menjadi daring dan jarang berkomunikasi secara fisik.
Penasihat DWP Kementerian ATR/BPN, Ratna Megawangi menjelaskan kesehatan mental masyarakat belum banyak dibicarakan di berbagai media. Padahal, sebagian psikolog dan dokter berpendapat bahwa perubahan kebiasaan memiliki dampak yang cukup buruk bagi kesehatan mental masyarakat.
“Selama pandemi ini, peningkatan angka kesehatan mental masyarakat yang memburuk sekitar 80 persen,” ujar Ratna.
Ratna yang juga salah satu pelopor pengembangan pendidikan holistik di Indonesia itu menambahkan, seringkali masyarakat tidak sadar bahwa mereka stres bahkan depresi selama berkegiatan di rumah.
“Stres paling banyak dipicu dari faktor ekonomi, kebosanan, dan informasi negatif yang diterima. Namun, kebanyakan masyarakat menganggap mengalami stres yang biasa-biasa saja,” ungkapnya.
Lihat juga: Pandemi Covid-19 Pacu Inovasi Teknologi Layanan Kesehatan
Ratna memberikan beberapa tips yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi stres selama pandemi, yaitu:
- Berjemur di bawah sinar matahari selama 15-20 menit karena meningkatkan vitamin D untuk imunitas tubuh, kadar serotonin dan melatonin (hormon bahagia);
- Konsumsi makanan sehat terutama vitamin B12, Zinc, Probiotik dan Magnesium yang baik untuk masyarakat usia lanjut;
- Ciptakan emosi positif dengan trauma healing, yaitu mengakui masalah dalam diri, fokus pada permasalahan yang ingin diatasi; dan
- Gunakan metode Trauma Tapping Technic (TTT), Thought Field Therapy (TFT), dan Emotional Freedom Technic (EFT).
Ratna berpendapat dengan menjaga kesehatan mental, masyarakat dapat lebih produktif, berpikir positif, dan berperan baik dalam membangun bangsa berkarakter. (pag)