Jakarta, Ditjen Aptika – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kominfo dan DPR RI sepakat akan urgensi hadirnya Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia. Hal tersebut dikemukakan oleh Menteri Kominfo dan Ketua Komisi I DPR RI.
“Pada rapat kerja lalu kami (pemerintah dan DPR) telah sepakat melanjutkan pembahasan RUU PDP dan menyelesaikannya menjadi UU PDP. Mengingat urgensi adanya payung hukum yang kuat untuk pelindungan data pribadi, terutama disaat pandemi Covid-19 dimana kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat bergantung pada aplikasi digital,” tutur Menteri Kominfo Johnny G. Plate, dalam acara Ngobrol tempo dengan tema Menuju Kepastian Data Pribadi Aman Bertransaksi di Era Digital, Rabu (08/09/2021).
Dengan semakin maraknya kasus kebocoran data pribadi di Indonesia, lanjut Menkominfo, semakin menegaskan bahwa Indonesia butuh sebuah payung hukum. Kementerian Kominfo bersama Komisi I DPR RI telah melakukan pembahasan-pembahasan dan telah menyelesaikan 145 dari total 371 Daftar Inventarisir Masalah (DIM) RUU PDP.
Menurut Menkominfo, pemerintah menyadari bahwa Indonesia harus semakin mampu memberikan pelindungan hukum tehadap data pribadi untuk mewujudkan ruang digital yang lebih aman. Melalui UU PDP pengakuan dan penghormatan atas pentingnya data pribadi dan pemenuhan hak warga negara akan semakin kuat.
Kehadiran RUU PDP menjadi UU PDP juga dapat menunjang pemerintah dalam melakukan pengawasan, penelusuran, dan penindakan terhadap dugaan kebocoran dan insiden terhadap data pribadi secara lebih memadai.
“Saya tegaskan penuntasan RUU PDP menjadi salah satu prioritas utama Kemkominfo. Karena melalui UU PDP landasan hukum untuk menjaga kedaulatan dan keamanan data akan semakin kokoh,” tegasnya.
Selain penguatan regulasi, Menteri Johnny juga mengajak seluruh masyarakat untuk terus meningkatkan literasi khususnya terkait pelindungan data pribadi. Termasuk mengikuti berbagai pelatihan literasi digital yang disediakan, dimana target Kemkominfo pertahunnya mencapai 12,5 juta masyarakat terliterasi.
Hal tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat termasuk di dalamnya pelindungan agar terhindar dari pemakaian tidak sah (illegal).
“Pelindungan data pribadi menjadi salah satu kunci dalam memiliki ruang digital yang sehat, dimana bertumbuhnya ekonomi digital diikuti oleh teguhnya kedaulatan data Indonesia. Demi menyongsong Indonesia yang terkoneksi, semakin digital semakin maju,” pungkas Menteri Johnny.
Lihat juga: Sebanyak 11.305 Responden Ikuti Survei Pelindungan Data Pribadi
Sepakat dengan Menteri Kominfo, Ketua Komisi 1 DPR RI, Meutya Hafid menyampaikan bahwa DPR RI melihat dari maraknya kasus kebocoran data pribadi yang terjadi, maka pengesahan UU PDP menjadi urgensi prioritas.
Pembahasan RUU PDP sudah melalui lebih dari tiga masa sidang, melihat dari jumlah total 371 DIM sudah dapat diselesaikan lebih dari 50%. Poin utama yang perlu disepakati oleh pemerintah dan DPR menurutnya hanya tinggal mengenai lembaga/badan yang akan diberikan amanah untuk mengawasi.
Berkaca dari kasus-kasus kebocoran data pribadi yang terjadi, Ketua Komisi I DPR RI menyebut perlu ada lembaga atau badan yang betul-betul kuat untuk melakukan pengawasan. Terutama terkait praktik-praktik pencurian data pribadi masyarakat.
“Meskipun namanya data pribadi, tapi ketika berjumlah jutaan akan menjadi sebuah data kolektif yang berpotensi mengancam keamanan negara,” ungkapnya.
Meutya juga menuturkan saat ini telah ada 126 negara yang memiliki peraturan setingkat undang-undang mengenai PDP. Dari 180 negara, Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna internet terbesar yang belum memiliki.
“Hal ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk dapat segera menyelesaikan UU PDP, termasuk di dalamnya pemerintah, masyarakat, media, dunia usaha, dan akademisi,” tutupnya.
Menyikapi hal tersebut, Tenaga Ahli Bidang Tata Kelola Aptika, Mariam Fatimah Barata menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki berbagai macam aturan mengenai pelindungan data pribadi. Namun aturan-aturan tersebut masih bersifat sektoral dan belum komprehensif.
“Sehingga dalam penerapan dan penindakannya belum seragam dan sama, oleh karenanya perlu sekali undang-undang yang bersifat komprehensif seperti RUU PDP,” jelasnya.
Pada kesempatan itu Mariam turut menjelaskan pengaturan dalam RUU PDP untuk mewujudkan instrumen hukum yang lebih holistik. RUU PDP mengatur hal-hal seperti jenis data pribadi, subyek data pribadi, kewajiban pengendali data pribadi, pemrosesan data, dan transfer data.
“RUU PDP juga mengatur ketentuan lainnya mengenai sanksi, penyelesaian sengketa, kerja sama internasional, hingga peran pemerintah dan masyarakat dalam PDP,” info Mariam.
Ia juga menyinggung platform pinjaman daring yang saat ini banyak tersedia. Mendapatkan dana dari pinjaman online syaratnya tidak sesulit ketika meminjam uang di bank.
“Tapi hal yang harus diperhatikan ketika ingin meminjam ialah masyarakat harus terlebih dahulu mencari informasi apakah pinjaman daring tersebut legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Masyarakat bisa melakukan pengecekan pada situs resmi OJK, di sana ada daftar fintech-fintech yang sudah terdaftar,” sarannya.
Lihat juga: Perkuat Upaya Berantas Pinjol Ilegal, 5 K/L Buat Surat Pernyataan Bersama
Pada akhir sesi Mariam pun berpesan, bahwa masalah data pribadi bukan suatu hal yang harus kita khawatirkan. Namun harus cermat dalam melihat penerapan prinsip, syarat sah, dan pemrosesan data pribadi.
“Jadi pelindungan data pribadi tidak berhenti pada regulasi ini saja, tapi juga pada implementasinya seperti apa. Mulai dari teknologi sampai sumber daya manusia harus berjalan beriringan,” tutup Mariam. (lry)