Jakarta, Ditjen Aptika – Tiga hal penting dalam transformasi digital desa yang saat ini tengah digarap pemerintah yaitu digital government, digital society, digital economy. Sesuai amanat program prioritas desa digital dari Presiden Joko Widodo, sistem pemerintah digital harus dimulai dari desa.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Pembinaan Bidang Otonomi SPBE dan Kota Cerdas, Direktorat Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (LAIP), Dwi Alfrida. Kementerian Kominfo melalui Direktorat LAIP menjadi salah satu instansi pengembang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
“Digital government ini terkait kesiapan aparatur pemerintah desa dalam menerapkan e-government desa hingga nasional, serta partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan layanan online desa,” kata Dwi pada acara Sosialisasi dan Bimtek Percepatan Transformasi Digital Desa Melalui Aplikasi Prodeskel, Siskeudes dan Sideka yang digelar secara daring, Selasa (18/10/2022).
Sementara digital society, lanjut Dwi terkait kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan TIK secara bijak dan produktif, serta terbangunnya revolusi sosial 5.0. Yakni masyarakat digital yang menjadikan hubungan sosial yang baik sebagai pondasi kehidupannya.
Sedangkan digital economy adalah dukungan segenap pelaku ekonomi, baik di tingkat desa, lokasi regional, nasional hingga internasional bagi tumbuhnya ekonomi desa.
“Kalau dulu e-government masih difokuskan pada pemerintahan kota/kabupaten, tapi saat ini dengan ada program prioritas desa digital dari Presiden Joko Widodo, sistem pemerintah digital harus dimulai dari desa,” jelas Dwi.
Kenapa demikian? Dwi menjelaskan bahwa suatu pemerintahan itu dimulai dari desa. Jika data yang bersumber dari desa sudah valid dan berbasis elektronik, itu akan memudahkan mencapai terwujudnya satu data nasional.
“Pemerintah yang sudah berbasis elektronik ini kemudian bisa menggerakkan roda ekonomi masyarakat yang tentunya juga telah berbasis TIK, yang kita kenal saat ini dengan istilah ekonomi digital,” papar Dwi.
Perubahan bentuk layanan pemerintah dan perubahan cara masyarakat dalam berkegiatan ekonomi, menurut Dwi kemudian turut mengubah budaya masyarakat. Misalnya terkait budaya tawar menawar, budaya mengelola waktu, dan budaya meriset pasar sebelum membeli.
Guna mendukung program transformasi digital desa, Direktorat LAIP Kemkominfo telah menyediakan layanan Pusat Data Nasional (PDN) sehingga pemerintah desa tidak perlu lagi membeli server. Selain itu, Direktorat LAIP juga telah menyediakan aplikasi khusus terkait desa digital bernama Sideka.
Tak hanya itu, bagi pemerintah desa yang ingin membuat website pemerintah telah menyediakan domain khusus yakni desa.id. “Kami akan ajarkan kepada aparat pemerintah desa bagaimana cara membuat website desa sekaligus mendaftarkan nama domainnya,” tutur Dwi.
Lihat juga: Direktur LAIP: Desa Cerdas Itu Bisa Atasi Masalah Komunal dengan TIK
Sementara itu Direktur Evaluasi Perkembangan Desa, Ditjen Bina Pembinaan Desa Kemendagri, Anggar Pramudiani Widyaningtyas mengatakan transformasi digital merupakan kehendak zaman yang tidak bisa dihindari.
Mengutip perkataan presiden, Anggar mengatakan transformasi digital di masa pandemi maupun setelah pandemi akan mengubah secara struktur cara kerja, beraktifitas, berkonsumsi, maupun belajar. Bertransaksi yang sebelumnya dilakukan secara offline dengan kontak fisik menjadi lebih banyak ke online atau daring.
“Karena itu terobosan dan percepatan transformasi digital pada berbagai sektor di Indonesia perlu dilakukan, salah satunya adalah percepatan transformasi digital pedesaan. Kita semua dituntut beradaptasi dan mengadopsi nilai-nilai baru dan melakukan transformasi budaya kerja,” tutur Anggar.
Anggar mencontohkan, budaya yang mesti ditinggalkan itu antara lain, lambat dalam bertindak, prosedur yang berbelit, mental ingin dilayani, dan mental korupsi. Sementara budaya baru yang mesti segera diadopsi yaitu adaptif, cepat, responsif, efisien, dan berintegrasi. (sae)