Jakarta, Ditjen Aptika – Kementerian Kominfo, Bawaslu, dan KPU menandatangani Nota Kesepakatan Aksi (Memorandum of Action / MoA) tentang Pengawasan Konten Internet dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020.
Ketiga pemangku kepentingan tersebut sepakat berbagi tugas dalam melakukan mitigasi konten di media siber yang melawan hukum atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Di tengah pandemi COVID-19, penggunaan teknologi digital juga platform berbasis Internet (seperti media sosial dan laman website) tentu akan semakin marak digunakan, termasuk dalam persiapan dan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020,” kata Menteri Kominfo Jhonny G. Plate di Lantai 4 Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Jumat (28/8/2020).
“Apabila digunakan dengan baik dan sehat, teknologi digital maupun platform internet dapat memperlancar proses persiapan maupun pelaksanaan Pilkada Serentak tahun ini. Termasuk dalam melakukan diseminasi maupun pencarian informasi materi kampanye,” lanjut Menteri Jhonny.
Penandatangan Nota Kesepakatan Aksi Nomor: K.Bawaslu/Hm/02.00/Viii/2020, Nomor Pr.07-Nk/01/Kpu/Viii/2020, dan Nomor: 581/MoU/M.Kominfo/Hk.04.01/8/2020 itu dilakukan oleh Ketua Bawaslu Abhan, Ketua KPU Arief Budiman, dan Menteri Kominfo Jhonny G. Plate.
Di tahun 2020 ini ada 270 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada Serentak. Kominfo, Bawaslu dan KPU berkomitmen mengantisipasi penyalahgunaan kanal informasi dan penyebaran konten-konten negatif.
Langkah pencegahan itu menjadi semakin krusial mengingat penyebaran hoaks dan disinformasi cenderung meningkat menjelang masa kampanye dan pemilihan. Pola tersebut terlihat pada rangkaian Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 lalu.
Dari 922 isu hoaks terkait Pemilu yang ditemukan sepanjang 2019, 557 kasus diantaranya ditemukan pada bulan Maret hingga Mei yang merupakan masa puncak Pemilu 2019 lalu. Oleh sebab itu, baik pemerintah maupun masyarakat harus berkolaborasi bersama untuk mencegah pola ini berulang kembali di masa Pilkada Serentak 2020.
“Sebagai upaya pemberantasan penyebaran konten negatif, Kementerian Kominfo melakukan tiga langkah strategis pencegahan penyebaran konten secara komprehensif dari tingkat hulu hingga hilir,” kata Menteri Johnny menjabarkan tugas yang dilakukan oleh Kominfo.
Di tingkat hulu (upstream), Kominfo melakukan kampanye, edukasi, dan sosialisasi terkait literasi digital secara masif melalui Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi.
Literasi digital yang berarti kecakapan seseorang untuk menggunakan instrumen digital secara bijak, positif, dan produktif, menjadi solusi berkelanjutan untuk penanganan hoaks. Jika literasi digital tinggi, masyarakat tidak akan mudah termakan hoaks, seberapapun banyaknya jumlah hoaks yang beredar.
Di tingkat middle-stream, Kementerian Kominfo memiliki kewenangan untuk menutup situs, platform, ataupun akun yang memuat konten negatif. Kominfo yang dibantu oleh mesin pengais informasi (AIS) telah dan akan terus mengidentifikasi konten negatif untuk penanganan dan pengendalian yang lebih lanjut.
“Melalui proses identifikasi tersebut, kami dapat membuat laporan serta menyusun klarifikasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Selain itu, Kementerian Kominfo juga telah berkoordinasi dengan semua platform media sosial di Indonesia agar dapat berkomitmen dengan serius menangani konten negatif di internet,” ujar Menteri Johnny.
Kehadiran Dirjen Aplikasi Informatika dan Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika dalam penandatanganan MoA itu menunjukkan komitmen besar dalam menjamin kesiapan mesin AIS terus bekerja 24 jam 7 hari 1 minggu.
Gerakan ini juga didukung oleh tim verifikator di Kominfo yang terus-menerus memantau melakukan cyber patrol, memvalidasi, memverifikasi informasi fakta yang memuat hoaks atau berita bohong.
Lalu di tingkat hillir (down-stream), Kementerian Kominfo mendukung upaya Bareskrim Polri dalam penindakan dan penegakkan hukum terhadap pembuat maupun penyebar hoaks serta konten negatif.
Dalam Pilkada Serentak 2020, kolaborasi antara Kementerian Kominfo, Polri, bersama Bawaslu dan KPU menjadi semakin penting untuk mencegah dan memberantas penyebaran hoaks juga disinformasi. Tugas kerja pun telah dibagi menurut kewenangan antara Bawaslu, KPU, dan Kominfo.
Menurut Ketua Bawaslu Abhan, KPU memiliki wewenang menyediakan informasi data tim kampanye serta akun media sosial peserta pilkada yang sudah didaftarkan sebelumnya.
Sedangkan Kominfo berwenang menindaklanjuti rekomendasi hasil pengawasan dan melakukan penanganan konten internet sesuai peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Konten Internet Bermuatan Negatif.
“Bawaslu sendiri akan menyediakan hasil pengawasan Pilkada Serentak 2020 terkait konten internet yang melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan juga menyediakan data laporan masyarakat dan analisis hasil kajian pengawasan terkait media sosial dan kampanye tahapan Pilkada,” jelas Abhan.
Ketua KPU Arief Budiman menambahkan, penandatangan Nota Kesepakatan Aksi ini amat strategis mengingat pandemi Covid-19 membuat banyaknya kegiatan dilakukan secara daring (online). KPU sendiri mengatur masa kampanye Pilada 2020 pada 26 September – 5 Desember.
Dalam acara penandatanganan Nota Kesepakatan Aksi ini, ketiga pimpinan kementerian/lembaga itu turut meresmikan Deklarasi Internet Indonesia Lawan Hoaks Dalam Pilkada 2020. Deklarasi ini dibacakan oleh Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) secara daring melalui aplikasi Zoom.
Selain APJII, deklarasi juga didukung sejumlah platform media sosial, seperti BIGO Live Indonesia, Google Indonesia, Facebook Indonesia, LINE Indonesia, Telegram Indonesia, Tiktok Indonesia, dan Twitter Indonesia.
Mereka menyatakan siap mengerahkan semua daya dan upaya sesuai kapasitas dan kapabilitas untuk melawan hoaks, informasi menyesatkan dan informasi yang menimbulkan permusuhan berdasarkan SARA. (nls)