Jakarta, Ditjen Aptika – Orang tua perlu mengawasi belajar daring anak selama masa pandemi Covid-19. Pasalnya dapat muncul iklan bermuatan pornografi yang bisa ter-klik anak secara tidak sengaja.
“Butuh perhatian orang tua untuk tidak memberikan gawainya yang pernah mengakses situs bermuatan dewasa kepada anak untuk belajar,” ujar Direktur Tata Kelola Ditjen Aptika, Mariam F. Barata dalam Webinar Upaya Peningkatan Perlindungan Anak dari Bahaya Pornografi melalui kanal Youtube KPAI, Rabu (19/08/20).
Menurut Mariam, riwayat kunjungan orang tua terhadap situs-situs tersebut membuat iklan bermuatan dewasa dan pornografi muncul pada situs yang anak gunakan untuk belajar.
Selain dari iklan bermuatan pornografi itu, resiko anak terpapar pornografi juga bisa datang dari adanya tukar informasi dengan teman sepermainannya. “Ada 89 persen anak mengetahui pornografi dari teman dan sisanya dari saudara serta orang tua,” ucap Mariam.
Mariam menyampaikan hasil penelitian Dr. Maria Ulfah Anshor dari Pusat Penelitian Kementerian Sosial bahwa usia anak yang paling banyak mengakses pornografi berusia 14 hingga 20 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, akibat pornografi yang timbul pada anak dapat berupa ketagihan melihat konten pornografi, suka berkhayal, prestasi turun, suka menyendiri, hingga ingin melakukan tindakan tersebut.
Lihat Juga: PP 71/2019 (PSTE) Berlaku, Platform Akan Didenda Jika Membiarkan Konten Negatif
Maka dari itu selain pengawasan orang tua, pemerintah juga memiliki peran untuk memberantas konten negatif. “Kebijakan dan strategi yang dilakukan terkait pendidikan anak yang berkualitas dan berkarakter, memperkukuh budaya bangsa serta mentalitas bangsa tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020 hingga 2024,” kata Mariam.
Selain itu, Mariam menyebutkan pengaturan penanganan konten negatif yang tersebar di berbagai peraturan, antara lain UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, UU No. 19 Tahun 2016 (jo UU No. 11 Tahun 2008) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Menteri Kominfo No. 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif, dan Peraturan Menteri Kominfo No. 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik.
Hukuman bagi penyebar konten pornografi mengacu pada UU ITE Pasal 27 Ayat 1, yaitu penjara maksimal 6 tahun, denda maksimal 1 miliar apabila dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik memiliki muatan kesusilaan atau pornografi. Serta dikenakan pemberatan sepertiga pidana pokok apabila melakukan kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak.
Lihat Juga: Perbanyak Konten Positif, Cara Ampuh Melawan Konten Negatif
Sementara itu Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI, Margaret Aliyatul mengatakan bahwa seseorang yang terlalu banyak terpapar konten pornografi akan memiliki efek yang sama dengan kecanduan narkoba. “Maka hal ini akan memicu tindak pemerkosaan, kejahatan seksual, dan pelecehan seksual,” katanya.
Kasus pelayanan pengaduan KPAI menampilkan data paling banyak anak memiliki konten pornografi pada smartphone yang diakses dari media sosial dan media massa. “Terdapat 192 kasus pengaduan dari akses media sosial dan 44 dari media massa,” ungkap Margaret.
Semua pihak memiliki kewajiban untuk melindungi anak dari pornografi. Berbagai cara perlu dilakukan untuk terus melindungi anak. “Proses hukum, pengawasan terhadap penyedia platform digital, advokasi kepada orang tua, sekolah dan sebagainya harus terus diberikan agar semakin paham dengan bahaya pornografi bagi anak,” imbuh Margaret.
Kementerian Kominfo telah menyediakan layanan pengaduan konten negatif termasuk pornografi. Masyarakat dapat menghubungi Aduan Konten Negatif ke nomor 08119224545 (SMS/WA) atau melalui aduankonten.id. (pag)