Jakarta, Ditjen Aptika – Kementerian Kominfo fokus kejar ketertinggalan pilar digital safety dari tiga pilar lainnya pada indeks literasi digital nasional. Pilar digital safety mendapat nilai 3,12 pada survei indeks literasi digital nasional tahun 2022.
“Dari empat pilar yang menjadi penilaian indeks literasi digital nasional, pilar digital safety ini yang paling rendah. Kita akan fokus perbaiki nilai ini kedepannya,” tutur Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, pada Tech & Telco Outlook 2023 dengan tema Kecerdasan Digital, Disrupsi Teknologi Untuk Indonesia Maju, Selasa (14/02/2023).
Menurut Dirjen Semuel, kurangnya nilai digital safety tergambar pada fenomena masyarakat yang masih mudah tertipu kejahatan digital. “Ini akan kita fokuskan, how to became safety when you are online,” lanjutnya.
Seperti diketahui, pada survei indeks literasi digital nasional tahun 2022, pilar digital culture mendapat nilai 3,84, digital ethics 3,68, digital skills 3,53, dan digital safety 3,12. Dirjen Semuel menargetkan kenaikan 40 point pada pilar digital safety pada tahun 2023 agar bisa setara dengan pilar lainnya.
“Pada dunia digital kita tidak boleh trust, sampai sumbernya terpercaya. Sumber sangat penting dalam dunia digital karena setiap orang bisa mengaku siapa saja,” jelas Dirjen Semuel.
Untuk mengejar nilai tersebut, Ditjen Aptika Kemkominfo memiliki program Gerakan Nasional Literasi Digital yang prototype-nya sudah dimulai sejak tahun 2017. Pada saat pandemi di tahun 2020 Presiden Joko Widodo mencanangkan percepatan transformasi digital, yang mana salah satunya terkait sumber daya manusia.
“Pandemi memicu masifnya Gerakan Nasional Literasi Digital, pada bulan mei 2021 kita launching gerakan tersebut hingga memecahkan rekor penyelenggaraan zoom dengan peserta terbesar,” ungkap Dirjen Aptika.
Lihat juga: Indeks Literasi Digital Indonesia Kembali Meningkat Tahun 2022
Dirjen Aptika juga menjelaskan jika bicara literasi sebagai gerakan nasional, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Dibutuhkan kerja sama semua stakeholders terkait.
“Saat ini ada 120 lebih organisasi yang terlibat dari Gerakan Nasional Literasi Digital. Literasi tidak bisa berhenti dan harus selalu bergulir, karena selalu ada hal baru.” terangnya.
Selain masyarakat, pemerintah menurut Dirjen Semuel, juga perlu ikut bertransformasi. Melalui Perpres Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) pada tahun 2018 pemerintah mulai bertransformasi.
“Pemerintah mulai melayani masyarakat dengan aplikasi-aplikasi digital dan membangun Pusat Data Nasional, agar siap melayani masyarakat di era digital. Derap langkah antara masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha harus seirama,” tandasnya.
Literasi Digital dan UU Pelindungan Data Pribadi
Telah disahkannya Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) disebut Dirjen Semuel dapat meningkatkan trust. Menurutnya trust merupakan kunci di ruang digital karena merupakan dunia baru.
“Di ruang fisik kita sudah bangun trust karena dapat bertatap muka, bagaimana membangun trust di ruang digital? Salah satunya dengan UU PDP ini,” terangnya.
Dalam melakukan aktivitas di ruang digital masyarakat memberikan data, dengan adanya UU PDP maka dapat memberikan perlindungan. UU PDP mengatur bahwa organisasi yang mengumpulkan data pribadi wajib untuk melindungi data tersebut termasuk meningkatkan sistem cyber security-nya.
Lihat juga: Rapat Paripurna DPR Sahkan RUU PDP
“Harapannya dengan UU PDP, pilar digital safety dapat memperoleh nilai yang lebih baik,” ujar Dirjen Semuel.
Salah satu implementasi UU PDP sendiri ialah adanya kebutuhan SDM baru di bidang Data Protection Officer. Ada kebutuhan 150 ribu untuk compliance seluruh Indonesia.
“Peluang ini harus ditangkap hingga jeda waktu dua tahun sebelum UU PDP ini diimplementasikan. Tolong persiapkan diri, jaga data pribadi yang ada, kumpulkan data yang dibutuhkan, dan gunakan data semestinya,” tutup Dirjen Semuel. (lry)