Jakarta, Ditjen Aptika – Masyarakat kembali diingatkan agar menjaga data pribadinya, terutama saat menggunakan layanan keuangan. Dampak dari kebocoran data tidak hanya finansial tapi juga psikologis.
“Data pribadi adalah suatu yang dapat memberikan nilai tambah sekaligus memiliki potensi menimbulkan kerugian atau kejahatan, sehingga harus terus dijaga. Apabila bocor, bisa saja data tersebut dimanfaatkan untuk melakukan otorisasi transaksi keuangan tanpa diketahui pemilik data,” ujar Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Mariam F. Barata dalam talkshow di Prambors Radio, Kamis (22/07/2021).
Data pribadi adalah setiap data tentang seseorang yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri maupun dikombinasikan dengan informasi lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau non elektronik. Data pribadi melekat pada pemilik data dan tidak bisa dialihkan kepada siapapun.
Menurut Mariam, ada dua peran dalam melindungi data pribadi, yaitu peran masyarakat dan pemerintah. Masyarakat sebagai subjek data yang menjadi objek kebocoran data, dapat melakukan mitigasi dengan mengubah password secara berkala atau menggunakan two factor authentication berupa OTP untuk masuk pada suatu akun.
“Apabila diketahui telah bocor, masyarakat dapat menghubungi penyelenggara sistem elektroniknya (PSE), selain itu lapor kepada pihak berwenang, baik kepada Kemkominfo ataupun otoritas pengawas di sektor manapun dan aparat penegak hukum bila terkait tindak pidana,” terang Mariam.
Sedangkan peran pemerintah adalah terus melakukan edukasi kepada masyarakat agar bisa meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya menerapkan pelindungan data pribadi.
Lihat Juga: Direktur Tata Kelola Berbagi Tips Mencegah Kebocoran Data Pribadi
Lebih lanjut, Kepala Bagian Operasional Layanan Konsumen OJK, Yulianta mengatakan bahwa OJK juga ikut melakukan pengawasan pelindungan data pribadi di sektor jasa keuangan.
Ia menjelaskan kerugian yang ditimbulkan dari kebocoran data di sektor tersebut tidak hanya finansial tapi juga psikologis.
“Misalnya, dalam penggunaan pinjaman online ilegal, tentu data yang tersimpan nanti akan dipakai debt collector untuk mencari informasi. Setelah ditagih pasti akan menimbulkan perasaan tertekan, marah, kesal, bahkan menimbulkan tercemarnya nama baik,” jelasnya.
Ia menambahkan langkah lain untuk menjaga data pribadi adalah menghindari penggunaan jaringan Wi-Fi umum, memastikan bertransaksi secara daring melalui jasa keuangan yang telah memiliki izin dari OJK, dan memastikan data pribadi dijaga oleh pelaku jasa keuangan tersebut.
Lihat Juga: PSE Wajib Mengakui dan Melaporkan jika Terjadi Kebocoran Data
“Masyarakat juga dapat menghubungi OJK ke 157 atau Whatsapp 081157157157 untuk menanyakan informasi atau melakukan pengaduan terkait kebocoran data pribadi di sektor jasa keuangan,” tutup Yulianta. (pag)