Batam, Ditjen Aptika – Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate memulai kunjungan kerja ke Kepulauan Riau, Kamis (22/04/2021). Ia tiba di Bandara Internasional Hang Nadim Batam sekitar pukul 09.00 WIB dan disambut Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad serta Bupati Kepulauan Natuna, Abdul Hamid Rizal.
Setelah singgah di Ruang VVIP Bandara Hang Nadim Batam, Menteri Johnny dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Natuna untuk melakukan peletakan batu pertama Ground Beaking Base Transceiver Station (BTS) dan menyambangi Kantor Desa Kelanga penerima bantuan Aksi BAKTI Kominfo sekaligus memantau lokasi pemanfaatan Palapa Ring Barat di Geopark Nasional.
Hari Jumat (23/04/2021), Menteri Johnny meninjau secara langsung bakal lokasi Pusat Data Nasional (PDN) di dua daerah di Batam.
Direktur Layanan Aplikasi Pemerintahan (LAIP) Ditjen Aptika, Bambang Dwi Anggono menyatakan peninjauan itu ditujukan untuk mendukung terwujudnya Program Digitalisasi Nasional yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
“Untuk kunjungan kerja Menkominfo di Batam, ada dua opsi lokasi yang akan menjadi pertimbangan pembangunan Pusat Data Nasional. Opsi pertama, merupakan kawasan ekonomi khusus yang ada di Nongsa. Itu memang disiapkan oleh Kemenko Perekonomian sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dengan fokus digital. Jadi, semua industri-industri digital diharapkan ada di situ. Tetap, ada industri yang sifatnya ramah lingkungan (echo green) dan ada juga industri yang tidak ramah lingkungan. Maksudnya, memang tidak boleh dekat dengan kawasan industri kimia,” tuturnya.
Lihat juga: Kominfo Targetkan Pusat Data Nasional Selesai Tahun 2022
Untuk lokasi kedua yang akan ditinjau oleh Menteri Kominfo, Direktur LAIP menjelaskan lokasi tersebut merupakan pemberian hibah oleh Pemerintah Kota Batam yang lokasinya berada di dekat daerah Jembatan 1 Barelang.
“Di sana sudah ada fiber optic, jaringan listrik, jaringan air, lahan juga sudah clear dan sudah siap untuk dihibahkan menjadi milik Kominfo. Nanti, biar Pak Menteri yang memutuskan apakah akan di Nongsa atau akan di lokasi hibah,” jelasnya.
Lebih lanjut, direktur yang akrab disapa Ibenk memaparkan, bakal lokasi PDN di Nongsa tersebut statusnya masih berupa hutan, dan masih sangat cukup berat untuk diolah. Sedangkan yang di Barelang, lahan data center-nya cenderung siap pakai, serta sudah memiliki model perataan namun tidak terlalu membebani.
“Selain itu, infrastrukturnya juga sudah 100 persen mendukung. Jalan raya dan tanah yang keras sudah siap, karena dalam pembangunan DCN yang datang itu mobil kecil, tapi tronton yang membawa perangkat yang berton-ton. Faktor jalan tersebut menjadi penentu dikarenakan untuk opsi standar itu ada dua pintu pada jalur yang berbeda. Semua terpenuhi, tetapi kalau di Nongsa kita belum tahu. Jadi, besok di Batam nanti Pak Menteri akan mendapatkan presentasi dari kesiapan kedua tempat itu dengan memberikan pertimbangan standar Data Center Internasional,” paparnya.
Menyoal kriteria pusat data, Direktur Ibenk menyatakan hal itu bisa dipandang dari beberapa aspek. Salah satunya Standar Nasional Indonesia yang merujuk pada TIA942 sebagai standar internasional. Selain itu, ada juga lainnya yang populer, yaitu UPTIME dan tentu dari ISO.
“Nah, kita mau coba compile tiga-tiganya. Kalau tidak bisa ketiganya, ya minimal sesuai SNI dan TIA karena kan ini mirip dari sisi standardisasi,” ujarnya.
Lihat juga: Pusat Data Nasional Harmonisasikan Sistem Pemerintahan
Direktur LAIP menegaskan, saat ini data memiliki nilai strategis. Oleh karena itu, pengelolaannya pun membutuhkan perhatian lebih dari berbagai ancaman serta ditopang dengan infrastrukur yang memadai. Sehingga kriteria untuk penempatan lokasi Pusat Data Nasional (PDN), perlu memperhatikan sekitar 60 item yang harus dipenuhi.
Dicontohkan oleh Ibenk, misalnya jarak dari bandara 8 KM, kemudian jarak dari gedung dengan jalan raya itu minimal 100 Meter. Selain itu, juga perlu memperhatikan jarak antara gedung dengan pemukiman minimal 90 Meter, gedung dengan instalasi militer itu minimal 100 Meter, dan sangat minim terhadap bencana alam.
“Yang utama terjadi di Indonesia adalah banjir dan gempa bumi. Dalam jangka waktu 100 tahun atau dengan kata lain di tempat itu relatif masih aman, dan tidak menjadi titik-titik gempa. Ya, banyak sekali kriterianya,” pungkasnya.
Dalam kunjungan kerja ke Kota Batam, Menteri Johnny didampingi Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan dan Direktur Utama BAKTI Anang Latif, serta Direktur LAIP Bambang Dwi Anggono. (hm.ys)