Jakarta, Ditjen Aptika – Indonesia telah memiliki UU ITE dan RUU PDP untuk mengatur ruang digital dalam menyongsong Industri 4.0. Namun selain regulasi, talenta digital juga harus disiapkan.
Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid dalam webinar bertajuk ‘Akselerasi Talenta Digital untuk Menyongsong Revolusi Industri 4.0’, Jum’at (25/09/2020).
“Apabila hoaks, pornografi dan hal terkait transaksi elektronik diatur dalam UU ITE, maka untuk data diatur pada RUU PDP yang sedang kami bahas. Karena di era digital, data merupakan hal yang sangat berharga dan perlu dilindungi,” ucap Meutya.
Indonesia menjadi salah satu negara yang belum memiliki regulasi mengenai Pelindungan Data Pribadi (PDP) secara terpadu. RUU PDP ini nantinya dapat menjadi payung hukum yang lebih tinggi untuk melindungi data pribadi masyarakat di Indonesia maupun global.
Lihat Juga: DPR: Pembahasan RUU PDP Masuki Pembicaraan Tingkat II
Selain itu, akselerasi talenta digital juga diperlukan untuk menghadapi transformasi menuju Industri 4.0. “Masyarakat dapat mempelajari mengenai artificial intelligence, big data, cloud computing, cyber security, internet of things, dan lain sebagainya,” kata Meutya.
Menurut Meutya lagi, pemerintah perlu memfasilitasi pemberdayaan talenta digital di Indonesia. Salah satunya dengan merangkul industri agar pembinaan talenta digital sesuai dengan kebutuhan pasar.
“Keberhasilan kita dalam bertransformasi digital, apalagi saat pandemi sekarang, ditentukan dari seberapa peduli masyarakatnya sendiri. Terutama respon dan apa yang dilakukan oleh masyarakat berusia muda,” ungkapnya.
Harapan Meutia masyarakat dapat beradaptasi secara kultur untuk bertansformasi digital, karena ke depannya akan menghadapi tantangan yang berat. “Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk memberikan semangat bahwa usaha kita harus luar biasa kuat,” tutup Meutya.
Lihat Juga: Transformasi Digital Jadikan Indonesia Bangsa yang Tangguh
Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI), Ahmad M. Ramli menambahkan kesiapan talenta digital dapat diukur dengan delapan hal, yaitu digital identity, digital use, digital safety, digital security, digital emotional intelligence, digital communication, digital literacy, dan rights.
“Kolaborasi antara pemerintah, bisnis, komunitas, akademisi dan media yang kami sebut penta helix juga sangat penting untuk transformasi digital,” ujar Ramli.
Lihat Juga: Indonesia Butuh Kekuatan Penta Helix Hadapi Covid-19
Meningkatkan talenta digital juga dapat dimulai dengan memberikan edukasi kepada masyarakat usia muda di lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi. “Memanfaatkan kolaborasi tersebut, sehingga transformasi digital dapat berjalan optimal,” pungkas Ramli. (pag)