Jakarta, Ditjen Aptika – Kementerian Komunikasi dan Informatika meyakini transformasi digital berpengaruh besar terhadap perencanaan kota. Kemkominfo lalu menggagas Gerakan Kota Cerdas (Smart City) sebagai satu solusi pengelolaan kota berbasis TIK.
Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (LAIP), Bambang Dwi Anggono menyebut salah satu pilar dari hajatan G20 2022 ini yaitu digitalisasi yang selaras dengan insiasi pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu contohnya adalah gerakan menuju Smart City yang digagas oleh Kemkominfo.
“Gerakan ini memiliki tujuan untuk membimbing pemerintah kabupaten-kota di seluruh Indonesia dalam merancang rencana pembangunan berbasis digitalisasi dengan menghitung potensi dan tantangan setiap saat,” katanya dalam acara Seminar dan Pameran Gerakan Menuju Kota Cerdas (Smart City) 2022 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (1/12/2022).
Disampaikan Direktur Bambang yang akrab dipanggil Ibenk, gerakan Smart City sudah dilakukan sejak tahun 2017 hingga 2022. Sebanyak 198 kabupaten / kota yang telah mendapat pendampingan selama pelaksanaannya.
Di tahun-tahun ke depan kita berharap masih ada lagi kabupaten-kota yang bisa kita dampingi dengan target 50 kabupaten-kota baru yang akan kami dampingi dalam program Smart City,” tambahnya.
Lihat juga: Gerakan Smart City 2022 Tingkatkan Kolaborasi Antar Daerah
Direktur Ibenk menjelaskan kehadiran Smart City sebagai bentuk inisiasi pemerintah menghadapi perkembangan zaman. Apalagi kehadiran Kota Cerdas dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan peningkatan layanan masyarakat. Terutama dalam memadukan sektor pemerintahan, ekonomi, kualitas hidup, lingkungan, sumber daya manusia, dan transportasi.
Optimisme kemajuan Smart City itulah yang kemudian membuat Direktur LAIP itu yakin ke depan inovasi baru yang lebih luas bernama Provinsi Cerdas (Smart Province) akan hadir di 2023. “Kehadiran Smart Province nanti dijadikan semacam koordinator pembangunan Smart City di kabupaten/kota supaya lebih terarah,” ujarnya.
Peserta yang hadir dalam pameran dan seminar tersebut meliputi gubernur, bupati, walikota, dan Kepala Dinas Kominfo di Indonesia. Tiga tema besar dalam acara itu yakni:
- Pertama, seminar pentingnya menciptakan inovasi berbasis digital yang inklusif dan berkelanjutan oleh Direktorat Jendral Aplikasi dan Informatika dan Menteri Kesehatan;
- Kedua, seminar terbukanya pintu kolaborasi antar pemangku kepentingan Smart City, termasuk swasta dan negara tetangga, khususnya dalam mengelola lingkungan hidup (sumber energi yang terbarukan, pengelolaan sampah/limbah) oleh Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Perwakilan Kedutaan Belanda;
- Ketiga, seminar mendorong Pemerintah daerah peserta gerakan menuju Smart City 2022 untuk menjalankan rencana yang tertera di masterplan oleh perwakilan tiga pimpinan daerah.
Selebihnya, acara dilanjutkan dengan menyaksikan pameran Gerakan Menuju Smart City 2022. Pameran itu diikuti tujuh kabupaten/kota yang terpilih, satu dari Direktorat LAIP, dan satu dari Paviliun startup disertai virtual exhibition dengan pertunjukan seni daerah oleh peserta pameran.
Ubah Pola Pikir
Kemajuan zaman tak dapat dielakkan. Sebab, Indonesia sedang menuju kepada suatu era baru. Era dimana ruang fisik dan ruang digital tersambung dengan sangat cepat. Realitas manusia pun bukan cuma ruang fisik tapi juga ruang digital.
Paparan itulah yang diingatkan terus menerus oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan. Ia menyebut bukan perkara mudah untuk menciptakan gerakan Smart City yang diinsiasi Kementerian Kominfo sejak tahun 2017.
“Pemerintah daerah mau tak mau harus mencocokkan diri dengan selera zaman. Ubah pola pikir menjadi solusi utama. Pola pikir yang melulu ingin mengadopsi teknologi semata tanpa memikirkan masterplan yang terukur,” tuturnya.
Lihat juga: Kominfo Dorong Kolaborasi Dunia Usaha dalam Inisiatif Smart City
Dirjen Semuel memberikan contoh supaya pemerintah daerah segera mengadopsi cara kerja perusahaan rintisan (startup) yang bergerak serba terarah. Utamanya dalam hal perencanaan. Semua itu untuk melanggengkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) demi mewujudkan pemerintahan yang efisien, transparan, dan kolaboratif.
“Setiap kabupaten kota harus membuat masterplan-nya. Karena membangun Smart City tidak bisa lima atau 10 tahun, itu harus berkelanjutan. Bisa 15 tahun atau bahkan 20 tahun. Masterplan rangkum baru kemudian memikirkan bagaimana pendanaannya,” jelasnya.
Dilanjutkan Semuel, pendanaan tersebut bisa dari APBD, bisa juga lewat prime partnership (kemitraan utama). Pemda yang tak punya cukup anggaran juga bisa mengadopsi cara berpikir startup.
“Jadi jangan teknologinya dulu nanti kita belanja-belanja tanpa tahu kebutuhan. Mereka harus berpikir ingin menyelesai apa di pemerintahannya. Setelah itu panggil expert-nya, baru kita belanja teknologi,” tutupnya. (sae)