Jakarta, Ditjen Aptika – Kasus peretasan situs daring Tempo.co memunculkan dugaan pembungkaman terhadap media. UU Informasi dan Transaksi Eletronik (UU ITE) mengamanatkan penyelenggaraan sistem elektronik harus andal dan aman.
“Jadi menurut Pasal 15 UU ITE, sistem elektronik seperti website yang bertanggung jawab adalah penyelenggaranya. Yakinkan bahwa sistemnya itu aman dan berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Staf Ahli Menkominfo, Henri Subiakto di acara CNN Indonesia Newscast bertema ‘Peretasan Media Bentuk Pembungkaman?’, Rabu (26/08/2020).
Henri pun menyanggah pernyataan narasumber dari Tempo Media dan Amnesty International Indonesia yang menduga ada keterlibatan pemerintah di sana.
“Dasarnya apa menyalahkan pemerintah? Kecuali punya bukti, ada jejak digital dan ahlinya menyebutkan. Jika iya, itu berarti melanggar UU ITE melakukan illegal access,” tegas Henri.
Lihat juga: Pembuktian Serangan Digital Harus Melalui Investigasi Digital Forensik
Ia pun menyebut dampak dari peretasan akan memunculkan legal liability atau negara dinilai lalai melindungi. Artinya serangan dari pemerintah justru akan merugikan pemerintah sendiri.
“Sekarang untuk apa pemerintah menyerang Tempo? Katakanlah ada intelijen yang tidak paham, itu intelijennya bodoh banget atau penuduhnya yang bodoh,” ujarnya.
Maraknya bekerja dari rumah selama pandemi Covid-19 juga menimbulkan celah kerawanan. Mengutip data dari BFA Alliance Amerika, di berbagai negara saat work from home terjadi peningkatan pesat cyber attack.
“Bila biasanya wartawan membuka secara aman di kantor, sekarang melalui wi-fi di rumah atau sembarang tempat. Itu tidak aman dan memudahkan serangan-serangan,” jelas Henri.
Dia juga menguraikan dua jenis kejahatan terkait internet. Pertama kejahatan menggunakan internet, seperti menyebarkan pornografi atau penipuan di Facebook.
Sedangkan kedua adalah kejahatan terhadap sistem elektronik. “Sejak tahun 2017 itu urusannya teman-teman di BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara),” pungkas Henri.
Lihat juga: Mengungkap Peretasan Siber Harus Melalui Uji Forensik Digital
Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyoroti belum ada kesungguhan dari pemerintah dan kepolisian menyikapi kasus peretasan tersebut.
“Ini tentang media yang punya sejarah panjang, media yang sangat mengandalkan riset dan investigasi. Media yang cukup kritis terhadap pemerintah,” katanya.
Menurut Usman, kasus tersebut tidak berjalan dalam ruang yang kosong. Peristiwa itu terjadi ketika media tengah menyoroti suatu persoalan.
“Negara harus memastikan bahwa media mendapat jaminan hukum dan jaminan keamanan. Kalau hal itu dibiarkan, bisa menjadi ancaman serius terhadap kebebasan pers,” tutup Usman. (mhk)