Jakarta, Ditjen Aptika – Penahanan Jerinx SID sebagai tersangka ujaran kebencian menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Wartawan dan media dapat ikut mengawasi penerapan UU ITE.
“Sepanjang itu merupakan pendapat maka tidak dapat dipidana. Namun jika ada unsur menyebarkan kebencian berdasarkan SARA itu bisa kena,” ujar Staf Ahli Menkominfo Henri Subiakto dalam acara Rosi bertema ‘Suara Sumbang Korona, Haruskah Dipenjara?’ di Kompas TV, Kamis (20/8/2020).
Menurut Henri yang juga Guru Besar FISIP Universitas Airlangga itu, nanti pengadilan yang akan memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri telah membatalkan pasal ujaran kebencian terhadap pemerintah dan presiden di UU ITE. Namun MK tetap mempertahankan larangan ujaran kebencian berdasarkan SARA (suku, agama, ras, antar golongan).
“Indonesia ini golongannya bermacam-macam. Kalau ujaran kebencian dibiarkan, itu akan menimbulkan keributan antar golongan,” jelas Henri.
Henri pun menjawab pertanyaan Rosi apakah seruan Jerynx itu dan kasus Anji yang mengaku menemukan obat Covid-19 harus dijerat UU ITE.
“Ketika sudah betul-betul diadili, terapkan UU ITE dengan pemahaman seperti kami buat dulu. Kalau itu hanya pendapat tidak bisa dihukum. Namun bila mengajak atau mensyiarkan kebencian dan permusuhan, itu melanggar Pasal 28 Ayat 2,” urai Henri.
Henri pun mengajak wartawan dan media ikut mengawasi kesalahan penerapan UU ITE. “Siapa saksi ahli, hakim, jaksa, penyidik, dan polisinya. Itu ungkap ke publik. Jangan UU-nya yang disalahkan,” tegas Henri.
Sementara itu Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis menyarankan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan pemerintah menjelaskan perihal kewajiban test Covid-19 bagi ibu-ibu hamil. Menurutnya pendapat Jerinx tentang lemahnya akurasi test tersebut tidak salah.
“Rapid test itu false negatif dan false positif sudah banyak. Ini kesempatan yang baik untuk menjelaskan kepada publik,” ujarnya. (mhk)