Jakarta, Ditjen Aptika – Pandemi Covid-19 telah membuat percepatan penggunaan teknologi digital dalam kehidupan masyarakat dan dunia usaha. Ditjen Aptika mendorong akselerasi penggunaan identitas digital melalui kajian dan regulasi.
“Ditjen Aptika sedang melakukan kajian tentang identitas digital, karena kita yakin ke depannya identitas ini sangat penting dalam pengembangan ekonomi digital,” kata Plt. Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Milikta Jaya Sembiring dalam acara Fintech Talk Jumat (12/11/2021).
Untuk mendorong peningkatan tersebut, lanjut Milikta, Kementerian Kominfo melalui Ditjen Aptika telah menyiapkan tiga hal. Peningkatan implementasi tersebut tidak hanya ditujukan bagi jajaran pemerintah, tapi juga non pemerintah.
“Ada tiga hal yang telah disiapkan oleh Kemkominfo saat ini, yaitu kerangka regulasi, membangun ekosistem, dan inovasi teknologi,” jelas Milikta.
Dalam hal kerangka regulasi, Plt. Direktur Milikta mendorong semua pihak untuk memahami pentingnya pemanfaatan tanda tangan elektronik di berbagai sektor.
Lebih lanjut Milikta menguraikan inovasi dalam infrastruktur digital dalam mendukung percepatan adopsi fintech di Indonesia, yaitu:
- Membangun infrastruktur teknologi yang berfokus pada digital trust;
- Otomatisasi pemrosesan dokumen berbasis artificial intelligence (AI) sebagai fitur utama;
- Membangun infrastruktur bersama pemerintah daerah untuk memperluas jangkauan masyarakat;
- Regulasi yang tegas untuk mewajibkan penggunaan tanda tangan elektronik (TTE) tersertifikasi; dan
- Melakukan literasi digital hukum kepada masyarakat, terutama terkait pengenalan fintech.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi dan Informatika KADIN, Firlie Ganindutomo juga menyatakan pentingnya pemanfaatan AI untuk verifikasi di bidang finansial.
“Pemanfaatan AI dan sistem verifikasi teknologi seperti tanda tangan digital dan identifikasi biometrik lewat face recognition, diharapkan dapat menekan angka kejahatan finansial di dunia digital,” ujarnya.
Lihat juga: Menkominfo: Butuh Upaya Komprehensif untuk Berantas Fintech Ilegal
Firlie pun mengutip data OJK yang menyebut kerugian akibat kecurangan atau fraud pada 2020 mencapai Rp4,6 triliun. Laporan lain dari klien yang dirilis tahun 2019 menyebutkan, tingkat kecurangan di Indonesia adalah 43% atau tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Vietnam.
“Jadi langkah mitigasi terhadap resiko tersebut harus secara digital. Selain itu, proses penilaian kredit juga ikut membantu dalam mengidentifikasi risiko yang ada. Hampir 40% perusahaan telah menggunakan AI untuk melawan fraud,” tuturnya.
Dengan adanya inovasi digital yang telah dipersiapkan oleh pemerintah, Firlie berharap bisa mendorong terjadinya inklusi digital yang merupakan tujuan akhir dari strategi nasional. (thp/magang)