Jakarta, Ditjen Aptika – Demi mendorong perempuan Indonesia untuk turut serta dalam ekosistem startup digital, Ditjen Aptika Kemkominfo memfasilitasi kegiatan startup digital khusus untuk perempuan. Perempuan dinilai memiliki potensi dan peluang yang sama dengan laki-laki dalam dunia startup digital.
“Dalam program-program pengembangan startup digital yang kita lakukan, ada kegiatan khusus untuk mendorong itu. Kami menyediakan kelas khusus dimana semua pembicaranya merupakan founder-founder perempuan, sehingga bisa memotivasi dan menginspirasi para perempuan di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, saat acara Ngobrol Pintar (Ngopi) Kompas TV dengan tema Kisah Hebat Perempuan Pendiri Startup, Jumat (07/08/2021).
Menurut Dirjen Aptika, pada era ekonomi digital ini perempuan memiliki peluang yang besar dan tidak terbatas. Ia berharap dengan hadirnya para founder perempuan dapat memperkaya ekosistem startup-startup digital di Indonesia dengan perspektif yang berbeda.
“Ke depan kita harapkan ada kesimbangan dalam menciptakan sebuah inovasi, jika ada perspektif berbeda maka akan menjadi lengkap,” tandas Semuel.
Berdasarkan data dari Masyarakat Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) bersama DIKTI tahun 2018, disebutkan jumlah founder startup masih didominasi laki-laki dengan 91,18%, sedangkan perempuan hanya 8,82%.
Hal tersebut menurut Semuel bukan karena perempuan tidak memiliki kualitas yang baik dalam dunia startup digital, tetapi lebih kepada pola pikir untuk bisa menggali potensi.
“Startup itu mengidentifikasi permasalahan, ini kesempatan bagi para perempuan untuk bisa mengidentifikasi permasalahan-permasalahan khusus kaumnya untuk dicarikan solusi. Kesempatan ini besar sekali, oleh karenanya we have to unlock the potential dengan program-program yang kita punya,” tutur Dirjen Semuel.
Hal yang harus diperhatikan, pesan Semuel, masyarakat khususnya kaum perempuan harus lebih jeli dalam melihat suatu permasalahan untuk dicarikan solusinya. Untuk itu Ditjen Aptika Kemkominfo akan memfasilitasi, mewadahi, dan memberikan inspirasi melalui program-program pengembangan startup digital.
“Jangan pernah takut untuk memulai atau gagal, karena gagal merupakan kesuksesan yang tertunda. Tidak mungkin kita bisa sukses jika tidak pernah gagal, oleh karena itu para perempuan di Indonesia mulai aja dulu, pasti ada jalan,” pungkas Dirjen Semuel menirukan tagline salah satu startup Unicorn di Indonesia.
Lihat juga: Kominfo Segera Selenggarakan Startup Studio Indonesia 2021
Pada acara tersebut hadir juga dua founder startup digital perempuan, yakni Eunice Budiharjo dan Nadia Amalia. Mereka turut berbagi pengalaman, cerita, dan motivasi bagi para perempuan yang ada di Indonesia.
Sebagai informasi, Cerah.co dan Alia merupakan dua dari lima belas early-stage startup program Startup Studio Indonesia Ditjen Aptika Kemkominfo yang terpilih dari sekitar 1.063 pendaftar di 34 provinsi.
CEO dan Co-Founder Cerah.co, Eunice menyadari bahwa memang hingga saat ini kaum perempuan masih menjadi minoritas dalam ekosistem startup digital. Namun senada dengan Dirjen Aptika, ia meyakini hal itu bukan dikarenakan kualitas perempuan yang kurang baik.
“Ini masalah pola pikir dan kepercayaan diri. Saya yakin banyak perempuan Indonesia hebat di luar sana yang dapat membuat inovasi startup digital yang luar biasa,” tegasnya.
Eunice juga sedikit bercerita bagaimana ia memulai startup Cerah.co, sebuah aplikasi kursus Bahasa Inggris secara daring. Ia mengaku awalnya tidak langsung membuat sebuah platform atau aplikasi, tetapi hanya menjalankan hal yang ia sukai yakni mengajar Bahasa Inggris.
Seiring berjalannya waktu dan melihat masalah yang ada, Eunice menyadari akan keterbatasan jika melakukannya secara manual. Maka ia pun berinisiatif untuk membuat suatu platform agar pasarnya bisa menjangkau lebih luas lagi, sehingga hadirlah Cerah.co.
Lihat juga: Kominfo Umumkan 15 Peserta Terpilih Startup Studio Indonesia Batch 2
Sementara itu CEO dan Co-Founder Alia, Nadia Amalia juga menceritakan bagaimana awal mula sampai akhirnya memutuskan membuat sebuah aplikasi untuk pengaturan catatan keuangan dan anggaran.
“Saya melihat masalah ini saat usia 17 tahun, bagaimana mengatur pengeluaran dipandang tidak penting. Padahal orang-orang di sekitar saya seperti keluarga, relasi, dan teman banyak yang mengalami masalah keuangan,” ceritanya.
Dari masalah tersebut, Nadia menyadari bahwa pengaturan keuangan yang dilakukan hari ini bisa berdampak pada kehidupan lima atau sepuluh tahun ke depan. Sama seperti Eunice, ia mengaku tidak langsung membuat aplikasi, tetapi memulai dengan mengajar mengenai pengaturan keuangan.
“Dari situ saya melihat ini sebuah permasalahan nyata dan banyak orang yang mengalaminya. Akhirnya saya memutuskan untuk membuat aplikasi agar dapat membantu orang mengerti keuangan,” ceritanya.
Nadia berpesan kepada para perempuan di Indonesia agar tidak takut masuk ke dunia startup, selama percaya akan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki. Ia pun ikut memberdayakan para perempuan di timnya selama menjalankan startup.
“Menurut saya baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama, tidak ada limitasi kemampuan. Hal terpenting yaitu bagaimana merubah pola pikir untuk bisa lebih maju,” tutupnya. (lry)