Aptika Ajak Penyandang Disabilitas Terlibat Program Transformasi Digital

Acara Uji Publik Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas (5/2).

Jakarta, Ditjen Aptika – Ditjen Aptika Kemkominfo mengajak seluruh lapisan masyarakat bertransformasi digital, termasuk para penyandang disabilitas. Sejumlah program dibuat dengan tetap memperhatikan kebutuhan mereka.

“Konsep besar kami yakni nobody left behind, artinya semua masyarakat Indonesia akan kami ajak bertransformasi digital. Seperti diketahui pilar transformasi digital yakni pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat umum, termasuk di dalamnya penyandang disabilitas,” jelas Koordinator Startup Digital, Ditjen Aptika Kemkominfo, Sonny Hendra Sudaryana, saat acara Uji Publik Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas, Jumat (05/02/2021).

Berbagai program yang dilakukan Ditjen Aptika, dibuat dengan tetap memperhatikan kebutuhan para penyandang disabilitas, seperti program 1000 Startup Digital dan Literasi Digital.

“Untuk program 1000 Startup Digital kami bekerja sama untuk memberikan pengetahuan baru tentang dunia digital dengan berbagai lembaga yang memang concern mengenai disabilitas,” infonya.

Program 1000 Startup Digital juga menyediakan sejumlah posisi bagi para penyandang disabilitas untuk dapat ikut serta berpartisipasi dan berkolaborasi.

Sonny mencontohkan ada seorang tokoh disabilitas bernama Anjas Pramono dari Universitas Brawijaya yang telah meraih penghargaan taraf internasional atas prestasinya menciptakan lima aplikasi berbasis Android, yang sebagian besar berkaitan dengan isu disabilitas.

“Program 1000 Startup Digital beberapa kali kami mengajak Anjas untuk mengajarkan dan berbagi pengalamannya dalam membuat aplikasi yang dapat membantu penyandang disabilitas. Fokus kami bagaimana teman-teman penyandang disabilitas mendapat wadah untuk mengeksekusi ide mereka agar bisa diwujudkan,” tuturnya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2020), penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,5 juta jiwa atau sekitar lima persen dari total populasi. Dengan jumlah yang cukup banyak itu, setiap program literasi digital yang dijalankan selalu menghadirkan penerjemah bahasa isyarat.

“Hal tersebut agar para penyandang disabilitas mendapatkan hak yang sama dalam mendapatkan pengetahuan mengenai dunia digital,” tutup Sonny.

Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas

Akses berita dari dan untuk penyandang disabilitas hingga saat ini belum terpenuhi dengan maksimal. Meskipun dari tahun 2016 sampai 2020 skor perlindungan disabilitas meningkat, tapi peringkat indikator tersebut tetap paling rendah dibanding indikator lain di dalam Survei Indeks Kemerdekaan Pers.

Angka-angka tersebut menunjukkan perhatian pers terhadap akses dan juga isu masyarakat penyandang disabilitas ini masih sangat rendah secara nasional.

“Kami dari Dewan Pers bersama stakeholder organisasi pers yang lain telah membuat rumusan pedoman pemberitaan ramah disabilitas. Pedoman ini sendiri memang dimaksudkan agar pers membuat pemberitaan yang benar mengenai penyandang disabilitas,” ujar Anggota Dewan Pers, Asep Setiawan.

Pedoman ini, menurutnya, meskipun tidak akan menjawab semua permasalahan yang ada, tetapi diharapkan dapat mengarahkan media semaksimal mungkin dalam menggunakan aplikasi dan infrastruktur teknologi yang tersedia untuk mempermudah akses informasi bagi seluruh penyandang disabilitas.

Adapun Rincian Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas sebagai berikut:

  1. Wartawan menuliskan atau menyebutkan ragam penyandang disabilitas berdasarkan UU No. 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas;
  2. Wartawan menempatkan penyandang disabilitas sebagai subyek dalam pemberitaan dengan mengedepankan nilai kemanusiaan dan empati;
  3. Wartawan tidak melakukan stigma  dan stereotip pada penyandang disabilitas dalam melakukan aktivitas jurnalisme;
  4. Wartawan dalam menghasilkan produk jurnalistik mengenai penyandang disabilitas bersifat inklusif, utuh, dan menyeluruh;
  5. Wartawan dalam melakukan aktivitas jurnalisme menggunakan terminologi yang tepat mengenai penyandang disabilitas; dan
  6. Akses berita kepada penyandang disabilitas diberikan dengan menyediakan juru bahasa isyarat, skrin pembaca, takarir (subtitle) dan teknologi yang membantu akses informasi bagi penyandang disabilitas, yang dilakukan sesuai dengan kemampuan perusahaan media.
Penggunaan kata yang seharusnya dipakai/dihindari oleh jurnalis (5/2).

Anggota Dewan Pers Periode 2019-2022 tersebut turut memberikan tips mempromosikan hal positif tentang penyandang disabilitas. Pertama, ia berpesan agar para jurnalis memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas berbicara.

“Lalu jika jurnalis tidak yakin bagaimana mendeskripsikan orang dengan disabilitas dalam peliputannya, tanyakan ke narasumber bagaimana ia ingin digambarkan dalam berita. Terakhir, perluas peliputan berkaitan dengan disabilitas,” pungkas Asep. (lry)

Print Friendly, PDF & Email