Jakarta, Ditjen Aptika – Keamanan data kesehatan menjadi prioritas penting menurut regulasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ada beragam risiko keamanan digital di sektor kesehatan yang kurang disadari oleh pasien maupun pengelola sistem.
“Keamanan data kesehatan menjadi prioritas tertinggi dalam ketentuan PBB, maka wajib bagi kita untuk mencermati hal tersebut demi tercapainya ekosistem digital yang sehat,” kata Anggota Dewan Pengawas Ikatan Audit Sistem Informasi Indonesia (IASII) sekaligus narasumber, Hari S. Nugroho pada acara Literasi Digital Sektor Pemerintahan batch ke-12, Senin (10/10/2022).
Risiko keamanan digital terbagi menjadi dua, jelas Hari, yaitu risiko publik dan risiko lembaga. Risiko publik misalnya ketidaktepatan informasi berita yang bisa menimbulkan hoaks. Sedangkan risiko lembaga seperti input data pasien oleh pihak rumah sakit menggunakan aplikasi yang belum sempurna, sehingga berpotensi bocor.
Kemudian Hari melanjutkan, salah satu masalah yang sering terjadi adalah tumpang tindih data yang sama dan pengisian data oleh pasien tidak sesuai kebutuhan. Hal itu menambah lama proses administratif pasien maupun rumah sakit.
“Saya berpesan pada seluruh pengampu sistem di rumah sakit, termasuk para dokter, agar melakukan entry data sekali saja, dan meminta pasien hanya mengisi data sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan,” katanya.
Lihat juga: Fasilitasi Layanan Kesehatan Ibu dan Anak, Aptika Bangun Aplikasi e-Posyandu
Sementara itu Sekretaris Jenderal Kemenkes, Kunta Wibawa Dasa Nugraha menyampaikan bahwa Kemenkes memiliki strategi transformasi digital kesehatan tahun 2021 – 2024 untuk mewujudkan layanan kesehatan yang optimal berbasiskan teknologi.
“Setiap ASN di Kemenkes diharapkan mampu menggunakan teknologi digital sesuai dengan aturan serta memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan, agar kita bekerja lebih efektif untuk mencapai tujuan organisasi Kementerian Kesehatan,” tegasnya.
Sedangkan Direktur Pemberdayaan Informatika Kemkominfo, Bonifasius Wahyu Pudjianto menyampaikan perlunya Aparatur Sipil Negara (ASN) menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Terpaan pandemi Covid-19 pada 2020 – 2021 telah memaksa manusia beradaptasi cepat di era digital.
“Tantangan di era digital saat ini yaitu bagaimana membangun pola kerja dan pola pikir ASN yang komprehensif, integral, holistik dan bahkan sistemik melalui peningkatan kemampuan penguasaan teknologi. Namun tetap mengedepankan integritas yang tinggi, professional, melayani dan keterkaitannya dengan pengembangan kompetensi dan kinerja,” tuturnya.
Turut hadir dalam acara itu Setiaji (Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan Kemenkes), Wawan Hermawan (Widyaiswara Kemendagri), Yurika Xanthinia Wijayanti (Widyaiswara Kemendagri), dan Tri Hadiyanto Sasongko (Founder Kombas Digital Internasional).
Lihat juga: Transformasi Digital Kemenkes, ASN Harus Paham Literasi Digital
Acara yang dapat diakses melalui akun YouTube Pemberdayaan Kapasitas Kominfo itu pun ditutup dengan closing statement dari setiap narasumber mengenai upaya pemerintah dalam mencapai literasi digital di sektor pemerintahan yang ideal.
Kegiatan tersebut menargetkan 21.000 ASN Kemenkes sebagai peserta dalam rangka tercapainya ASN yang #MakinCakapDigital. Pada sesi pembelajaran hibrida selama empat jam tersebut, ASN Kemenkes diberikan pemahaman mengenai pentingnya literasi digital secara umum, pentingnya pelindungan data pribadi pasien, dan risiko dalam tata kelola data kesehatan. (mf)