Purwokerto, Ditjen Aptika – Implementasi Rekam Medis Elektronik (RME) mendukung peningkatan akreditasi failitas layanan kesehatan (fasyankes), khususnya dalam hal mendorong peningkatan mutu layanan yang diberikan. Implementasi RME dan akreditasi fasyankes sendiri diatur oleh dua regulasi Kementerian Kesehatan yang berbeda.
“Ada korelasi antara regulasi terkait implementasi RME dan regulasi terkait akreditasi fasyankes, keduanya berkaitan dengan peningkatan mutu layanan menuju tata kelola yang baik. Dengan mengimplementasi RME maka akreditasi fasyankes bisa meningkat,”ujar Ketua Technical Working Group SATUSEHAT, Ahmad Hidayat, pada acara Pendampingan Strategi Adopsi RME dan Integrasi SATUSEHAT dalam Mendukung Akreditasi Klinik di Purwokerto, Sabtu (17/6/2023).
Implementasi RME, lanjut Ahmad, diatur dalam Permenkes 24/2022 menekankan kerangka hukum RME dan pentingnya integrasi dengan SATUSEHAT. Sementara itu, akreditasi fasyankes diatur dalam Permenkes 34/2022 menekankan tentang tata kelola organisasi dan tata kelola penyelenggaraan fasyankes.
“Kebijakan dan komitmen dari manajemen dalam menerapkan RME menjadi faktor paling penting dalam tata kelola implementasi RME,” tuturnya.
Ahmad menekankan perlunya memahami regulasi yang ada, salah satunya peraturan turunan Permenkes 24/2022 yaitu Keputusan Menteri Kesehatan No. 1423 yang membahas mengenai standar data dan metadata.
“Setelah fasyankes menerapkan RME, kemudian dilanjutkan dengan penggunaan standar dan metadata yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan untuk dapat melakukan interoperabilitas dengan SATUSEHAT. Inilah pentingnya memahami kerangka regulasinya,” tutupnya.
Lihat juga: Rumah Sakit di Pekanbaru Terapkan RME, Masuki Tahap Simulasi Sistem
Senada dengan Ahmad Hidayat, Chief Operating Officer Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan dan Lead SATUSEHAT, Daniel Oscar Baskoro, mengatakan implementasi RME berkaitan erat dengan peningkatan akreditasi fasyankes.
Oscar menyebutkan, saat ini modul integrasi platform SATUSEHAT telah berada pada cluster 1 untuk pendaftaran/kunjungan pasien dan diagnosis. Integrasi fasyankes ke SATUSEHAT ini dapat berpengaruh pada akreditasi fasyankes tersebut.
“Terkait akreditasi, kami anggap sudah layak, ketika sudah ada pendaftaran dan data diagnosisnya masuk ke SATUSEHAT,” ujarnya
Platform SATUSEHAT bertujuan untuk mengintegrasikan dan memantau semua RME yang ada di berbagai macam fasyankes. Dinas Kesehatan dan masyarakat juga dapat memanfaatkan data tersebut.
“Dinas Kesehatan dapat memanfaatkan data untuk melakukan analisis melalui dashboard yang disediakan. Di sisi lain, masyarakat dapat memantau informasi kesehatannya dalam SATUSEHAT mobile,” ucapnya.
Sebagai penutup, Oscar mendorong fasyankes untuk dapat menerapkan strategi implementasi SATUSEHAT untuk fasyankes, “Pertama, pastikan fasyankes sudah menerapkan RME, kemudian lakukan integrasi fase 1 (pendaftaran dan diagnosis), lalu registrasi administrasi dokumen dan pengembangan modul lanjutan,” tutupnya
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika, I Nyoman Adhiarna, menerangkan tentang peran Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai katalis dalam transformasi digital.
“Saat ini terdapat 6 sektor strategis yang menjadi fokus Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam mendorong dan mempercepat transformasi digital, diantaranya yaitu sektor kesehatan, pertanian, pertanian, maritim/perikanan, logistik, pariwisata dan pendidikan,” ungkapnya.
Nyoman menambahkan, kegiatan ini merupakan kolaborasi sinergis antara Kementerian Kominfo, dengan Kementerian Kesehatan, Asosiasi Healthtech Indonesia (AHI) dan mitra teknologi digital kesehatan.
“Kolaborasi ini dilakukan dalam rangka mendorong transformasi digital dan penggunaan RME pada fasilitas pelayanan kesehatan di kawasan prioritas, khususnya di Kabupaten Banyumas,” pungkasnya.
Acara tersebut dihadiri oleh 100 pemilik dan pengelola Klinik atau Praktik Dokter Mandiri di Kabupaten Banyumas dan sekitarnya. (jnm)