Jakarta, Ditjen Aptika – Regulasi berupaya memberikan pelindungan konsumen dalam pemanfaatan teknologi blockchain yang semakin populer di Indonesia. Blockchain sendiri menawarkan teknologi baru dalam penyimpanan data digital.
Menurut Plt. Direktur Ekonomi Digital, I Nyoman Adhiarna, regulasi merupakan wujud legalitas, entitas, dan dasar penegakan hukum guna memastikan terlindunginya konsumen dalam penggunaan teknologi blockchain.
“Pemerintah saat ini memiliki PP 5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang salah satu isinya mengatur mengenai teknologi blockchain,” ucap Nyoman saat acara Indonesia Blockchain Conference 2021 dengan tema Blockchain Smart Regulation: Regulatory Framework for Blockchain-based Project, Senin (09/08/2021).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, lanjut Nyoman, merupakan aturan turunan pelaksanaan UU Cipta Kerja di sektor komunikasi dan informatika yang memuat subsektor pos, telekomunikasi, penyiaran, serta sistem dan transaksi elektronik.
Lihat juga: Mariam: PP 5/2021 Sebagai Aturan Turunan UU Cipta Kerja Sektor Kominfo
Dengan hadirnya berbagai teknologi baru seperti blockchain, PP 5/2021 mengatur perizinan berdasarkan risikonya, yakni risiko menengah rendah, risiko menengah tinggi, dan perizinan penunjang. Pada risiko menengah rendah, Ditjen Aptika mengusulkan KBLI baru di tahun 2020 yang merupakan lampiran I PP 5/2021.
KBLI yang diusulkan yaitu KBLI 62014 (aktivitas pengembangan teknologi blockchain), KBLI 62015 (aktivitas pemograman berbasis kecerdasan artifisial), dan KBLI 62024 (aktivitas konsultasi dan perancangan IoT).
Pada tingkat itu diwajibkan pendaftaran melalui OSS dan akan diberikan NIB serta sertifikat standar (pemenuhan terhadap standar dilakukan melalui pernyataan kesesuain diri/self declaration). Sertifikat ini berlaku selama pelaku usaha menjalankan usahanya.
Namun dalam membuat regulasi, jelas Nyoman, hal yang harus diperhatikan ialah bagaimana membuat regulasi tersebut menjadi fleksibel (agile regulation). Hal tersebut menurutnya telah beberapa kali menjadi topik bahasan dalam pertemuan G20.
“Mengapa harus membuat regulasi yang agile? Karena regulasi pasti akan tertinggal dengan perkembangan zaman yang begitu cepat. Ini yang harus kita lakukan, pemerintah ke depan akan membuat aturan hanya terkait norma tidak bisa terlalu detail,” tandasnya.
Plt. Direktur Ekonomi Digital itu juga menyebutkan bahwa di Kemkominfo pendekatan dalam menyusun regulasi sudah berubah lebih kepada soft touch regulation. Lebih pada mengatur kewajiban pendaftaran dan sebagainya, seperti yang tertuang dalam PP 71/2019 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
Teknologi blockchain secara tidak langsung telah memudahkan seluruh proses transaksi digital dengen berbagai keunggulannya seperti masalah keamanan data dan transaparansi.
“Pada penerapannya, teknologi blockchain akan memiliki aplikasi yang beragam dan cepat. Oleh karenanya kita harus mampu membuat regulasi yang bisa menyesuaikan kecepatan teknologi,” pungkas Nyoman.
Sementara itu Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga menyampaikan produk-produk digital merupakan komoditi baru yang memiliki potensi besar. “Salah satunya crypto assets yang menggunakan teknologi blockchain,” terangnya.
Jerry menjelaskan bahwa di Indonesia harus melihat crypto assets sebagai komoditas bukan mata uang, karena sesuai undang-undang satu-satunya alat pembayaran yang sah adalah Rupiah. Kemendag pun ingin menginisiasi bursa perdagangan crypto assets yang diregulasi oleh pemerintah.
“Saat ini belum ada bursa untuk crypto assets yang diregulasi oleh pemerintah, harapannya pada tahun ini 2021 regulasi tersebut bisa selesai. Regulasi ini tidak lain merupakan bentuk pelindungan pemerintah kepada konsumen,” harap Wamendag.
Lihat juga: Direktur Mariam: Jaga Data Pribadi Saat Gunakan Layanan Keuangan
Selain itu Wamen Jerry juga berpendapat bahwa crypto assets merupakan potensi untuk pemasukan dan pendapatan negara. “Intinya bagaimana kita memberikan kepastian dan perlindungan pada bursa crypto assets. Mencegah hal-hal negatif negatif seperti tindak pidana pencucian uang dan sebagainya,” tutupnya.
Indonesia Blockchain Conference 2021 digelar pada tanggal 9 Agustus 2021, dan membahas empat topik utama, yaitu The Pandemic Meets the Digital Age, The Transformations towards A New Norm, Smart Regulation: Regulatory Framework for Blockchain-based Projects, NFT’s – Ready for The Mainstream, dan Investor’s Guide to Digital Assets: 2021 Edition.
Dalam acara tersebut turut hadir Edi P. Pambudi selaku Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dwina Septiani Widjaya selaku Direktur Utama PERURI, serta industry experts dari dalam dan luar negeri sebagai pembicara. (lry)