Jakarta, Ditjen Aptika – Kebijakan pemerintah terkait SPBE yaitu mendorong 630 instansi pemerintah pusat dan daerah, dimana di dalamnya terdapat 2.700 pusat data/ruang server menjadi 10 hingga 20 PDN. Oleh karena itu, banyak pusat data di Kementerian/Lembaga kabupaten/kota dan provinsi akan ditutup atau dikonsolidasikan ke pusat data nasional.
“Ada berbagai alasan mengapa pusat data itu harus di konsolidasikan secara nasional.” kata Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan (LAIP), Bambang Dwi Anggono, Webinar Festival Pengadaan Digital, Senin (01/11/2021).
Ke depannya, pembangunan SPBE ini merupakan pembangunan yang terpadu, terintegrasi dan konsolidasi. Artinya dibutuhkan semangat persatuan antar instansi baik pusat maupun daerah dalam hal menyukseskan pembangunan SPBE. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan kualitas birokrasi dan pelayanan publik dengan kinerja tinggi.
Untuk SPBE Nasional, terdapat tiga infrastruktur yakni Pusat Data Nasional (PDN), jaringan intra pemerintah, dan sistem penghubung layanan pemerintah. Sedangkan, untuk infrastruktur SPBE instansi pusat dan pemerintah daerah ada dua, yakni jaringan intra instansi pusat dan pemerintah daerah, serta sistem penghubung layanan instansi pusat dan pemerintah daerah.
Lebih lanjut, terkait dengan pusat data ada beberapa kebijakan di antaranya berbagi infrastruktur agar efisien, standar pusat data kelayakan teknis dan keamanan, Instansi pusat dan pemerintah daerah harus menggunakan PDN, dan pusat data yang telah ada harus memenuhi standar dan kelayakan teknis dan keamanan, serta dalam pemanfaatannya harus berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Sebagai informasi, Pusat Data Nasional (PDN) merupakan sekumpulan pusat data yang digunakan secara bagi pakai oleh instansi pusat dan pemerintah daerah, dan saling terhubung. Di mana, terdiri atas pusat data Kemkominfo dan pusat data instansi pusat dan pemerintah daerah yang memenuhi persyaratan tertentu.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan bahwa langkah untuk menuju single source of truth of data, diantaranya yaitu konsolidasikan data yang tersebar pada 2.700 data center dan ruang server di seluruh Indonesia ke dalam PDN. Lalu, tetapkan data pemerintah dengan menetapkan walidata atas data pemerintah tersebut.
Kemudian, walidata menentukan standar data berdasarkan berbagai pertimbangan serta menetapkan policy data. Terakhir, walidata tersebut memastikan data pemerintah sudah sesuai. Dengan demikian, pemanfaatan data sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Arah kita menuju pada dua aplikasi saja. Sesuai dengan Perpres SPBE Pasal 42 menyatakan bahwa arah SPBE kita yaitu membangun government super apps, di mana super apps yang pertama untuk pelayanan publik dan yang kedua untuk kepentingan internal pemerintahan,” jelas Bambang.
Saat ini, ada lebih dari 80 commercial data center di Indonesia dengan luas kurang lebih mencapai 185.000 meter persegi. Terdapat di lebih dari 20 provinsi dengan total presentase yang digunakan kurang dari 60% serta total invesment mencapai US$500 juta.
Selain membangun pusat data baru, pemerintah juga memanfaatkan existing Data Center Nasional (DCN) yang memenuhi standar sebagai bagian dari jaringan DCN. Dengan demikian, potensi penghematan mencapai Rp10 triliun/tahun dan semakin efisien setiap tahunnya.
Terkait dengan aplikasi SPBE, dari 27.400 aplikasi pada dasarnya merupakan 50 aplikasi sejenis. Berdasarkan data Ditjen Bina Keuda Kemendagri, terjadi penghematan 90% dari anggaran existing senilai Rp12 triliun/tahun. Di samping itu, Satu Data Indonesia dinilai lebih efektif dan efisien melalui interoperobilitas.
Selanjutnya, Bambang menjelaskan mengenai SDM pengelola Pusat Data yang mana terdiri atas enam elemen penting. Di antaranya Pimpinan/manajer TI, ahli Quality Control & Insurance, ahli Software Define Data Center, ahli Mekanikal, ahli Kelistrikan, dan Ahli Asset & Facility Management.
Menurutnya, data center Indonesia harus dikelola secara profesional mulai dari sisi kelistrikan, pembiayaan hingga SDA harus terpenuhi. Namun, jika hal tersebut tidak terpenuhi maka harus mendapat kelaikan dari Menteri Kominfo dengan cara lolos audit sistem elektronik dari BPPT dan BSSN.
“Jika tidak lolos, harus digabungkan dengan data pusat nasional. Sedangkan, jika lolos silahkan beroperasi dan Kominfo akan mengeluarkan surat kelaikan operasinya. Hal ini bertujuan agar kita lebih profesional,” ungkap Bambang.
Sebagai penutup, Bambang mengatakan bahwa dalam LPSE 4.0, cukup 1 aplikasi untuk Indonesia. Kemudian, cukup 1 ekosistem Pusat Data Nasional untuk Indonesia, serta UKPBJ dan Pokja bisa fokus ke Tusi utama. (Dit. LAIP)