Jakarta, Ditjen Aptika – Ekonomi digital Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dengan nilai ekonomi yang diproyeksikan mencapai USD315 miliar pada tahun 2030. Pemerintah Indonesia menaruh perhatian serius terhadap akselerasi transformasi digital dengan merumuskan Peta Jalan Digital Indonesia 2021-2024 yang terdiri dari 4 pilar, yaitu infrastruktur digital, pemerintahan digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital.
Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Kebijakan Digital dan Pengembangan SDM, Dedy Permadi dalam forum “Happy Digital Economy: Transforming the Ego to ECO-Economy in the Digital Era” yang diselenggarakan secara hibrida dari Badung, Bali, Kamis (17/11/2022).
“Inisiatif transformasi digital dimulai dengan infrastruktur digital. Fokus Pemerintah saat ini adalah pembangunan last mile tapi pemerintah masih memiliki ‘PR’ untuk mengkoneksikan lebih dari 12.500 desa yang belum memiliki kualitas jaringan internet yang bagus dan terjangkau,” kata Dedy.
Sebelumnya pada 2021, pemerintah juga menyiapkan pembangunan lapisan middle mile berupa microwave link, fiberlink, dan satelit untuk pemerataan akses infrastruktur digital.
Sementara itu, lanjut Dedy, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kemkominfo terus mendorong upaya untuk memperkuat dan memperluas akses internet untuk layanan publik di seluruh Indonesia. BAKTI bekerja sama dengan operator telekomunikasi membangun Base Transceiver Station (BTS) untuk menjangkau daerah-daerah terpencil di Indonesia.
“Kami harap pembangunan BTS di seluruh daerah terpencil tersebut akan selesai pada tahun 2023 dan sudah tersambung dengan jaringan 4G,” ujar Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika itu.
Tantangan lain inisiatif transformasi digital adalah mengkoneksikan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dan perbatasan. Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas sehingga sulit kalau hanya mengandalkan jaringan kabel serat optik saja.
Untuk mempercepat pemerataan infrastruktur digital terutama di daerah 3T serta perbatasan, pemerintah menggabungkan jaringan kabel serat optik yang sudah terbangun dengan SATRIA 1 yang memiliki kapasitas sebesar 150 Gbps. Satelit multifungsi itu mampu memberikan layanan internet di 150.000 titik lokasi layanan publik yang terdiri atas sarana pendidikan, pemerintah daerah, administrasi pertahanan keamanan, dan fasilitas kesehatan di seluruh wilayah Indonesia.
“Tahun depan kita coba luncurkan satelit SATRIA-1 untuk memberikan konektivitas layanan publik yang lebih baik,” sambung Alternate Chair of Digital Economy Working Group (DEWG) itu.
Sehubungan dengan pemerintahan digital, pemerintah telah memulai pembangunan Pusat Data Nasional yang pertama di Kawasan Delta Mas, GIIC, Kecamatan Cikarang, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya secara bertahap akan disusul dengan membangun tiga pusat data lainnya yakni di Nongsa Digital Park, Batam, Kepulauan Riau, Ibu Kota Negara (IKN) baru di Balikpapan, Kalimantan Timur, dan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Pembangunan pusat data pemerintah ini untuk mendorong efisiensi, efektivitas, kedaulatan data negara, dan konsolidasi data nasional dalam inisiatif Satu Data Indonesia.
“Ini (pusat data) amat sangat penting karena manajemen data pemerintah merupakan kunci untuk mengembangkan transformasi masyarakat menjadi masyarakat digital,” jelasnya.
Lihat juga: Menkominfo: Pembangunan Pusat Data Nasional di Bekasi Selesai pada 2024
Menyangkut ekonomi digital, pemerintah mendorong generasi muda yang ingin mendirikan startup melalui berbagai program seperti Sekolah Beta, Gerakan 1.000 Startup, Startup Studio, HUB.ID and IGDX. Berbagai program tersebut disediakan bagi seluruh rakyat Indonesia secara cuma-cuma untuk mendukung ekosistem digital.
Lebih lanjut, Dedy Permadi menerangkan mengenai pilar keempat dalam Peta Jalan Digital Indonesia yaitu masyarakat digital. Kementerian Kominfo mendorong masyarakat untuk membekali diri dengan berbagai skill set yang semakin dibutuhkan di era transformasi digital. Hasil studi LinkedIn pada tahun 2020 lalu menyebutkan kebutuhan kecakapan digital di masa depan akan berfokus pada 4 hal yang dikenal sebagai ABCD yakni Artificial Intelligence, Bitcoin, Cloud Computing, dan Data Analytics.
“ABCD semakin dibutuhkan sekarang untuk semua orang selain disiplin ilmu yang didapatkan dari perguruan tinggi. Saya yakin ABCD dibutuhkan semua generasi muda, tidak hanya orang IT tapi juga mahasiswa ilmu sosial dan ekonomi,” ucap Dedy.
Selain menguasai ABCD, yang merupakan keterampilan teknis atau hard skill, talenta digital Indonesia diharapkan juga cakap dalam keterampilan nonteknis atau soft skill yang dikenal dengan 4C’s yaitu Complex Problem Solving, Critical Thinking, Creativity, dan Communication.
“Keterampilan soft skill dibutuhkan untuk melengkapi hard skill. Kombinasi antara hard skill dan soft skill merupakan keterampilan yang dibutuhkan di saat ini dan masa depan,” tutup Dedy Permadi.
Infrastruktur Digital jadi Fondasi
Sementara itu Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo, Ismail mengatakan pembangunan infrastruktur digital menjadi fondasi utama untuk menghadirkan layanan digital dan mengakselerasi transformasi digital di Indonesia. Untuk itu, pemerintah terus berupaya memenuhi kebutuhan digital dan mengikis kesenjangan (gap) digital, membuat semua orang terhubung secara digital, sehingga pembangunan infrastruktur tersebut adil, inklusif, dan bermanfaat.
“Indonesia membutuhkan transformasi digital. Kita harus berlari kencang dan mengakselerasi transformasi untuk terjun ke dalam ekonomi digital serta melakukan transformasi digital di berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, industri, dan pertanian,” kata Dirjen Ismail.
Dilanjutkan, situasi pandemi Covid-19 memacu akselerasi transformasi digital di semua sektor secara radikal. Konektivitas menjadi kunci transformasi digital agar semua orang saling terhubung, bahkan kebutuhan konektivitas di perdesaan sudah sangat mendesak.
“Masyarakat tidak bisa menunggu. Sementara pihak swasta atau operator masih berfokus membangun infrastruktur dan konektivitas di perkotaan, sebab permintaannya masih sangat tinggi sehingga menimbulkan gap antara kota dan desa makin lebar,” tuturnya.
Menurut Direktur Ismail jika menunggu operator ‘bergerak’ akan memakan waktu lama sementara kebutuhan konektivitas sudah mendesak. Untuk itu pemerintah bergerak cepat membangun infrastruktur dan konektivitas ke wilayah perdesaan.
“Kita tidak bisa menunggu investasi dari sektor swasta. Pemerintah harus melakukan investasi untuk mempercepat dan mengakselerasi transformasi digital dengan membangun infrastruktur,” tegasnya.
Lihat juga: Dirjen Aptika: Infrastruktur Merata untuk Akselerasi Transformasi Digital
Lebih lanjut disampaikan Ismail, pembangunan infrastruktur TIK harus memenuhi tiga kriteria yakni memiliki coverage yang luas, menggelar jaringan kabel serat optik pada backbone, dan affordable artinya harganya terjangkau oleh masyarakat.
“Jika infrastruktur konektivitas jaringan TIK sudah terbangun, tantangan berikutnya adalah utilisasi ekosistem digital. Miliaran dolar telah digelontorkan untuk membangun infrastruktur digital, bagaimana pemanfaatannya untuk kegiatan yang produktif. Saya kira ini yang penting,” katanya.
Direktur SDPPI Kominfo Ismail berharap generasi muda Indonesia dapat memanfaatkan peluang emas ini agar Indonesia tidak hanya menjadi negara konsumen tapi menjadi pemain dalam transformasi digital. Tidak hanya di tingkat nasional tapi juga regional maupun global. (lg)