Jakarta, Ditjen Aptika – Tahun 2021 pengguna internet di Indonesia meningkat 11 persen dari tahun sebelumnya, yaitu dari 175,4 juta menjadi 202,6 juta pengguna. Peningkatan tersebut perlu diimbangi pemahaman beraktivitas di ruang digital yang baik.
Hal tersebut dikatakan oleh Dirjen Aptika, Semuel A. Pangerapan dalam webinar Siberkreasi Mahasiswa Indonesia Makin Cakap Digital, Jumat (10/09/2021).
“Perilaku pengguna internet (warganet) Indonesia perlu ditingkatkan terus. Kita adalah bangsa yang berbudaya, tapi hal tersebut kurang terlihat sehingga ketika beraktivitas di ruang digital harus disertai dengan meningkatkan nilai budaya dan etika,” katanya.
Melalui program Gerakan Nasional Literasi Digital, Kemkominfo melalui Ditjen Aptika memiliki empat modul yang fokus pada keamanan digital, budaya digital, kemampuan teknis mengoperasikan media digital, dan etika bermedia sosial.
Dari modul tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai-nilai budaya, etika dan keamanan untuk mengurangi jumlah masyarakat yang terjerumus informasi tidak benar, penipuan online, cyberbullying, dan sebagainya.
“Kami menargetkan setiap tahunnya ada 12,5 juta masyarakat terliterasi digital, sehingga di tahun 2024 sudah ada 50 juta talenta digital di Indonesia,” ungkap Dirjen Semuel.
Ia berharap talenta digital dapat menyebarkan kembali ilmunya kepada masyarakat yang belum terliterasi sehingga dapat membantu tercapainya target bahkan melampaui target tersebut.
Lihat juga: Kominfo Targetkan 12,5 Juta Masyarakat Terliterasi Digital Setiap Tahun
Meningkatkan kemampuan dan jumlah talenta digital merupakan salah satu amanat dari Presiden Joko Widodo dalam percepatan transformasi digital.
“Kalau kita bisa berdaya, 5 hingga 10 tahun lagi Indonesia akan menjadi pencipta teknologi digital. Maka itu, perlu literasi digital untuk meningkatkan pemahaman masyarakat,” jelas Semuel lebih lanjut.
Sementara itu figur publik, Nicholas Saputra menyampaikan penerapan nilai-nilai budaya berlandaskan Pancasila dapat diterapkan pada sosial media sebagai media yang paling banyak diakses masyarakat.
“10 hingga 12 tahun terakhir masyarakat sudah mulai mengenali smartphone dan sekarang melalui smartphone masyarakat paling sering mengakses sosial media,” katanya.
Pria yang juga pemerhati lingkungan dan sosial itu menambahkan bahwa pemberian literasi digital harus dibedakan antara daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) dengan perkotaan.
“Hal tersebut menjadi perhatian agar tidak terjadi culture shock, karena pasti berbeda pendekatan dengan masyarakat perkotaan yang terbiasa dengan perubahan teknologi,” jelas Nico.
Lihat juga: Kominfo Inisiasi Program LDN untuk Pemanfaatan Ruang Digital yang Optimal
Sebagai figur publik, Nicholas Saputra pun ingin ikut menjadi agen literasi digital dengan membagikan informasi yang positif di sosial media.
“Saya bisa membantu memberikan literasi digital dan dapat dilakukan figur publik lainnya dengan membentuk karakter sosial media masing-masing beserta konsekuensinya untuk menyebarkan informasi yang positif,” ungkapnya.
Terakhir, Nico berpesan bagi masyarakat untuk beradaptasi menggunakan teknologi digital demi perkembangan diri sendiri. Juga selalu verifikasi kebenaran informasi yang diterima, dan menjaga privasi data pribadi di internet. (pag)