Siapkan Masyarakat Menuju Bangsa Digital, Aptika Susun Modul Literasi Digital

Dirjen Aptika Kominfo, Semuel A. Pangerapan dalam acara "Soft Launching Modul Literasi Digital” yang dihelat secara virtual dari Bali, Minggu (28/03/2021).

Bali, Ditjen Aptika – Ditjen Aplikasi Informatika bersama Japelidi dan Siberkreasi telah menyusun empat modul literasi digital. Tiga pilar utama perlu disiapkan untuk menuju bangsa digital, yaitu pemerintah, ekonomi, dan masyarakat.

“Masyarakat adalah pilar penting dalam transformasi digital Indonesia. Oleh karena itu, kita harus menyiapkan masyarakat untuk mengadopsi teknologi digital, dan dapat menggunakannya dengan kreatif, produktif, berbudaya serta dengan rasa aman,” terang Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel A. Pangerapan saat “Soft Launching Modul Literasi Digital” yang dihelat secara virtual dari Bali, Minggu (28/03/2021).

Modul-modul literasi digital itu disusun oleh praktisi pendidikan Japelidi dari berbagai perguruan tinggi Indonesia, dengan topik Budaya Bermedia Digital, Aman Bermedia Digital, Cakap Bermedia Digital, dan Etis Bermedia Digital.

“Kalau kita punya empat komponen ini, kita bisa jadi bangsa yang berdaya saing sekaligus nyaman dan aman di ruang digital yang tidak berbatas,” ungkapnya.

Peluncuran modul akan dilakukan dalam waktu dekat oleh Menteri Kominfo, untuk saling melengkapi dengan referensi-referensi lainnya yang sudah ada.

“Modul ini saling melengkapi dengan modul lain, buku panduan, atau referensi yang berkaitan dengan literasi digital, dengan kelebihan dan kelemahan masing-masing sebagai salah satu alat pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi menuju digital nation,” terang Novi Kurnia dari Japelidi pada sesi “Semakin Cakap Digital, Menuju Indonesia Digital Nation”.

Sedangkan Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho menilai Indonesia memang sudah seharusnya mempunyai pegangan seperti modul literasi digital. Menurutnya, hidup di tengah arus teknologi digital tanpa dibekali literasi digital dapat menimbulkan bencana. Ia juga menegaskan bahwa literasi digital bukan hanya penting untuk pengguna internet, melainkan bagi semua kalangan.

“Mengalirkan teknologi digital saat belum meratanya kecakapan digital terhadap masyarakat ibarat membuka kotak pandora. Literasi digital bukan cuma penting bagi pengguna internet, karena orang yang nggak terpapar digitalisasi juga akan terdampak informasi digital,” jelas Septiaji.

Menengok Isi dan Tujuan Pembuatan Modul

Sementara itu, dalam talkshow “Kupas Empat Modul Literasi Digital” yang digelar di hari yang sama, secara spesifik dijelaskan, Modul Cakap Bermedia Digital ditujukan untuk menyiapkan individu Indonesia yang tidak hanya pandai mengoperasikan perangkat Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK), tetapi juga bisa mengoptimalkan penggunaannya untuk bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Perwakilan tim penulis Modul Cakap Bermedia Digital, Zainuddin M. Z. Monggilo, menjelaskan indikator cakap bermedia sosial dalam modul ini adalah pengetahuan dasar menggunakan perangkat digital, pengetahuan dasar mengenai mesin pencari, aplikasi chat serta media sosial, dan pengetahuan dasar mengenai dompet digital.

“Dari indikator tersebut kita turunkan ke dalam enam bab, meliputi Literasi Digital, Meninjau Lansekap Digital, Menjelajahi Mesin Pencari, Mengulik Aplikasi Percakapan dan Media Sosial, Mengenal Dompet Digital, dan Cakap Bermedia Sosial,” kata Zainuddin.

Para perwakilan tim penulis dan penyusun Modul Literasi Digital dalam talkshow “Kupas Empat Modul Literasi Digital” Minggu, (28/03).

Dalam kesempatan yang sama, E. Nugrahaeni yang juga merupakan tim penulis menyampaikan, untuk Modul Budaya Bermedia Sosial ditujukan guna menyiapkan warganet tetap berpegang kepada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Menurutnya, banjir informasi dewasa ini sedikit banyak telah membawa dampak seperti masyarakat yang lebih terbuka terhadap kebudayaan luar dibanding culture nusantara.

“Pengembangan modul ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mental bagi para individu dalam mempergunakan kecakapan digital berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” kata Nugrahaeni.

Ia menjelaskan modul Budaya Bermedia Sosial mengusung enam indikator bahasan, mulai dari penguatan karakter individu dalam berbangsa, internalisasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, digitalisasi kebudayaan dan TIK, cinta produk dalam negeri, hak digital warga negara, dan budaya komunikasi digital khususnya untuk perempuan, anak, lansia, dan daerah 3T.

Sedangkan pada modul Etis Bermedia Digital, Frida Kusumastuti menyebut pembahasan pada bagian ini mengusung empat prinsip etika ke dalam modul. Tujuannya agar individu bisa mengontrol perlilaku bermedia digital. Diantara prinsip tersebut terdapat kesadaran dalam mengakses, berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital.

“Ketika memegang perangkat digital, kita harus menyadari bahwa sedang melakukan sesuatu. Jadi segala kegiatan harus dilakukan dengan kesadaran penuh,” terang Frida.

Frida melanjutkan, prinsip kesadaran harus dibarengi dengan tiga prinsip lainnya, yaitu tanggung jawab, integritas, dan kebajikan. Kemudian yang terakhir, menurutnya segala sesuatu yang dilakukan di ruang digital harus mengangkat derajat manusia menjadi lebih baik.

Pada pembahasan mengenai modul Aman Bermedia Digital, Gilang J. Adikara menjelaskan modul ini menetapkan tiga tujuan utama yang didasarkan pada relevansi masa kini, yakni untuk mengetahui dan memahami konsep keamanan digital, menciptakan lingkungan digital yang aman, serta menekankan kepada pembaca terkait aspek teknis dan aturan.

“Modul ini penting karena jumlah pengguna perangkat digital di Indonesia meningkat. Sampai November 2020 tahun lalu, sebanyak 4.250 kejahatan siber dilaporkan, 1.158 diantaranya berkaitan dengan penipuan digital,” kata Gilang.

Oleh karena itu, Gilang menambahkan, modul Aman Bermedia Digital akan memberikan masyarakat pemahaman terkait pengamanan perangkat digital berikut identitas digital, mewaspadai penipuan digital dan memahami rekam jejak, dan mengajak untuk memahami lebih lanjut keamanan digital bagi anak-anak.

“Modul ini tidak untuk memberikan ketakutan terkait keamanan dunia digital, tetapi untuk memberi alternatif agar bisa menikmati dunia digital dengan aman dan maksimal,” sambungnya.

Mewakili Gerakan Nasional yang gencar dalam isu literasi digital, Ketua Umum Siberkreasi, Yosi Mokalu berharap Modul Literasi Digital ini dapat membuka pintu kolaborasi lintas sektor guna meningkatkan efektivitas pesan yang penting disampaikan. Dalam hal ini ia juga menekankan untuk mencermati perjalanan modul, dan melakukan evaluasi jika diperlukan.

“Dengan modul ini harapan saya pintu kolaborasi semakin terbuka. Kita juga harus progresif memerhatikan efektivitasnya. Selain itu, kita harus sesuaikan terus perkembangan modul ini dan melakukan evaluasi,” tutup Yosi.

Untuk mendapatkan informasi terbaru mengenai Modul Literasi Digital tersebut, masyarakat dapat mengikuti media sosial Kominfo melalui Twitter @kemkominfo, Facebook @kemkominfo, dan Instagram @kemenkominfo.

Kegiatan yang dihelat secara daring dan luring itu berlangsung secara bersamaan di tiga kota sekaligus, yaitu Bali, Yogyakarta, dan Makassar. Hadir dalam acara Staf Khusus Menteri Kominfo Bidang SDM dan Talenta Digital, Dedy Permadi; Perwakilan dari ICT Watch Doni B. U, Perwakilan Relawan TIK; serta Ketua STMM Yogyakarta, Noor Iza; dan anggota tim literasi digital Ditjen Aptika Kominfo. (hm.ys)

Print Friendly, PDF & Email